Bengkulu – Sebagai upaya mengatasi ketimpangan gender dan ekonomi khususnya di Bengkulu, Genesis Bengkulu menggelar dialog multipihak yang melibatkan pemerintah dan masyarakat dari kalangan nelayan, petani, serta akademisi, bertempat di Hotel Mercure, Rabu (28/8/2024).
Pada kesempatan ini, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah hadir langsung untuk membersamai, berdialog dan bertukar pendapat bersama para aktivis, masyarakat dan semua pihak terkait.
Isu tentang perlindungan dan pemenuhan hak kelola dan penguasaan tanah/lahan pertanian menjadi fokus utama.
Rohidin menjelaskan, saat ini pengelolaan lahan dan kawasan hutan di Bengkulu memberikan dampak positif. Hal tersebut didukung dengan meningkatnya kesadaraan terhadap kesetaraan gender.
“Contohnya, di kawasan Pal 8, Rejang Lebong ada kelompok perempuan yang berdedikasi untuk mengelola kawasan hutan produktif. Dengan sentuhan feminim, mereka mengolah kecombrang menjadi dodol. Dampaknya, hutan tidak rusak, tidak ada bencana alam dan ekonomi mereka pun terbantu,” papar Rohidin.
Untuk mewujudkan kesetaraan gender diperlukan rangkaian proses yang relevan untuk menghilangkan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki. Diskriminasi gender menyebabkan banyak perempuan terbatas dalam ekonomi.
Saat ini, peran perempuan di Bengkulu sangat terasa di segi sektor eko wisata, pemanfaatan hutan sosial kemasyarakatan, hingga pengolahan komoditas perikanan, seperti pembuatan abon ikan. Perkembangan teknologi juga menjadi faktor untuk membuat sesuatu menjadi lebih mudah dan lebih bernilai.
“Gender itu bukan hanya soal perempuan. Gender merupakan pola hubungan relasi antara laki-laki dan perempuan yang berbagi peran. Tetapi, memang ada peran perempuan yang tidak bisa digantikan oleh laki-laki, maupun sebaliknya. Bila ketimpangan gender berkurang, maka kesenjangan juga akan berkurang,” tambah Rohidin.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Genesis, Egi Saputra menyampaikan, dari pendataan dan konsultasi yang mereka lakukan, diketahui bahwa hampir di setiap kabupaten di Provinsi Bengkulu, perempuan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Contohnya, perempuan di sekitar perusahaan tambang. Hingga saat ini masih berjuang mempertahankan haknya atas tanah, perempuan di sekitar kawasan hutan yang masih berjuang mendapatkan akses dan pengakuan terhadap ruang kelolanya, serta perempuan pesisir yang menghadapi kesulitan mengakses sumber daya laut,” terang Egi.
Melalui dialog multipihak yang diselenggarakan hari ini, diharapkan dapat membedah dan mencari jalan keluar dalam upaya menurunkan ketimpangan ekonomi dan gender terhadap akses SDA yang berdampak pada ketimpangan ekonomi khususnya bagi perempuan di Bengkulu.
Ia menambahkan, dialog publik ini juga dilakukan dengan tujuan membersamai masyarakat akar rumput dan membangun pendidikan bersama dalam pengelolaan SDA secara demokratis, adil, berkelanjutan.
[Etri]