Matius 5:16 Demikianlah “hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
Terangmu Bercahaya!
Salah Satu dari Filosopi Jawa adalah URIP IKU URUP jikalau diterjemahkan kira-kira:
Hidup itu Nyala. Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain di sekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik.
Selaras dengan hal di atas, Sokrates Berkata: “Hidup yang tak diuji tidak layak dijalani”. (ho anexetastos bios ou biōtos anthrōpō). Ungkapan ini menekankan pentingnya introspeksi dan refleksi diri dalam menjalani hidup. Socrates percaya bahwa hidup yang hanya dijalani tanpa pemikiran, pertanyaan, dan evaluasi diri, tidak “Up to date” tidak memiliki makna kekinian (nggak ngerelate kata anak muda), tidak bernilai yang mendalam, dan akhirnya tidak bermanfaat buat orang sekitar, alias Hidup yang sia-sia.
Mengkaji hidup (= apa tujuan Tuhan membuat kita masih Hidup dan ada di sekitar kita saat ini), berarti mengajak kita untuk tidak hanya menjalani hidup secara otomatis dan rutin, tetapi untuk secara aktif merenungkan tindakan, pilihan, dan tujuan hidup kita, juga memahami diri sendiri dan dunia. Dengan mengkaji hidup, kita dapat lebih memahami diri kita sendiri, nilai-nilai yang kita anut, dan bagaimana kita berinteraksi dengan dunia di sekitar kita.
Pada Suku Karo, ada juga Falsafah hidup yang selaras dengan kedua hal di atas. Yaitu yang menekankan pentingnya HIDUP bermanfaat bukan hanya untuk diri sendiri tetapi bagi masyarakat luas. Falsafah itu menjadi sistem kekerabatan yang disebut dengan “Sangkep Nggeluh” (=Kelengkapan Kehidupan). Tujuannya adalah Menata hidup, mengalirkan hidup yang diuji ke dalam sistem kekerabatan yang harmonis.
Saudaraku, tunggu apalagi, yok kita lakukan Firman Tuhan:
“Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik!” Hidup harus bermanfaat nyata bagi dunia sebagai tanda murid Kristus. Amen
Pdt Ezra Simorangkir