Mazmur 52:7 (TB) “Lihatlah orang itu yang tidak menjadikan Allah tempat pengungsiannya, yang percaya akan kekayaannya yang melimpah, dan berlindung pada tindakan penghancurannya!”
Globalisasi yang telah membuat dunia hidup tanpa sekat dan batas lagi dan telah juga menciptakan masyarakat yang hedonis, konsumtif, pragmatis dan sekuler, yang pada gilirannyanya segala sesuatu diukur dengan “apa yang dimiliki”, gaya hidup “yang suka pamer kekayaan” yang diwujudkan melalui penampilan yang selalu mewah. Di kalangan pendeta-pendeta Kristen yang disebut “pendeta besar dan terkenal”, ada sebutan “pastor in style” yaitu para pendeta yang suka berpenampilan mewah. Pertanyaannya, apakah jemaat yang dilayaninya hidup rata-rata juga dalam kemewahan? Apakah hal itu pantas dan sesuai nilai-nilai Injil?
Lalu muncul sebutan “*sugar daddy*” yang artinya istilah untuk pria dewasa dan kaya raya, suka menghamburkan uangnya, bahkan kerap memberi hadiah-hadiah mahal kepada wanita lain. Pria dewasa yang kaya raya ini kerap menjalin hubungan kasih yang tidak semestinya. Karena itu patut dicamkan bagi para pendeta atau hamba Kristus, bahwa berbagai penampilan yang tidak sepatutnya hanya menimbulkan rasa ketertarikan yang tidak wajar, karena terlalu percaya pada kekayaan yang melimpah, ditambah ketenaran nama, sadar atau tidak ia akan mengarah kepada sugar daddy. Di mana ada gula di situ ada semut, siapa wanita yang tidak ingin diberi perhatian, diberi hadiah khusus oleh daddy sugar? Hal ini jangan diartikan semua wanita akan seperti itu. Wanita-wanita yang menyukai daddy sugar, umumnya dipandang elok paras, dan hidup ekonominya sangat minim, bisa juga karena kehilangan figur kebapakkan dari kecilnya.
Khusus kepada gembala, pendeta dan penginjil, hendaknya ia dapat menjaga dirinya sendiri, jangan sekali-kali membuka diri lalu menjadi suatu sosok sugar daddy! Dari masalah penampilan, tutur kata, sikap pendekatan, penampilan baik secara pribadi maupun pelayanan antar gembala dengan jemaat, pertahankanlah seluruh sikap bahwa ia adalah hamba Tuhan sejati bukan pemimpin sugar daddy, ia harus menjadi bapak rohani yang mencerminkan Kristus. Jangan ciptakan kesenjangan dalam jemaat, betapa kayanya sang gembala dan betapa susahnya jemaat yang dilayani, di situ setumpuk kebutuhan menanti. Kasih harus dijalankan secara wajar! Ingat setiap orang yang bermasalah, memiliki begitu banyak kebutuhan, ia harus mengungsikan dirinya kepada Tuhan Yesus, bukan kepada pemimpin sosok yang kerap lemah juga.
Salam Injili