Surat Terbuka kepada Kapolres Sumba Barat, terkait Pejuang Subuh Sumba.

Spread the love

Pelítakota.Id Jakarta, Pdt. Naflali Djoru, mantan Ketua Umum Sinode Gereja Kristen Sumba (GKS) periode 2010-2014) yang sekarang masih aktif menjalani tugas kependetaannya di GKS jemaat Karita La Umbak membuat surat terbuka terkait perbuatan yang melukai hati umat Kristiani dengan gerakan sporadis dari Pejuang Subuh Sumba atau yang disingkat dengan PSS. Adapun hal tersebut sudah disampaikan kepada Kapolres Sumba Barat AKBP FX. Irwan Arianto, SIK., MH. namun ditanggapinya sebagai Hate Speech yang beliau katakan melalui https://www.wartapolri.com/2021/07/08/kapolres-sumba-barat-klarifikasi-terkait-hate-speech-terhadap-kelompok-pejuang-subuh-sumba/
Berikut ísí surat terbuka tersebut,

Salam hormat Kepada Kapolres Sumba Barat.
Terkait dengan pernyataan Bapak Kapolres Sumba Barat dalam sebagai Hate Speech Hate berita di bawah ini ( https://www.wartapolri.com/2021/07/08/kapolres-sumba-barat-klarifikasi-terkait-hate-speech-terhadap-kelompok-pejuang-subuh-sumba/ ) yang dihubungkan dengan gonjang ganjing Pejuang Subuh Sumba (PSS) di Sumba pada sejumlah media sosial beberapa hari ini, ijinkan saya berpendapat:

Kapolres Sumba Barat, AKBP FX Irwan Arianto, SIK., MH

1. Terkait dengan kondisi aman tentram dan Kamtibmas di Sumba Barat (Sumba secara umum) yang tetap terkendali, saya percaya penuh akan hal itu. Dasarnya adalah karena karakteristik Orang Sumba memang cinta damai dan sangat menghargai perbedaan baik suku, agama, ras maupun antar golongan (SARA). Hal itu sudah terbukti dengan pengakuan publik bahwa NTT (Sumba) adalah daerah yang menghargai kerukunan antar umat beragama. Sebagai contoh, dalam hidup sosial kemasyarakatan, ketika mempersiapkan suatu acara apapun, orang Sumba Non Muslim, selalu meminta saudara-saudari Muslim untuk menyembelih ternak. Hal ini adalah tradisi kebudayaan dan perilaku sosial yang sudah bergenerasi hidup dan dipraktekkan dalam kelompok-kelompok masyarakat Sumba hingga kini sebagai bentuk penghargaan akan keyakinan (halal dan tidak halal). Hal damai, tenang, tertib dan saling menghargai bukan hal baru lagi pak, namun sudah menjadi spiritualitas kebudayaan bagi orang Sumba.

2. Terkait pernyataan Bapak dalam link berita di bawah ini ( https://www.wartapolri.com/2021/07/08/kapolres-sumba-barat-klarifikasi-terkait-hate-speech-terhadap-kelompok-pejuang-subuh-sumba/ ), yang secara implisit mengklasifikasikan komentar dan diskusi media sosial terhadap keberadaan PSS sebagai HATE SPEECH, hemat saya akan lebih bijak jikalau Bapak tidak terlalu cepat menggolongkan semua dinamika media sosial sebagai HATE SPEECH. Hendaknya dipahami bahwa berbagai pertanyaan, komentar, pandangan, diskusi tentang PSS adalah bagian dari aspirasi masyarakat yang masih dalam tataran normal dan wajar dalam konteks pluralitas. Alangkah bijaknya jikalau Bapak mengembangkan sikap berempati sehingga dapat merasakan gejolak psikologis sosial dalam dinamika relasi bagi entitas-entitas sosial yang sedang berinteraksi dan berusaha saling memahami dan menerima serta mempertahankan nilai-nilai integrasi sosial pada tataran lokal dan semangat Nasionalisme NKRI yang sejati. Oleh karena itu maka STIGMA HATE SPEECH justru dapat berdampak “bias” melumpuhkan energi sosial yg sedang terbangun baik untuk membentuk integrasi sosial di kalangan masyarakat Sumba yang sedang berkembang dalam pluralitas hidup berbangsa dan bernegara.

3. Secara sosiologis: kecurigaan, pertanyaan, komentar, bahkan pandangan kritis yang dilontarkan terhadap kehadiran PSS dalam konteks masyarakat Sumba, harusnya dan dihargai sebagai ekspresi keresahan kebanyakan kelompok. Kehadiran PSS dalam aksi dan misinya sebagai gerakan sosio-religius baru di Pulau Sumba, terjadi dalam tatanan kehidupan sosio-religius yang sudah hidup mapan, berakar dan menyatu dengan keutuhan masyarakat Sumba. Karena itu sesuatu yang baru itu harus betul-betul mengalami proses filterisasi dan klarifikasi teologis-ideologisnya. Hal ini merupakan konsekwensi logis yang harus diterima oleh PSS, sehingga tidak serta merta atas nama HAM dan kebebasan beragama, mengabaikan prinsip-prinsip kebersamaan dan integrasi sosial dalam proses institusionalisasinya di Pulau Sumba.

4. Terkait dengan filterisasi sosial yang terjadi terhadap PSS, Bapak seharusnya memahami resistensi banyak orang Sumba. Resistensi ini berkenaan erat dengan trauma-trauma perilaku diskriminatif oleh banyak gerakan-gerakan sosio-religius di berbagai belahan wikayah Nusantara ini yang mengatasnamakan agama, namun mempraktekkan sikap-sikap ekstrimis dan radikalisme terhadap kelompok keagamaan lain di luar dirinya sehingga membahayakan nilai-nilai nasionalisme Indonesia. Bahkan atas nama agama tidak pantang melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang tidak berperikemanusiaan terhadap sesamanya yang dianggap bukan kelompoknya atau kafir.

Berdasarkan hal-hal di atas, maka saya sangat berharap kebijaksanaan Bapak selaku salah satu Kapolres di Sumba yang memiliki otoritas menjaga Kamtibmas untuk tidak menggunakan terminologi HATE SPEECH sebagai salah satu instrumen hukum yang menekan dan mengkerdilkan semangat-semangat integrasi sosial yang sedang terajut secara wajar.

PSS sebagai Gerakan sosial religius yang relatif baru beraktivitas di Sumba, sedang menghadapi proses seleksi sosial ideologis dan teologisnya oleh masyarakat Sumba pemilik kehidupannya di Pulau Sumba ini. PSS Harus mampu membuktikan eksistensinya sebagai gerakan keagamaan yang benar-benar menjalankan misi beragama yang murni.

SUMBA ADALAH INDONESIA. Sebagaimana Indonesia adalah WUJUD kesepakatan setiap kelompok yang berbeda untuk hidup bersama dalam wadah NKRI, serta tidak mentolerir dan memberi sejengkalpun tempat yang terhadap semangat-semangat radikalisme dan segala kepentingan primordialisme yang akan menghancurkan KEINDONESIAAN kita, maka SUMBA YANG ADALAH INDONESIA juga tidak pernah mentolerir dan memberi tempat sejengkalpun kepada kehadiran siapapun yang berpotensi menghancurkan dan merusak nilai-nilai kebersamaan, persatuan dan kedamaian atas nama apapun di Pulau Sumba.

Mari bergandengan tangan Pak untuk membangun ketentraman, kedamaian dan peradaban yang berperikemanusiaan di Pulau Sumba.

Salam hormat, Salam Pancasila, Salam UUD 1945, Salam Bhineka Tunggal Ika, Salam NKRI

Dari saya: Pdt Naftali Djoru!!!

(DZ-014-pk-21)

Tinggalkan Balasan