Pelitakota.Id
Tawa Hegai memecah ruangan, diikuti gelak tawa para pelatih dan dayang istana. Seluruh ruangan riuh dengan derai tawa melihat Hadasa alias Ester yang melenggang kaku, nyaris terjatuh. “Berusahalah lebih keras lagi Hadasa! Aku memilih pelatih yang terbaik di negeri ini untuk mengajarimu tentang semua kehidupan dan tata krama istana. Jangan menyerah!” Hegai menepuk bahu Hadasa yang terkulai lunglai kelelahan sambil menghembuskan nafas panjang.
“Hegai! Apakah ini akan berhasil? Sejak kecil aku diasuh oleh pamanku Mordekhai sebagai pekerja keras, mengurus ternak dan ladang gandum. Aku dilatih mengejar binatang buas yang memangsa kambing domba. Kehidupan bersama paman telah menempaku seperti seorang lelaki perkasa. Bukan wanita gemulai yang feminim dan pesolek. Aku tidak pernah mengecap tata rias wajah maupun aksesoris. Aku terbiasa lari dengan tangkas menghantam mangsa. Sulit rasanya melangkah dengan gemah gemulai dengan pakaian kebesaran ratu semacam ini!” Keluh Hadasa sambil mengemasi gaun-gaun yang berserakan.
“Jangan berkata begitu! Masih banyak waktu. Dengarkan aku! Kau hanya perlu membuat tubuhmu rileks dan mulai melenggang perlahan dengan kaki melangkah sejajar ke depan… nah, dengan begitu langkahmu akan terlihat gemulai..” Hegai menatap mata Hadasa dengan tajam sambil memberikan Contoh. “Dan..kalau bicara cobalah mengaturnya sedemikian rupa sehingga terlihat santun dan berwibawa!” Tegas Hegai.
Hadasa duduk terdiam di sisi Hegai sambil menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ada gurat keraguan di wajahnya sambil menatap jauh ke langit- langit. “Apakah aku layak menjadi seorang ratu, bukan saja bagi raja tapi juga bagi rakyat? Bukankah sang raja adalah orang yang agung, besar kekuasaannya dan memiliki standar yang tinggi untuk pendampingnya?! Siapakah aku ini, Hegai? Orang yang tidak mungkin bisa masuk daftar untuk menduduki posisi seorang ratu di negeri yang besar ini!” Kata Hadasa perlahan. “Aku lebih menguasai kehidupan padang belantara. Serigala dan binatang di padang tidak mungkin dapat kuhadapi dengan cara yang diajarkan di istana ini. Aku harus berlari cepat dan menghantam musuh dengan tongkatku. Happp!” Hadasa memperagakan sambil mengacungkan kedua tangannya.
Hegai tampak melongo, ia kembali menatap Hadasa lekat. Ia melihat sebuah kekuatan di balik keraguan Hadasa yang membedakannya dengan gadis lainnya: sebuah kepribadian yang kuat, matang dan berani.
Ia begitu mandiri dan rajin, tidak seperti yang lainnya: belum terpilih tapi sudah bersikap arogan. Ia begitu bersahaja dan membaur, apa adanya. Ia memperlakukan para dayang -dayang layaknya sahabat dan keluarga.
Mudah akrab dengan siapapun sehingga para pelatih dan dayang-dayang istana begitu mengasihinya sebab ia rendah hati. Bersama mereka ia dapat bercengkrama dan tertawa lepas.
Hidup Hadasa membawa perubahan segar di kalangan istana yang selama ini monoton dan kaku oleh karena ambisi, birokrasi, kelas, status, derajat dan golongan.
Hegai sendiri menemukan makna sebuah persahabatan melalui hidup Hadasa yang lugu dan tulus.
Hadasa memilih kesederhanaan dalam setiap sikapnya. Jika yang lainnya berusaha tampil sedemikian rupa dengan persaingan yang terkadang berlebihan, Hadasa menunjukkan sikap yang tenang dan wajar menghidupi kepribadiannya yang unik dan menyenangkan.
“Hadasa..jika kelak kau terpilih jadi ratu, apa yang kau inginkan?” Ujar Hegai menatap Hadasa dengan penuh selidik.
Mendengar ini, tawa Hadasa memecah. “Bagaimana bisa? Apa mungkin?!” Katanya balik bertanya, ia merasa hal ini terlalu lucu. “Bagaimana jadi ratu sedangkan aku tidak mengenal sang raja dan raja tidak mengenal aku. Mungkin aku lebih cocok jadi asistenmu Hegai, membantumu…” Ujarnya lagi sambil tertawa ngakak dengan nada lepas.
“Huss! Jaga jangan sampai tertawamu selepas itu dihadapan Raja Apa sih yang ada dalam pikiranmu? Apakah kau tidak ingin berusaha seperti yang lainnya” Ujar Hegai lagi penasaran melihat sikap Hadasa.
“Hegai.. mengapa kau dan paman begitu yakin kalau aku bisa terpilih jadi ratu?” Bola matanya tajam bersinar penuh tanya.
“Karena ada sesuatu dalam dirimu yang tidak dimiliki gadis lainnya, yang dapat menarik dan menawan hati semua orang, itulah kekuatanmu dan itu lebih dari cukup untuk…” Belum lagi Hegai menyelesaikan perkataannya Hadasa dengan cepat memotong.
“Ratu Wasti dia tersohor dalam segala hal, kecantikannya dan kemolekannya siapa yang dapat menandingi? Belum lagi dengan kepintaran, derajat dan pengetahuannya akan pemahaman tentang kenegaraan sedangkan aku?” Ujar Hadasa lagi.
“Justru itu Hadasa! Ini kesempatan bagimu. Kalau semua yang dimiliki oleh ratu Wasti tidak membuatnya dapat bertahan mungkin dengan kehadiranmu yang berbeda akan membuat semuanya lain. Ayolah! Jika kau sudah ada disini berarti setiap kesempatan terbuka bagimu.” Kata Hegai dengan optimis. “Aku ingin melihatmu menjadi Ratu” Tandasnya lagi.
“Aku menyayangimu Hegai seperti aku menyayangi diriku, tapi, menjadi Ratu bukanlah impianku tapi menemukanmu disini telah membawaku seperti bertemu dengan kedua orangtuaku, keluargaku. Kebersamaan bersamamu membuat hatiku nyaman. Aku akan berusaha untuk tidak mengecewakanmu dan juga paman. Tapi jika kau ingin aku terpilih jadi Ratu ada hal yang terpenting yang harus kau lakukan untukku..” Hadasa menggenggam erat tangan Hegai dan menatapnya penuh harap.
“Oya!?” Hegai dengan cepat merespon. Itu memang sudah tugasku untuk melakukannya.. tapi apa yang terpenting?” Hegai menatap mata Hadasa heran.
“Cinta. Buat aku jatuh cinta pada Raja.” Jawab Hadasa dengan tegas menatap mata Hegai serius.
“Apa?!” Hegai tersentak lalu tertawa terbahak-bahak. Bagaimana aku bisa membuatmu jatuh cinta pada Raja?! Memangnya aku bisa menciptakan cinta. Ah, Hadasa itu diluar skenario..itu tidak ada dalam daftar tugasku!” Sahut Hegai agak tersedak sambil menaruh jari telunjuknya di kening Hadasa. Lembut. “Apakah kau sudah pernah jatuh cinta??”Tanya Hegai mengamati roman wajah Hadasa dengan seksama sesaat setelah ia terdiam cukup lama.
Hadasa ikut tertawa lalu menggeleng. “Aku hanya bergelut dengan kesibukan. Paman begitu menjagaku dengan ketat dari pergaulan. Bagaimana aku bisa jatuh cinta jika setiap hari hanya berhadapan dengan ternak di padang? Hegai, bisakah aku menikah dengan raja jika aku tidak jatuh cinta padanya? Kau begitu dekat dengan pamanku, dia adalah sahabatmu. Aku ingin jatuh cinta pada raja bukan karena dia seorang raja. Aku ingin mengenalnya seperti layaknya aku mengenal lelaki biasa bukan karena kedudukan. Jika aku terpilih jadi Ratu oleh karena cinta di hatiku terhadap raja, itu akan membuatku sanggup menghadapi apapun tapi jika tidak semua akan hambar dan yang ada seperti berada dalam lembah kematian. Bagaimana aku bisa hidup dengan orang yang tidak kucintai?” Desah Hadasa seraya menggelengkan kepalanya, sulit baginya membayangkannya.
Hegai kian melongo. “Apa maksudmu!?”
“Hegai, kau mengenal Raja begitu dekat, ceritakan aku rahasia hatinya. Buat aku mengenal Raja kita dengan mengenal hatinya, kegemaran, impian dan juga kelemahannya supaya aku bisa memahami kehidupannya dan belajar untuk mengasihi dan mencintainya. Aku ingin mengenal pribadi raja yang sesungguhnya tapi bukan pribadi sebagai raja yang agung dan dihormati di negeri ini tapi sebagai seorang lelaki. Aku yakin dibalik kehormatan kedudukan seorang raja ia tetap seorang manusia, seorang lelaki biasa. Jika dalam pengenalan ini membuatku jatuh cinta…itu cukup bagiku…” Ujar Hadasa dengan nada serius dan optimis. Ada getar pesona di matanya.
Hegai tampak termangu. Ia menatap Hadasa tak percaya. Ia tidak menduga gadis di depannya ini akan mengungkapkan hal ini. “Apa yang kau katakan ini tidak pernah terpikir olehku, tapi, ….hmmm” Hegai terdiam lama menatap bola mata Hadasa dengan dalam lalu mangut-mangut. “Kau benar! Ini diluar apa yang dicanangkan oleh aturan istana tapi menurutku itu ide yang bagus!” Kedua tangannya ditaruh di kedua pipi Hadasa sambil tersenyum. Ia membisikkan sesuatu ke telinga Hadasa dan Hadasa tersenyum simpul. Keduanya pun tertawa renyah!
&&&&
Hegai tampak gelisah. Sejak tadi ia mondar mandir di depan ruang hias Hadasa. Sesekali ia menjulurkan kepalanya ke dalam. Akhirnya ia tidak tahan lagi. Ia segera masuk. Ketika ia melihat Hadasa ia tampak terpana.
Hadasa terlihat anggun mempesona tapi, apa yang terjadi?” Kemarahan Hegai hampir meledak karena waktu yang ditentukan bagi Hadasa untuk menghadap Raja sudah waktunya sementara wajah Hadasa hanya tersapu bedak tipis dan make up yang seadanya begitu alami. Hadasa kau tetap mempesona sekalipun tanpa make up tapi itu diluar kebiasaan istana, desis Hegai dalam hati.
Hadasa dapat membaca apa yang dipikirkan Hegai. “Hegai…jangan marah kepada mereka. Aku memintanya demikian. Aku tidak biasa seperti itu..” Ujar Hadasa menoleh kehadapan Hegai yang sudah siap melancarkan kemarahannya kepada para perias istana.
“Lihat aku! Apa aku kurang menarik…bukankah kau selalu mengatakan bahwa kecantikan dari dalam yang utama inner beauty. Aku ingin memberi cinta dan hatiku pada raja bukan wajahku yang tertutup topeng tebal dari riasan. Jika memang aku tidak terpilih berarti bukan jodoh!” Sahut Hadasa ringan dan sambil bangkit berdiri dan melenggang di hadapan Hegai yang terkesima akan keyakinan Hadasa.
“Hadasa! Kau…” Hegai akhirnya terdiam
“Percayalah kepadaku Hegai…” Ucap Hadasa dengan tenang, ia mengerdipkan sebelah matanya kepada Hegai.
Hegai dapat melihat rona harap di mata Hadasa dan pipinya merona terbakar matahari, alami. “Hegai…aku tidak percaya hari ini sebentar lagi aku berjumpa dengan raja. Rasanya jantungku tidak bias diajak kompromi. Aku begitu gugup, tapi, aku harus tenang..hmmm!” Hadasa menarik nafas dalam sambil memejamkan matanya.
“iya, kau harus tenang, ingat semua yang sudah diajarkan selama ini tapi terpenting ikuti kata hatimu. Aku berharap denganmu Raja menemukan sesuatu yang indah yang tidak di dapatkannya dari gadis manapun dan raja jatuh cinta padamu! Iya kan?!” Ujar Hegai meyakinkan.
Hadasa mengangguk. “Jangan khawatir aku akan mengingat semua yang kau katakan.
Sudah saatnya aku harus menghadap Raja bukan?! Da…”
“Bunga Mawar Merah!!!” Keduanya pun tertawa riang.
“Kau akan heran melihat seluruh istana tumbuh subur dengan bunga mawar merah, itulah kesukaan raja kita. Menurutnya, bunga mawar Merah memiliki aroma keberanian, kesucian dan ketulusan. Itulah yang kau berikan kepada sang Raja sebagai bukti cinta dan pengabdianmu!” Ujarnya sambil menyerahkan bunga mawar itu ke tangan Hadasa lalu memberi doa restu.
Hadasa melangkah perlahan. Dayang istana yang menghantarnya meninggalkannya sendiri memasuki ruang kediaman Raja Ahasyweros. Sepasang matanya yang indah begitu mengagumi keindahan dekorasi ruangan menuju ruangan utama raja. Kemewahan bangunan dengan keramik klasik dan pernak pernik hiasan dari emas murni terpajang indah. Ia begitu terpesona dengan pemandangan yang ada di sekeliling pelataran ruang utama raja yang penuh dengan tanaman bunga mawar merah dan putih. Tumbuh subur, segar dan Terawat.
Satu persatu tanaman itu ia amati. Beberapa daun layu ia petik dan membuangnya ke tempat yang tersedia. Ia begitu asyik menikmati tanaman tersebut sehingga ia tidak menyadari jika sepasang mata terus mengamatinya mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Hadasa tidak menyadari kehadiran Raja Ahasyweros yang telah menunggu kehadirannya yang tak kunjung tiba. Melihat Hadasa asyik menikmati keindahan bunga mawar.
Raja Ahasyweros terpana melihat sikap Hadasa yang unik tidak seperti gadis-gadis peserta lainnya. Gadis ini hanya membawa setangkai bunga mawar merah, kesukaanku, desis Raja Ahasyweros dalam hatinya. Timbul di hatinya untuk menguji gadis itu.
“Hmm!!!” Suara seorang pria.
Hadasa terkejut segera menoleh ke arah suara yang menyapanya. Ia terpana melihat seorang pria tegap dan gagah berdiri tidak jauh darinya.
“Maaf, ak..aku mau ketemu Raja Ahasyweros..”
Sepasang mata pria itu begitu lembut namun menyimpan ketegasan. Hadasa terpana. Keduanya saling bertemu pandang dan keduanya pun tampak kikuk dengan wajah merona merah.
“Bukankah namamu Hadasa?!” Tanya pria itu penuh selidik, sambil berusaha menepis kecanggungan yang timbul tiba-tiba muncul.
“Aku harus menghadap raja tapi aku tidak tahu Raja di mana aku tidak diberi petunjuk?” Suara Hadasa bergetar gugup dan sedikit cemas.
“Aku pengawal Raja. Saat ini Raja sedang istirahat. Silahkan istirahat di sini saja dan menunggu” Ujar pria itu tanpa sungkan dengan ramah menghantarnya ke sebuah kursi megah di sebuah ruangan. Hal ini membuat Hadasa heran tidak seperti biasanya pengawal yang selama ini ia temui. Sikap mereka pun mulai mencair.
Pria itu duduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan Hadasa. Hadasa pun salah tingkah ketika pria itu terus menatapnya dalam. Hatinya bergetar, dan terpaku. “Ah, Kenapa ada pria ini di hadapanku sebelum ketemu raja?” Desis Hadasa dalam hati.
Sepertinya apa yang ada dalam pikirannya selama ini sirna tidak seperti yang dikatakan Hegai bahwa ia akan berhadapan langsung dengan raja bukan pengawal dan pengawal raja yang seakan tiada henti menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepalanya, mengguncang hatinya.
“Hadasa? jika kau ketemu dengan raja apa yang kau inginkan darinya?”Pria itu tertawa melihat sikap Hadasa yang gugup.
“Ak..aku…aku tidak menginginkan apa-apa.. Rasanya aku ingin pulang dan memilih untuk menjadi orang biasa saja..” Ujarnya mendesah setelah ia berhasil menguasai dirinya di hadapan pria itu. Ia berusaha mengecilkan suaranya nyaris tak terdengar.
“Mengapa begitu? O, ya!.. Apa yang kau bawa ditanganmu?” Katanya lagi dengan tersenyum.
“Ak..aku? Iya, aku hanya…membawa ini untuk raja.” Hadasa berusaha menyembunyikannya di balik punggungnya. “Hm, semoga Raja menyukainya. Baiklah! aku ke dalam dulu Raja saat ini pasti sudah siap-siap menemuimu. Bersikaplah tenang. santai saja dan jadilah dirimu sendiri ya..?!” Pria itu menepuk pundaknya akrab, seakan ia telah mengenalnya lama dan segera berlalu dari hadapannya.
Hadasa tampak gelisah. selama ini ia tidak pernah berjumpa dengan sang raja. Segera ia berlari menyusul menyentuh tangan si pengawal itu. “Apa yang harus aku lakukan jika raja datang? aku begitu gugup.” Kata Hadasa memberanikan diri buka suara. Seakan apa yang ia dapatkan selama 1 tahun lenyap dalam pikirannya.
“Mengapa kau begitu gugup? Apakah menurutmu Raja seorang yang menakutkan?! Apa yang kau dapatkan selama ini?” Ujar pria itu santai balik menghujaninya pertanyaan. “Sang raja kita bukan orang yang haus rasa hormat. dia juga manusia biasa sama seperti kau yang ingin diperlakukan sebagai seorang teman atau sahabat. Selama ini semua orang takut dan memujanya dan raja sudah muak akan hal ini. saat ini Raja mencari seorang Ratu yang dapat menjadi segalanya baginya yang lahir dari hati. saat ini kau bebas bersikap di hadapan Raja. tidak akan ada penghukuman karena ini adalah ajang pilihan. bersikap sebagai rakyat yang hormat oleh karena memuja dengan rasa takut atau rasa hormat atas dasar kasih dan cinta. itu jelas berbeda dan pilihan ada ditanganmu…” Kata pria itu dengan panjang lebar.
Hadasa terperanggah dengan apa yang dikatakan sang pria tersebut. “Ada apa? kog kamu melamun..”ujarnya lagi dengan nada menggoda.
“Bagaimana bisa Perkataanmu persis sama dengan yang dikatakan Hegai?”
“Aku mengenal Hegai cukup lama sejak aku masih kecil. Aku tahu dia siapa dan dia tahu siapa aku.” Pria itu terlihat dapat menguasai keadaan sehingga Hadasah segera mencair dan keduanya pun terlibat percakapan yang akrab dan bersahabat. “Jika bukan karena raja, Hadasa, aku suka kamu, kau gadis yang menarik dan menyenangkan aku yakin Raja jatuh cinta padamu. Tapi jika raja tidak memilihmu maka aku yang akan memilihmu…” Kata pria itu dengan nada berseloroh.
“Benarkah ?! jika aku bisa memilih aku pasti memilihmu.” Sahut Hadasa dengan berani tak mau kalah, matanya tampak berbinar cerah.
Pria itu terperanggah “Aku tidak salah dengar? apa kau rela memberikan mawar merah itu untukku bukan untuk raja?” Hadasa menunduk ada gurat kesedihan di wajahnya. melihat ini pria itu beranjak dari duduknya. “Aku senang bertemu denganmu. jika raja memilihmu, ingatlah kenangan bersamaku. Jangan pernah melupakan aku sekalipun pertemuan ini singkat namun sangat berkesan di hatiku. Aku harus masuk menjemput Raja. Hadasa, ini rahasia kita berdua ya..! jika tidak kita akan..”ujarnya memperagakan tangannya membelah lehernya.
Melihat itu Hadasah tertawa lebar. “Mati berdua!”
“Ssttt! di sini banyak mata-mata. jika ada langkah datang mendekat kau harus menundukkan wajah dan tubuhmu untuk memberi hormat sampai Raja menyuruhmu untuk berdiri tegak!” Ujarnya mengingatkan sambil berlalu.
Hadasa mengangguk dengan iringan tawa segar sambil Melambaikan tangannya. wajahnya tampak gembira ada rona bahagia di sana. namun tidak lama rasa gelisah dan resah mulai menghantuinya. Sebentar lagi ia berhadapan dengan raja.
Suara Langkah tegap terdengar mendekat. Hadasa segera bangkit dari duduknya dan segera siap bersujud membungkukkan tubuhnya di lantai. sekilas matanya sempat menangkap sepatu megah membungkus kaki sang raja yang mendekat dan tepat satu diri di hadapannya.
“Paduka yang mulia saya memberi hormat!”ujar Hadasa dengan suara bergetar penuh. sekarang ia akan berhadapan langsung dengan raja yang besar di negeri ini. Jantungnya berpacu kencang. pikirannya berkecamuk. antara teori dan praktek begitu jauh berbeda.
“Berdirilah Hadasa!” Suara sang raja terdengar tegas dan berwibawa, tertawa kecil. “Berhentilah bersikap demikian dan pandang wajahku,” Suara tegas dari orang yang baru saja dikenalnya namun sudah akrab di hatinya.
Hadasa tersentak dengan suara yang tidak asing di telinganya yang baru saja berlalu. Secara spontan ia langsung berdiri dan memandang ke wajah sang raja. Alangkah kagetnya dia, di hadapannya berdiri pria yang sejak tadi menemaninya bercanda dan bercengkerama namun saat ini ia berpakaian kebesaran seorang raja. “Ka..kau adalah..ba…ba…Baginda?” Terbelalak nyaris terjatuh saking kagetnya.
“Sudahlah Hadasa! Sejak kau masuk aku sudah melihat dan mengamatimu. Sejak itu rasanya aku menyukaimu. aku telah menjadi diriku sendiri di hadapanmu yang tidak pernah kulakukan selama ini. Aku, memilihmu…” Raja Ahasyweros tersenyum menarik kedua tangan Hadasa, meremas jemarinya dengan lembut dan menatap kedua bola mata Hadasa dalam-dalam. Setangkai bunga mawar Merah terjatuh ke lantai ketika Raja Ahasyweros merengkuh Hadasa dalam dekapannya. (Tamat)
Penulis Lasma M Simbolon (Ketua PD Pewarna Indonesia Propinsi Jawa Tengah
( cerita ini dikembangkan menurut imajinasi penulis dr kitab Ester)