Bapa Gereja Purba ” Athanasius “

Spread the love

Pelita kota.Id –  Athanasius lahir di Alexandria, Mesir sekitar 297 M, wafat tahun 373 M. Ia dikenal sebagai “Bapa Ortodoksi” karena perjuangannya yang gigih melawan ajaran-ajaran sesat yang berkembang pada zamannya. Hasil perjuangan Athanasius adalah meletakkan keteguhan iman tentang Keallahan Kristus yang ditolak faham Helenisme dan kalangan Kristen sendiri yang menolak Keallahan Kristus, yaitu kalangan Arianisme (Arius)

Pada 318 ia ditahbiskan menjadi diakon dengan tugas sebagai Sekretaris Uskup Alexandria. Setelah ditahbiskan diakon, dalam waktu singkat ia menulis buku tentang rahasia inkarnasi Allah. Ia menjalin hubungan yang baik dengan para rahib padang gurun, termasuk St. Antonius. Athanasius adalah pejuang yang tangguh melawan paham Arianisme. Sebelum menjadi imam, Athanasius telah banyak membaca buku tentang iman. Oleh sebab itu, dengan mudah ia dapat menunjukkan kelemahan-kelemahan ajaran bidat Arian. Ia memiliki keteguhan iman bahwa Yesus adalah 100% manusia dan 100% Allah yang sehakikat dengan Allah Bapa dalam Trinitas.

Pada tahun 325 di Nicea diadakan suatu konsili dibawah pemerintahan Kaisar Konstantin untuk menyelesaikan perdebatan yang berlarut-larut mengenai penafsiran terhadap doktrin Trinitas. Pada saat itu Athanasius hadir bersama uskupnya di Konsili Nicea (sekarang: Iznik, Turki). Pada waktu itu ada dua pandangan yang sangat bertentangan yaitu Arianisme dari Arius dan Athanasius. Tulisan-tulisannya terutama pada Konsili Nicea 325 mampu melawan bidat Arian yang mengajarkan bahwa Yesus itu bukan Allah.

Istilah Trinitas itu sendiri sebenarnya berasal dari Bapa Gereja Tertulianus (155 – 230 M), setelah menyelidiki Alkitab dengan teliti ia mengemukakan bahwa Kristus tidak lebih rendah dari Bapa dan Roh Kudus. Sebelum Tertulianus, Origen (yang lahir sekitar 185 M) dari Mesir telah menyatakan bahwa Yesus lebih rendah dari Bapa, pandangan ini kemudian dibereskan oleh Tertulianus.

Pada tahun 325 peperangan doktrin tersebut dihentikan oleh Kaisar Konstantin dalam Konsili Nicea dan diambillah keputusan yang memihak Athanasius. Athanasius ditahbiskan sebagai Uskup Agung Alexandria yang ke-20 ketika usianya masih belum tiga puluh tahun. Namun apakah perdebatan selesai ? Ternyata tidak. Konsili Nicea tidak berhasil menghentikan perdebatan doktrin tersebut, masing-masing pendukungnya tetap memegang kepercayaan mereka.

Namun Athanasius tetap mempertahankan kebenaran doktrin Tinitas dari Tertulianus, walaupun pada saat itu mayoritas orang menganggap Yesus lebih rendah dari Bapa, maka karena hal ini Athanasius pernah dikucilkan oleh Gereja. Lima kali ia diusir dari keuskupannya sendiri. Pengasingannya yang pertama berlangsung selama dua tahun. Ia dibuang ke Kota Trier pada tahun 336 M. Seorang uskup yang baik, St. Maximinius, menyambutnya dengan hangat. Banyak orang berusaha melunakkan Athanasius dan meminta dia untuk menyerah pada pandangan mayoritas, namun Athanasius berkata : “Seluruh dunia memusuhiku? Baik! Aku, Athanasius menjadi musuh melawan seluruh dunia!” Jiwa dan semangat seperti inilah yang dibutuhkan dalam Kristianitas supaya ajaran yang sejati tidak diselewengkan. Pengasingan-pengasingan lainnya berlangsung lebih lama. Athanasius dikejar-kejar oleh orang-orang yang hendak membunuhnya. Athanasius wafat dalam damai pada 2 Mei 373 M.

Barulah puluhan tahun kemudian semakin banyak ahli-ahli Alkitab yang dengan sungguh-sungguh menyelidiki Kitab Suci dan menemukan bahwa Doktrin Trinitas dari Athanasius memang benar sehingga kemudian Gereja menerima doktrin tersebut. Doktrin Tritnitas baru benar-benar diterima oleh Gereja sejak Abad ke 4, setelah Agustinus (354 – 430 M) menulis berbagai tesis yang menjabarkan kebenaran-kebenaran Alkitab tentang yang dijabarkan dalam doktrin Trinitas. Keteguhan Gereja terhadap doktrin Trinitas kemudian ditampakkan dengan cara berdoa yang dimulai dengan gerakan tangan, yaitu sejak abad ke-4 St. Ambrosius berbicara mengenai membuat “Tanda Salib” (Latin: Signum Crucis), dengan menggerakkan tangan dari dahi, ke dada dan kemudian ke bahu dan berkata: “In nomine Patris et Filii et Spiritus Sancti, Amen – Dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, Amin.” Disamping menekankan keteguhan terhadap “Trinitas,” tanda salib ini juga memiliki berbagai makna yang mengingatkan umat kepada penebusan yang sudah dilakukan Tuhan Yesus Kristus di kayu Salib. Membuat Tanda Salib juga berarti memakai simbol kemenangan Yesus atas dosa dan maut.(dari berbagai Sumber/PK)

Tinggalkan Balasan