JAKARTA – Dalam Seminar Rancangan Proyek Perubahan (RPP) Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II Angkatan XXVII Kementerian Agama bersama Lembaga Administrasi Negara (LAN) 2024, Kasubdit Penyuluhan Umat Direktorat Urusan Agama Hindu Ni Wayan Pujiastuti memamparkan RPP bertajuk ‘Simakrama: Sistem Manajemen Konflik Ramah Umat’.
RPP itu telah diujikan pada Seminar RPP Pelatihan Kempemimpinan Nasional tersebut pada, Senin (2/9/2024) yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Tenaga Administrasi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama bekerja sama dengan Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI.
Ni Wayan Pujiastuti dalam prosesnya dimentori oleh Dirjen Bimas Hindu Prof. I Nengah Duija. Dalam pengujian, paparan tentang Simakrama disimak langsung oleh Coach H. Achmad Nijam dan Penguji dari LAN Dr. Caca Syahroni.
Dalam paparannya, Puji menjelaskan Simakrama merupakan resolusi konflik berbasis keagamaan untuk menciptakan kesadaran bahwa dialog dan pengertian lebih kuat daripada kekerasan.
“Dalam kedamaian, kita menemukan solusi yang menghormati martabat semua pihak, membangun jembatan pengertian, dan mewujudkan harmoni yang abadi,” jelasnya.
Ia menjelaskan, hal yang melatarbelakangi RPP miliknya ada 3 hal, yaitu: Persoalan isu “tradisi”, “garis keturunan spiritual”, “sekte”, atau “sistem keagamaan” (sampradaya). Selain itu juga dualisme kepengurusan Parisada Hindu Dharma (PHDI) menjadi konflik sosial berdimensi keagamaan serta tuntutan Ditjen Bimas Hindu harus hadir dalam penyelesaian konflik intern sosial berdimensi keagamaan.
“Tujuan dari proyek perubahan ini adalah untuk menyediakan sistem manajemen Konflik yang ramah bagi umat dengan harapan manfaat dari berbagai aspek bisa didapatkan umat, terutama aspek sosiologis,” katanya.
Artinya, lanjut dia, dari aspek sosilogis yang diharapkan adalah di mana penguatan kohasi sosial bisa memperkuat kohesi sosial dengan mengurangi ketegangan antara kelompok-kelompok berbeda dalam masyarakat.
“Kemudian, meningkatkan rasa aman dan kedamaian dengan adanya mekanisme penyelesaian konflik yang efektif dan adil, masyarakat dapat merasakan peningkatan rasa aman dan kedamaian serta peningkatan partisipasi sosial,” katanya.
Penyelesaian konflik yang ramah umat ini, kata dia, bisa mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam penyelesaian konflik serta penyebaran nilai-nilai toleransi yang berfokus pada perdamaian dan pengertian antar umat.
RPP ini, lanjut dia, dapat diterapkan secara berkelanjutan. $Program sistem manajemen konflik ramah umat dapat terus berkembang dan memberikan dampak yang berkelanjutan. Kunci keberhasilan terletak pada integrasi kelembagaan, penguatan kapasitas, pendanaan yang memadai, partisipasi masyarakat, monitoring yang efektif, dan inovasi yang terus menerus,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Dirjen Bimas Hindu memberikan penguatan bahwa RPP tersebut sudah bagus dan sangat urgent, namun perlu pemantauan yang sungguh-sungguh karena berhubungan dengan kondisi sosial masyarakat yang dinamis.
“Secara prinsip ini sudah cukup baik tapi memang proyek perubahan ini karena memantau tingkat interaksional kondisi sosial itu banyak faktor yang akan mempengaruhi perjalanan ini karena perilaku manusia itu selalu berubah,” jelasnya.
“Oleh karena itu, manusia sebagai subjek di situ dan juga manusia sebagai objek itu harus dipantau. Jadi perkembangan harus diadaptasi terus,” imbuhnya.
Menurut Dirjen Bimas Hindu, RPP ini sangat urgent karena konflik sosial keagamaan saat ini beririsan dengan politik, ada kepentingan golongan dan lainnya.
“Jadi yang kita kuatkan adalah bahwa proyek perubahan ini mengandung 2 hal, yaitu substansi secara metodologi dan secara agama. Bagaimana menyelesaikan persoalan-persoalan keagamaan itu dalam konteks sosial yang tidak asyik hanya bicara soal manusia tapi juga bicara dengan substansional,” jelasnya. (Romo Kefas)