Bapa Gereja Purba ” IGNATIUS “

Spread the love

Pelitakota.Id – Ignatius berasal dari Antiokhia Siria dan dilahirkan sekitar tahun 35 Masehi. Sebelum menjadi Kristen ia adalah seorang kafir dan diduga turut menganiaya orang Kristen. Namun kemudian dia masuk Kristen dan menjadi murid Rasul Yohanes.

Catatan sejarah pada abad ke-4 menuliskan bahwa Ignatius melayani sebagai Uskup Antiokhia pada akhir abad pertama, ia menjabat selama empat puluh tahun, setelah diangkat disana oleh Rasul Petrus. Antiokhia adalah salah satu dari pusat komunitas Kristen perdana dan kita mengetahuinya bahwa di tempat ini pertama-kalinya murid-murid Kristus disebut “Kristen”.

Antiokhia adalah sebuah kota Romawi yang penting, dan pada masa itu, kota terpenting kedua di kekaisaran Romawi. Dan Gereja di Antiokhia, dengan akar-akar apostolik, sangat dihormati oleh umat Kristen dimana-mana. Sebagai Uskup Antiokhia selama 40 tahun, dapat dipastikan bahwa pada masa akhir hidupnya, dia adalah seorang yang sangat terkenal.

Ignatius percaya bahwa kehidupan manusia akan berakhir pada kematian yang berkelanjutan, kecuali Kristus hidup di dalamnya. Ia diketahui sering berkata, “Kristus yang disalibkan adalah satu-satunya dan seluruh kecintaanku.” Meskipun Ignatius menanggung kesengsaraan hebat, ia mendapatkan penghiburan di dalam kebenaran Injil, “Karena dunia membenci umat Kristen, maka Allah mencintai mereka.” Sejarah mencatat akhir hidupnya dieksekusi di Roma dalam perjalanan yang panjang “membawa berita Allah” kepada umat dan gereja-gereja di Asia Kecil.

Oleh karena kesalehannya, ia diangkat menjadi Uskup Antiokhia menggantikan Rasul Petrus, sehingga ia menjadi uskup kedua, demikian menurut Origenes. Tetapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Ignatius adalah uskup yang ketiga, yaitu menggantikan Euodius. Pendapat lain lagi ialah, bahwa di Antiokhia terdapat dua orang uskup, yaitu Euodius yang diangkat oleh Rasul Petrus sebagai uskup atas orang Kristen asal Yahudi sedangkan Ignatius adalah uskup atas orang Kristen kafir dan diangkat oleh Rasul Paulus. Ignatius sendiri tidak mengungkapkannya dalam surat-suratnya. Ignatius menggunakan “Theophorus” yang berarti “Pembawa Berita Allah” sebagai nama belakangnya, dan dia hidup sesuai dengan namanya tersebut.

Riwayat kehidupannya dikenal hanya berkenaan dengan perjalanannya untuk menjadi martir di Roma. Dalam perjalanan tersebut Ignatius menulis beberapa surat. Menurut tradisi, dikatakan bahwa pada masa pemerintahan Kaisar Trajanus, pada tahun yang ke-9, kaisar mengunjungi Antiokhia. Di Antiokhia kaisar mengancam orang-orang yang tidak mau mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa dengan hukuman mati. Dengan demikian Trajanus mengunjungi Antiokhia pada tahun 107. Ignatius mempertahankan imannya dan menolak untuk mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa. Ia menolak untuk menyangkal Kristus. Oleh karena itu, ia dijatuhi hukuman mati dengan dibuang ke dalam Koloseum di Roma. Dengan tangan yang terantai serta dikawal oleh sepuluh orang tentara ia digiring ke Roma. Perjalanannya melewati Seleucia, Smirna. Di Smirna Ignatius disambut dengan penuh hormat oleh Uskup Polikarpus dan sejumlah jemaat tetangganya mengunjungi Ignatius untuk meminta nasihat dan berkatnya. Dari Smirna ia berjalan ke Troas, Neapolis, Makedonia, Epirus dan kemudian menyeberang ke Roma. Dalam perjalanannya menuju ke Roma inilah ia menulis tujuh suratnya yang terkenal itu. Surat-surat itu adalah:

  1. Surat kepada Jemaat di Efesus,
  2. Surat kepada Jemaat di Tralles,
  3. Surat kepada Jemaat di Tralles,
  4. Surat kepada Jemaat di Roma,
  5. Surat kepada Jemaat Philadelphia,
  6. Surat kepada Jemaat di Smirna, dan
  7. Surat kepada Uskup Polikarpus di Smirna.

Menurut tradisi, Ignatius menjalani hukuman mati pada tanggal 20 Desember 107, dengan dibuang ke dalam kandang singa. Sisa-sisa tubuhnya di bawa kembali ke Antiokhia dan dikuburkan di sana.

Sebenarnya, perkunjungan Kaisar Trajanus tersebut menimbulkan keragu-raguan. Trajanus diduga tidak mengunjungi Antiokhia pada tahun tersebut, oleh karena Trajanus sedang terlibat peperangan dengan Persia. Jikalau demikian, boleh jadi Ignatius mengalami mati syahid di bawah perintah seorang gubernur Romawi. Demikianlah juga mengenai tempat Ignatius menjalani hukuman mati. Ada keraguan kalau hukuman itu dllaksanakan di Roma. Mereka menunjuk tempat lain, yaitu Efesus atau Antiokhia sendiri.

Namun, suratnya kepada jemaat Roma menunjukkan bahwa Ignatius mati syahid di Roma sebab dalam suratnya ia meminta kepada orang Kristen di Roma jangan berupaya untuk membebaskannya dari hukuman mati sebagai syahid itu.

Ignatius dihukum mati saat masa pemerintahan Kaisar Trajanux (98-117) dan di mana ini murid-murid Kristus mendapat penganiayaan. Pada masa itu umat Kristen dikejar-kejar dan dianiaya oleh kakitangan Kaisar Trajanus. Ignasius sendiri tidak luput dari pengejaran dan penganiayaan itu. Biasanya kepada mereka ditawarkan hanya dua kemungkinan: murtad atau mati. Kalau mereka murtad dan menyangkal imannya, mereka akan selamat; kalau tidak, nyawanya akan melayang oleh pedang atau dibunuh dengan cara-cara lain. Bersama Ignasius, banyak orang Kristen yang ditangkap, dihadapkan kepada kaisar yang datang ke kota itu.

Kaisar menanyai Ignasius: “Siapakah engkau, hai orang jahat yang tidak menaati titahku?” Dengan tenang Ignasius menjawab: “Janganlah menyebut jahat orang yang membawa Tuhan dalam dirinya. Akulah Ignasius, pemimpin orang-orang yang sekarang berdiri di hadapanmu. Kami semua pengikut Kristus yang telah disalibkan bagi keselamatan umat manusia. Kristus itulah Tuhan kami dan Ia tetap tinggal dalam hati kami dan menyertai kami.”

Jawaban tegas Ignasius itu menimbulkan amarah kaisar. Ia segera dibelenggu dan disiksa. Tetapi sebagaimana Kristus, Ignasius pun menanggung semua penderitaan itu dengan tabah sambil bersyukur kepada Tuhan karena boleh mengambil bagian dalam penderitaan Kristus. Dari Antiokia, Ignasius dibawa ke Roma untuk dicampakkan ke dalam kandang singa-singa lapar. Di atas kapal yang ditumpanginya, ia tetap berdoa untuk umatnya, dan menulis beberapa pucuk surat kepada Polikarpus dan seluruh umat. Dalam surat-surat itu, ia menekankan betapa pentingnya umat tetap setia kepada imannya dan tetap berkumpul untuk merayakan Perjamuan Kudus. Katanya dalam surat itu: “Satu saja Tubuh Tuhan kita Yesus Kristus dan satu juga cawan DarahNya. Keduanya dikurbankan di atas satu altar oleh satu Uskupmu bersama imam-imam dan diaken-diaken.” Ignasius juga meminta agar seluruh umat mendoakan dia supaya layak menjadi martir Kristus yang suci. “Doakanlah aku, agar aku mendapat kekuatan lahir dan batin, menjadi seorang yang tabah dalam iman, dan supaya aku menjadi benar-benar orang Kristen, bukan saja dengan nama tetapi lebih-lebih dengan perbuatan nyata. Aku menuliskan surat ini kepadamu selama aku masih hidup. Kekasihku sudah disalibkan, maka aku pun tidak merindukan sesuatu yang duniawi melainkan merindukan persatuan segera dengan Dia.”

Dalam perjalanan menyongsong kemartirannya di Roma, Ignatius menulis serangkaian surat yang terlestarikan sebagai sebuah contoh teologi Kristen paling awal. Topik-topik penting yang diuraikan dalam surat-surat tersebut mencakup eklesiologi, sakramen-sakramen, dan peranan para uskup.

Setiba di Roma, sambil diapit ketat oleh prajurit-prajurit kafir yang kejam, ia digiring masuk gelanggang binatang buas. Di sana tubuhnya yang suci diterkam dan dicabik-cabik singa-singa lapar. Darahnya yang suci membasahi tanah gelanggang itu yang telah menampung ribuan liter darah para martir yang mati demi kesetiaannya kepada Kristus. Ignasius menerima mahkota kemuliaannya pada tahun 107 M.

Dalam surat-suratnya terlihat bagaimana ajaran-ajaran Ignatius. Ia melihat bahwa mati sebagai syahid adalah kebajikan Kristen yang tertinggi. Demikianlah juga kehidupan selibat. Ia menyebut orang yang selibat sebagai mempelai dan permata Kristus. Dalam suratnya kepada Polikarpus ia mengatakan bahwa jikalau seseorang dapat tetap tinggal dalam kemurniaan daging untuk kemuliaan tubuh Kristus, biarlah ia tinggal sedemikian dan tanpa kesombongan.

Sakramen Ekaristi dikatakannya sebagai obat ketidak-fanaan dan obat penawar maut. Sakramen merupakan saluran untuk menerima anugerah ilahi. Ignatius sangat menekankan persatuan antara orang percaya dengan Kristus sehingga suasana mistis mewarnai ajarannya.

Ajarannya pada umumnya berbau ortodoks. Ia melawan ajaran-ajaran sesat, seperti Dosetisme. Menurut dia, Yesus yang disalibkan adalah Allah yang menjadi manusia. Kristus sungguh lahir dari anak dara Maria dan mati di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Kematian Kristus adalah sumber kehidupan orang percaya.

Ignatius juga dipandang sebagai seorang pembela keesaan gereja. Uskup baginya adalah penjaga dan pembela keesaan gereja. Keesaan gereja itu didasarkannya kepada keesaan antara Allah dengan Yesus Kristus dan di dalam Ekaristi. Bahkan Ignatius menyamakan uskup dengan gereja dan gereja dengan uskup. Ia mengatakan antara lain sebagai berikut:

    “Jauhilah perpecahan sebagai sumber kerusuhan. Hendaklah kalian semuanya mengikuti uskup, sebagaimana Yesus Kristus mengikuti Bapa; ikutilah pula kaum presbiter sebagaimana kalian ikuti para rasul; hormatilah kaum diaken sebagaimana kalian akan mematuhi Allah. Tak seorang pun hendaknya berbuat sesuatu yang berhubungan dengan gereja tanpa izin uskup. Hendaknya kalian anggap sah Ekaristi yang dilayankan oleh uskup atau oleh seseorang yang dikuasakannya. Di tempat hadirnya uskup hendaklah jemaat berkumpul, sebagaimana di tempat hadirnya Yesus Kristus, di situ pula hadir Gereja Am. Tanpa pengawasan uskup, pembaptisan atau perjamuan kasih tidak diizinkan. Sebaliknya, apa pun yang disetujuinya adalah menyenangkan pula bagi Allah. Dengan demikian, apapun yang kalian lakukan bakal selamat dan sah …. Baguslah kita akui Allah dan uskup. Siapa yang menghormati uskup, dihormati oleh Allah. Tetapi siapa pun bertindak tak setahu uskup, mengabdi kepada iblis” (Surat kepada jemaat Smirna).

Sumber: Drs. F. D. Wellem, M.Th., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja: Ignatius dari Anthiokia, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1999, hlm. 137-139

Tinggalkan Balasan