SURAKARTA – Konferensi ke-28 South East Asia–Pacific Audio Visual Archive Association (SEAPAVAA) yang dilaksanakan di Solo, Jawa Tengah, dihadiri ratusan peserta dari 21 negara. Konferensi yang berlangsung 9-14 Juni 2024 itu bertema Navigating New Horizons in Audiovisual Archiving.
Jawa Tengah dipilih menjadi tuan rumah tidak lepas dari keberadaan Lokananta, pionir arsip audio visual di Indonesia. Lokananta adalah perusahaan perekaman milik negara Indonesia yang berdiri pada 1956.
Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Provinsi Jawa Tengah, Haerudin mengatakan, perkembangan teknologi informasi dengan kecepatannya di era digital, telah membawa dampak yang esensial di bidang kearsipan.
Di era digital, lanjut dia, pengelolaan arsip elektronik menjadi tren sekaligus fokus dalam pengelolaan di berbagai instansi. Namun, arsip elektronik memerlukan pengelolaan, yang memiliki kompleksitas dibanding pengelolaan arsip fisik.
“Ini menimbulkan tantangan, antara lain, aspek legalitas, kebijakan, infrastruktur dan SDM, yang diharapkan dapat menyikapi hal itu,” beber Haerudin.
Diungkapkan, Jawa Tengah adalah pionir dalam penciptaan arsip audio visual yaitu Lokananta, sebagai perusahaan rekaman yang pertama di Indonesia.
“Perannya cukup besar merekam berbagai kegiagan kenegaraan, seperti pidato kenegaraan Presiden Soekarno. Kami mencoba melestarikan produk Loananta, dan mengemas agar anak muda sekarang tertarik mempelajari,” paparnya.
Pihaknya berharap, Konferensi SEAPAVAA dapat berjalan lancar, sukses, dan membawa manfaat bagi kemajuan bidang kearsipan.
“Kami mengapresiasi konferensi SEAPAVAA, semoga berjalan dengan lancar dan membawa manfaat, bagi kemajuan bidang kearsipan pada umumnya, dan audio visual pada khususnya,” harap Haerudin.
President of SEAPAVAA 2024, Karen Chan, menyampaikan, konferensi itu merupakan acara rutin tahunan, dan Indonesia setidaknya telah tiga kali menjadi tuan rumah. Pada 1997 kegiatan itu digelar di Jakarta, pada 2009 di Bandung, serta pada 2024 di Solo.
Ditambahkan, pada konferensi itu, tidak hanya melibatkan anggota SEAPAVAA, namun juga berbagai komunitas kearsipan, kepustakaan, serta museum untuk saling berbagi pengetahuan terkait penyelamatan, serta pengelolaan arsip-arsip audio visual.
“Konferensi ini diharapkan dapat menguatkan hubungan di antara komunitas dan anggota (SEAPAVAA) serta lingkup yang lebih luas lagi, untuk berbagi pengetahuan terkait dengan pengelolaan arsip audio visual,” ungkap Karen Chan.
Selain itu, lanjutnya, Konferensi SEAPAVAA juga bertujuan memperluas akses terhadap arsip-arsip yang ada, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi saat ini.
“Kita berbicara memperluas akses terhadap arsip yang ada dengan memanfaatkan perkembangan teknologi,” imbuh Karen Chan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Arsip Nasional Indonesia (ANRI), Imam Gunarto menyampaikan, Indonesia telah menjadi anggota SEAPAVAA sedari awal berdirinya organisasi tersebut, yakni sejak 1996 lalu.
Karena itu, dengan terlibatnya Indonesia pada SEAPAVAA, diharapkan mampu menambah pengetahuan terkait merawat arsip-arsip, serta mengetahui cara-cara memperluas akses ketersebaran arsip-arsip yang ada.
“Dari Indonesia sendiri yang terlibat dalam SEAPAVAA bukan hanya ANRI saja, namun juga berbagai komunitas yang mengelola arsip film dan audio visual,” ungkap Imam Gunarto.
Sebagai informasi, SEAPAVAA merupakan asosiasi komunitas arsip audiovisual terbesar di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik yang didirikan dan diresmikan di Manila, Filipina pada Februari 1996. SEAPAVAA dibentuk atas gagasan konfederasi arsiparis, yang memiliki perhatian terhadap arsip audiovisual untuk mengembangkan pengarsipan film/video. Termasuk, mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan pengumpulan, pelestarian, dan penyediaan akses terhadap warisan audio-visual negara anggota.(***)