Politik yang Hilang: Ketika Kekuasaan Menjadi Tujuan, Bukan Jalan untuk Melayani

Spread the love

Bogor – Di tengah hiruk pikuk kehidupan sehari-hari, kita sering kali lupa bahwa politik bukan hanya tentang kekuasaan dan kepentingan pribadi. Politik seharusnya menjadi wadah untuk melayani publik, memperjuangkan keadilan, dan meningkatkan kualitas kehidupan bersama. Namun, apa yang terjadi ketika politik kehilangan arah dan makna? Ketika kekuasaan menjadi tujuan utama, bukan jalan untuk melayani? Politik hari ini telah kehilangan arah dan makna, apa yang seharusnya menjadi jalan suci menuju keadilan dan kebaikan bersama, kini telah berubah menjadi ajang perebutan kekuasaan dan kepentingan pribadi.

Seperti kata pepatah Jawa, “Aji godhong garing”, yang berarti “nilai-nilai yang kering dan tidak memiliki makna”. Politik hari ini telah kehilangan nilai-nilai luhur seperti pengabdian, integritas, dan empati. Nilai-nilai luhur seperti pengabdian, integritas, dan empati telah tergeser oleh kepentingan pribadi dan ambisi. Akibatnya, politik menjadi alat perebutan posisi dan penghidupan pribadi, bukan lagi wadah untuk melayani publik.

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (2), “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Namun, dalam prakteknya, kedaulatan rakyat seringkali diabaikan dan digantikan oleh kepentingan pribadi dan golongan. Contohnya, dalam pemilihan umum, partai politik seringkali lebih memprioritaskan kepentingan pribadi dan golongan daripada kepentingan rakyat.

Partai politik, yang semestinya menjadi medan juang kewargaan, kini lebih mirip agensi karier. Bukan lagi pembibitan pemimpin berintegritas, tetapi pasar bebas bagi mereka yang mampu membeli tiket kekuasaan. Pencalonan hari ini lebih mirip seleksi kerja, di mana yang bermodal, berjaringan, dan viral adalah yang dilirik. Ini menunjukkan bahwa partai politik telah kehilangan fungsi utamanya sebagai wadah untuk menghasilkan pemimpin yang berintegritas dan memiliki visi untuk melayani publik.

Seperti kata pepatah Jawa, “Manunggaling kawulo Gusti”, yang berarti “kesatuan antara rakyat dan pemimpin”. Namun, dalam prakteknya, partai politik seringkali lebih memprioritaskan kepentingan pribadi dan golongan daripada kepentingan rakyat. Wakil rakyat pun kehilangan makna “wakil”. Mereka lebih fasih menyuarakan kepentingan fraksi atau pemodal daripada jeritan konstituen.

Banyak yang sibuk membangun citra pribadi ketimbang menyimak kegelisahan publik. Ini menunjukkan bahwa wakil rakyat telah kehilangan fokusnya sebagai pelayan publik dan lebih memprioritaskan kepentingan pribadi dan golongan. Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Pasal 73, “Anggota DPR, DPD, dan DPRD wajib melaksanakan keputusan yang diambil dalam rapat paripurna”.

Img 20250718 wa0053
Kefas Hervin Devananda [Romo Kefas]

Namun, dalam prakteknya, wakil rakyat seringkali lebih memprioritaskan kepentingan pribadi dan golongan daripada kepentingan rakyat. Untuk membangun politik yang lebih baik, kita perlu meningkatkan kesadaran politik dan partisipasi publik. Kita perlu membangun kultur politik yang sehat dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Kita juga perlu mencari pemimpin yang berintegritas dan membangun demokrasi yang lebih substansial.

Partai politik harus kembali ke khitahnya sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan meningkatkan kualitas kehidupan bersama. Mereka harus memiliki semangat kebangsaan dan cita-cita bersama untuk memperjuangkan cita-cita bangsa. Dengan demikian, partai politik dapat menjadi agen perubahan yang efektif dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Partai politik juga perlu memiliki semangat kaderisasi yang kuat, bukan hanya mencari orang-orang yang memiliki modal dan jaringan.

Kaderisasi yang baik dapat membentuk pemimpin yang berintegritas dan memiliki visi untuk melayani publik. Dengan demikian, partai politik dapat memperjuangkan kepentingan rakyat dan meningkatkan kualitas kehidupan bersama. Partai politik juga perlu meninggalkan praktek transaksional dalam proses kaderisasi dan seleksi calon pemimpin. Praktek transaksional dapat menyebabkan partai politik kehilangan integritas dan kepercayaan publik.

Beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan politik saat ini adalah meningkatkan kesadaran politik dan partisipasi publik melalui pendidikan politik dan kampanye kesadaran politik, membangun kultur politik yang sehat dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses politik, mencari pemimpin yang berintegritas dan memiliki visi untuk melayani publik, bukan hanya memperjuangkan kepentingan pribadi dan golongan, dan meningkatkan peran partai politik sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan meningkatkan kualitas kehidupan bersama. Dengan demikian, kita dapat membangun politik yang lebih baik dan meningkatkan kualitas kehidupan rakyat. Politik bukan hanya tentang kekuasaan dan kepentingan pribadi, tetapi tentang melayani publik dan memperjuangkan keadilan.

Oleh Kefas Hervin Devananda [Romo Kefas]

Tinggalkan Balasan