Jakarta, Pelitakota.id – Pondok pesantren harus mampu merespons tantangan era digital dengan beradaptasi terhadap teknologi. Hal ini menjadi sangat penting jika pesantren ingin tetap relevan dan terus berkontribusi dalam masyarakat.
“Pesantren harus menjadi pionir dalam memanfaatkan teknologi untuk dakwah dan kemaslahatan umat,” ujar Staf Khusus Menteri Agama, Nuruzzaman, saat membuka acara KOPDARNAS 7 Arus Informasi Santri Nusantara (AIS) di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Jakarta Barat, Sabtu (12/10/2024). Acara itu dihadiri berbagai elemen pesantren dan masyarakat luas dengan tema “Teoritma: Jalan Memenangi Nusantara.”
KOPDARNAS 7 bertujuan untuk memetakan tantangan yang dihadapi pesantren dalam menghadapi era digital, sekaligus merumuskan strategi untuk memanfaatkan peluang yang ada. Nuruzzaman menekankan pentingnya pesantren memadukan kearifan tradisional dengan keterampilan digital, sehingga santri dapat memperkuat citra pesantren dan menjangkau audiens yang lebih luas.
Isu citra pesantren di dunia maya juga menjadi sorotan utama. Nuruzzaman menyatakan bahwa banyak narasi negatif yang muncul terkait pesantren, terutama isu kekerasan yang dapat merusak reputasi lembaga pendidikan Islam ini. “AIS Nusantara memiliki peran yang cukup menantang. Kita harus bekerja sama untuk mengatasi isu-isu ini,” tegasnya.
Acara ini dirancang dengan berbagai kegiatan interaktif, termasuk diskusi anti kekerasan yang relevan dengan maraknya isu intoleransi dan kekerasan di platform digital. Diskusi ini bertujuan memberikan wawasan tentang cara mencegah dan menangani kekerasan di dunia maya.
Ulinnuha, salah satu panitia KOPDARNAS, berharap forum ini menjadi wadah bagi pesantren untuk bersama-sama merumuskan strategi menghadapi tantangan era digital. “Kita ingin membahas bagaimana pesantren bisa menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang di era digital,” katanya.
Ulinnuha juga menekankan pentingnya memperluas jangkauan dakwah melalui platform digital, mengembangkan model pendidikan berbasis teknologi, serta menciptakan konten positif yang mencerminkan nilai-nilai pesantren.
Acara ini tidak hanya terbatas pada diskusi serius, tetapi juga menampilkan kegiatan kreatif seperti Stand Up Comedy Santri, yang menunjukkan kreativitas santri dalam menyampaikan pesan moral dan nilai-nilai Islam dengan cara yang menghibur.
Salah satu inisiatif menarik yang diluncurkan dalam acara ini adalah #Tolesantri, yang bertujuan menanamkan nilai-nilai toleransi di kalangan santri dan masyarakat luas. Inisiatif ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru tentang pentingnya hidup rukun meskipun ada perbedaan. “Kami ingin mengajak semua pihak untuk bersama-sama menciptakan masyarakat yang toleran dan saling menghormati,” ujar Ulinnuha.
Nuruzzaman menegaskan bahwa pesantren harus memanfaatkan teknologi digital untuk menjangkau generasi muda yang lebih luas. Dengan teknologi, pesantren dapat mengembangkan model pendidikan yang lebih inovatif dan inklusif, serta memberikan kontribusi positif bagi masyarakat di era digital ini.
KOPDARNAS 7 menjadi momentum penting bagi pesantren untuk menunjukkan bahwa mereka bisa beradaptasi dan memimpin dalam menghadapi tantangan di era digital. Dengan kerja sama yang solid dan tekad yang kuat, pesantren diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam menyebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin.
Acara itu berlangsung selama dua hari dan diharapkan dapat melahirkan gagasan-gagasan baru yang bisa diterapkan di pesantren-pesantren di seluruh Indonesia. KOPDARNAS 7 bukan hanya sekadar acara, tetapi juga merupakan langkah nyata untuk mewujudkan pesantren yang adaptif dan progresif di tengah perubahan zaman.(*)