Pelitakota.id | Suara Kebenaran Hari Ini | 1 Korintus 9:19, “Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.”
Rasul Paulus menegaskan kebebasannya (1 Korintus 9:19): Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang. Ia dilahirkan sebagai orang bebas, sebagai seorang warga negara Roma. Ia tidak pernah menjadi hamba siapa pun juga, juga tidak bergantung pada siapa pun juga untuk mendapatkan nafkah hidup, namun ia menjadikan dirinya hamba dari semua orang, supaya ia boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Ia bertingkah laku seperti seorang hamba. Ia bekerja keras untuk kebaikan mereka sebagai seorang hamba. Dengan cermat ia berusaha menyenangkan hati tuannya, layaknya seorang hamba. Semua ini ia lakukan supaya ia dapat memenangkan sebanyak mungkin orang, atau mempertobatkan lebih banyak orang menjadi percaya kepada Tuan yang dia layani. Rasul Paulus, seorang murid Gamaliel yang terkenal itu, menjadikan dirinya seorang hamba, supaya mereka dapat dimerdekakan.
Bagi orang Yahudi dan orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat, ia menjadi seperti orang Yahudi, supaya ia dapat memenangkan mereka ketika berada di bawah hukum Taurat.
Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, yaitu bangsa-bangsa lain, baik yang telah mengikuti iman Kristen maupun yang tidak. Dalam hal-hal yang tidak mengandung dosa, ia dapat mengikuti kebiasaan dan kegemaran orang-orang ini demi keuntungan mereka.
Bagi orang-orang yang lemah Rasul Paulus menjadi seperti orang yang lemah, supaya ia dapat menyelamatkan mereka yang lemah (1 Korintus 9:22). Ia ingin melakukan yang terbaik bagi mereka. Ia tidak memandang rendah atau menghakimi mereka, tetapi ia menjadi seperti salah seorang dari mereka.
Singkatnya, bagi semua orang ia telah menjadi segala-galanya, supaya ia sedapat mungkin (dengan semua cara yang benar dan sah) memenangkan beberapa orang dari antara mereka. Ia tidak akan berbuat dosa melawan Allah untuk menyelamatkan jiwa sesamanya, tetapi dengan penuh sukacita ia siap menyangkal diri.
Inilah konteks kehidupan Rasul Paulus sebagai seorang hamba Tuhan. Bagaimana kehidupan kita sebagai orang percaya? Menjadi hamba atau justru TUAN yang harus dilayani oleh Tuhan untuk memuaskan kedagingan kita? (Pst.harts)