Jangan Jebak Presiden Mengambil Alih Permasalahan Ketidaklolosan TWK Novel Baswedan Dkk

Spread the love

Jakarta – Pelitakota.id Petrus Selestinus Koordinator TPDI dan Advokat Peradi mengatakan, desakan Ahli Hukum Themis Indonesia Law Firm & Dewi Keadilan dan Wadah Pegawai KPK, agar Presiden Jokowi mengambil alih permasalahan 57 Pegawai KPK nonaktif (Novel Baswedan dkk tidak memiliki dasar hukum. Dimana peserta yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), agar bisa diangkat menjadi PNS pada KPK.

“Alasannya, karena permasalahan Novel Baswedan dkk, sudah dibawa ke ranah proses hukum. Bahkan bisa saja akan masuk dalam sengketa Perdata dan/atau Tata Usaha Negara dalam lingkup wewenang Badan Peradilan TUN,” kata Petrus menegaskan.

Menurutnya, hal ini tentu tidak boleh diintervensi oleh siapapun termasuk oleh Presiden Jokowi. Sebab Presiden Jokowi adalah warga negara biasa yang sama di mata hukum.

“Kesalahan mendasar Novel Baswedan dkk, dalam menyikapi Keputusan Pimpinan KPK menonaktifkan mereka, adalah tidak menggunakan Upaya Administratif guna mendapatkan perlindungan hukum. Terutama akibat tindakan hukum Pejabat Tata Usaha Negara, menurut UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan,” jabarnya.

Padahal kata Petrus, upaya administrasi itu sebagai pintu awal penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara. Ketika tindakan Pejabat Tata Usaha Negara yang dinilai telah merugikan seseorang atau badan hukum perdata.

“Bukan malah membawa sengketa TUN ke Presiden, karena Presiden tidak boleh mengintervensi suatu permasalahan yang masih dalam proses sengketa,” ucapnya.

*Keluarkan $K Pemberhentian 57 Anggota Non Aktif KPK*

Menurutnya, Pimpinan KPK harus segera mengeluarkan SK. Pemberhentian secara definitif terhadap Novel Baswedan dkk. Sehingga bagi Novel Baswedan dkk, yang tidak puas terhadap SK. Pemberhentian yang menimbulkan akibat hukum dan merugikan mereka, dipersilakan menuntut secara Tata Usaha Negara sesuai dengan kepentingan dan kerugian yang diderita.

Kata Petrus, KPK dan BKN bekerja berdasarkan sitem norma, standar, kriteria dan prosedur dalam mengelola pemerintahan. Karena itu ketika ada pihak-pihak yang merasa tidak sejalan dengan kebijakan Pimpinan KPK.

“Maka berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan, langkah yang ditempuh adalah mengunakan Upaya Administratif dan/atau Badan Peradilan, bukan ke semua Komisi Negara atau ke Presiden,” jelasnya.

Lanjut Petrus, Presiden menurut UU ASN, merupakan penanggung jawab tertinggi dalam kebijakan pembinaan profesi dan manajemen ASN. Dengan demikian, maka desakan agar Presiden Jokowi mengambil alih tanggung jawab permasalahan Novel Baswedan dkk, sangat tidak relevan.

“Karena tanggung jawab Presiden hanya bagi mereka yang sudah berstatus ASN, sedangkan Novel dkk. bukan ASN,” tukasnya.

*Jangan Pasang Jebakan*

Kata Petrus, permasalahan Novel Baswedan dkk, sesungguhnya persoalan perdata biasa yang memerlukan penyelesaian dengan pendekatan Hukum Administrasi Negara atau Pemerintahan dan Peradilan Tata Usaha Negara.

“Anehnya perkara Novel Baswedan dkk, ditarik terlalu jauh hanya untuk menekan Presiden melalui opini publik. Padahal negara kita adalah negara hukum bukan negara opini publik,” tegas Petrus.

Terakhir katanya, Hukum Administrasi Pemerintahan jelas mengatur tentang bagaimana langkah yang hendak diambil ketika suatu tindakan pejabat Tata Usaha Negara yang dinilai melanggar hukum dan merugikan bagi seseorang atau badan hukum perdata. Yaitu menyerahkan penilaian atas sah tidaknya tindakan pejabat dimaksud pada putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum.

“Dalil sejumlah pihak dengan bersandar pada peringatan Presiden Jokowi, agar tidak memberhentikan mereka yang tidak lolos TWK, tidaklah berdasar. Karena peringatan Presiden bukan perintah UU, melainkan sebuah sikap negarawan yang memberi spirit agar mereka yang ikut TWK harus lulus dan bisa jadi ASN di KPK. Bukan sebaliknya tidak lolos, lantas minta diangkat menjadi ASN pada KPK,” pungkasya. (red)

Penulis: RB. Syafrudin Budiman SIP

Tinggalkan Balasan