Ketat, Persaingan Trump dan Biden Menuju Gedung Putih

Spread the love

 

Jakarta, Pelitakota.id – Para pakar politik dan hubungan internasional mempresentasikan poin penting saat tampil dalam webinar ” Bedah Pemilihan Presiden AS” di tahun 2020 yang mempelajari Studi Politik dan Polusi Publik (P3S) dan Pewarna Indonesia Sabtu (27/6/2020)

Saat menyampaikan ide dan sudut pandangnya di awal webinar, ekonom ternama Rizal Ramli membahas posisi tawar lemah Indonesia di mata Amerika.

Menurut mantan Menko Ekonomi di era mendiang Gus Dur ini bisa dilihat sebagai petinggi senior Indonesia tidak mampu menembus gedung putih alias Trump. Tapi hanya mampu menjumpai Jared yang merupakan mantu Presiden Trump.

Artinya, Indonesia memiliki kelemahan dalam melakukan diplomasi dengan Amerika Serikat ” jelas dia.

Lobi yang lemah dari pemimpin Indonesia terhadap AS ini menjadi sorotan dari Rizal Ramli.

Sementara, Prof Muhammad AS Hikam dalam presentasi yang mewakili aspek hal, seperti Trump yang tidak mengendalikan Pandemi Covid-19 yang semakin hari semakin banyak yang meningkatkan korban jiwa di Amerika Serikat.

“Yang kedua adalah, memburuknya ekonomi Amerika Serikat akibat Pandemi Covid19. Hal ini dapat menurunkan tingkat kepercayaan rakyat Amerika terhadap Trump,” kata dosen Universitas Presiden ini.

Selanjutnya jelas dia, politik dan sosial di Amerika Serikat yang volatil. Begitu pula tingkat popularitas Trump yang sudah mulai meningkat.

“Rakyat Amerika menyatakan bahwa mereka tidak puas dengan penanganan Pandemi Covid-19 karena tidak ada tanda-tanda penurunan. Malah setiap hari bertambah korban jiwa. Diperoleh lagi dengan perbincangan yang terjadi pada George Floyd yang ia sebabkan kesalahan akibat oleh polisi,” tegas AS Hikam .

Hal tersebut terangnya, telah menimbulkan aksi demonstrasi di seluruh negara bagian di Amerika Serikat dengan slogan Black Lives Matter.

Direktur LSI Djayadi Hanan pun meminta persetujuan lemah terhadap Trump. Sementara Trump ingin bertarung kembali dalam pilpres Amerika pada bulan November 2020.

“Lemahnya kepuasan masyarakat atas keuangan Trump dapat membuka peluang bagi Joe Biden capres dari partai Demokrat untuk memenangkan pertarungan pilpres yang akan datang. Saat ini hanya dapat diperoleh hasil survei, jarak antara Joe Biden vs Trump memperoleh angka 5 persen,” kata Djayadi.

Terkait kata dia, jika Trump tidak melakukan langkah-langkah yang signifikan, bisa saja perbedaan elektabilitas semakin melebar dan memberi peluang bagi terpilihnya Joe Biden.

Disisi lain, Direktur Eksekutif Politik dan Studi Kebijakan Publik (P3S) bersama peneliti politik AS ini, kendati berat namun menurutnya Trump masih berpeluang menang tipis pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2020 ini.

“Kendati berapa survei, Trump kalah dari penggantian mantan (Wakil Presiden) Wakil Presiden Barrack Obama yaitu Joe Bidden sebagai penanganan Covid-19.

Bidden yang unggul atas Bernies Sanders pada Febuari lalu saat konvensi yang digelar di New Hempire, Iowa, Nevada dan Selatan Carolina pada Selasa Super di 14 negara bagian, Wakil Demokrat asal Delaware kota yang memiliki 3 daerah hanya jauh dengan Texas yang punya 254 kabupaten, bisa lolos ke mewakili Demokrat, “ucap Jerry.

Kunci kemenangan Trump waktu lalu ada di branding image, branding pasar-nya dimana mengusung jargon MAGA (Make America Great Again) 2016 awalnya, dan sekarang diganti Keep America Safe.

Barangkali untuk unggul urainya, masing-masing harus merebut negara ayunan (pemilih memenangkan) yaitu Florida, Ohio, Wisconsin, Michigan dan Pennyslavania serta Nevada.

“Barangkali publik akan melihat prestasi Trump yang disebut PDB melampui. Barrack Obama mencapai 4,2 persen, kendati ucapan selamat kerap penuh kontroversial apa yang dikataknya bukan layanan bibir tetapi memperbaiki masalah pembangunan perbatasan dengan Meksiko. Perdagangan Cina membutuhkan pajak 20-25 persen,” katakan dia.

Pemilih putih atau ras kulit putih terangnya, akan sangat menentukan kemenangan lantaran pemilihnya 70 persen, Hispanik (12 persen), dan hitam (12 persen) diterima dari Irlandia, India, Filipina, Israel dan negara lain.

Memang Bidden untuk unggul harus kerja keras. Bisa saja memilih melineal dan grup zoomer yang menguasai 32 persen di dunia ini yang lahir antara 1990 dan 2000. Tapi kalau putih (evanglism) pasti condong memilih Trump.

Semua yang disampaikan. Semua yang disampaikan. Contoh bangun tembok dengan Meksiko, Mengenakan 20-25 persen pajak khusus produk Cina, sampai diterapkan pabrik Ford ke Michigan dan masih banyak lagi dan menyediakan lapangan kerja bagi warga AS.

Wilayah Selatan (selatan) adalah milik Trump (Georgia, Texas, Louisana, Missouri, Texas) dan lainya.

Kota-kota besar New York (NY) Boston (MA), Washington Seatle, San Fransisco (CA), Chicago (IL) dan lainnya akan dimenangkan Joe Bidden.

Dia pun mengungkap faktor kemenangan Trump pada 2016 lalu memenangkan di antaranya

  1. Ivanca Trump mampu menarik kelompok pemilih gender atau perempuan (pemilih perempuan)
  2. Trump mendapat 28 juta pengikut di media seperti Facebook dan Twitter.
  3. Assosiasi Dibantu Bos Wikileaks yang membongkar 36 ribu email Hillary
  4. Didukung Ratusan Ribu Suku Amish (Pennyslavani)
  5. Menang di Swing State (Michigan, Wisconsin, Florida, Ohio)
  6. Pendukung putih yang dipilihnya sebanyak 70 persen.
  7. Jargon kampanyenya Jadikan Amarica Hebat Lagi (MAGA) mampu menyihir publik AS.

 

“Untuk ‘ status lean ‘, ada lima negara bagian saat condong ke Biden untuk 53 suara pemilih, termasuk Colorado, Michigan, Minnesota, New Mexico, dan Virginia. Tiga negara bagian – Texas, Georgia, dan Iowa, ditambah satu suara elektoral di daerah Nebraska, Omaha – condong ke Trump, untuk 61 suara elektoral, “kata dia.

Sementara Ahli Psikologi Politik Prof Hamdi Muluk menyaksikan Trump bisa terpilih kembali. Apalagi Trump dianggap tidak mampu membangun kepemimpinan yang dilakukan oleh presiden Amerika.

“Dalam politik global, Amerika Serikat sedikit keteteran dalam pembicaraan berbagai dinamika global,” katanya.

Sebenarnya Hamdi Muluk heran kok orang Amerika bisa memilih Trumph, padahal kepemimpinan-nya rendah.

Senada juga menyampaikan guru besar Hukum Internasional Prof Hikmahanto dalam presentasi yang disampaikan Trump tidak membawa nilai-nilai Amerika. Hal ini bisa dilihat dari kepemimpinan Trump yang rendahnya.

Selain itu, Trump juga banyak menghabiskan dengan Twitter untuk melakukan serangan terhadap negara lain atau lawan politiknya.

“Trump juga mempertimbangkan telah menginspirasi untuk kalangan ultra kanan. Selain itu, kelemahan Trump juga bisa dilihat dari kelemahannya komunikasi yang dibangun baik terhadap sekutu maupun lawan politiknya. Yang menyebabkan sekutu AS tidak solid,” paparnya.

Sementara saat meminta izin, Rizal Ramli mengapresiasi acara diskusi dan diskusi ini melakukan lebih dari apa yang dilakukan oleh Buzzer yang hanya bisa membawa diri mereka sendiri sampah demokrasi.

“Jadi ke depan mesti ada diskusi lanjutan dengan tema yang menarik,” kata dia. (Pelitakota.id)

Tinggalkan Balasan