Organisasi Aliansi Masyarakat Peduli Rehabilitasi Meminta Kapolri Menerapkan UU 8 Tahun 2021 Tentang Rehab Bagi Pecandu Narkoba

Spread the love

Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Anti Narkotika Internasional yang jatuh pada tanggal 26 juni setiap tahunnya. Sejumlah 30 organisasi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Rehabilitasi yang terdiri organisasi masyarakat sipil, organisasi korban narkotika dan organisasi profesi serta bantuan hukum secara kolektif siang itu Kamis 27/6/24 menyampaikan Surat bersama Kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia ( KAPOLRI ), Jendral Listyo Sigit Prabowo di Markas Besar POLRI, jalan Trunojoyo 1 Jakarta.

Zaenal Suhendi ketika ditemui di kawasan Tugu Proklamasi Jakarta Pusat mengatakan bahwa bersama aliansi ini akan menyampaikan surat di mana isinya tentang keprihatinan ALIANSI MASYARAKAT PEDULI RAHABILTASI terhadap implementasi dari penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan Restoratif (Restorative Justice) spesifik pada pecandu dan penyalahguna NAPZA sesuai dengan mandat dari peraturan Kepolisian Republik Indonesia (PERPOL) nomor 8 tahun 2021 yang cenderung masih belum ideal prateknya dan juga banyak merugikan korban narkotika dalam mendapatkan rehabilitasi baik medis maupun rehabilitasi sosial seperti yang diatur didalam Undang undang Narkotika nomor 35 tahun 2009.

Sedangkan Koordinator dari kegiatan ini, Checep Suprtady yang juga menjabat sebagai Koordinator Nasional Persaudaraan Korban Napza Indonesia PKNI yang mewakili suara dari korban narkotika menyampaikan beberapa hal penting yang mereka sampaikan di surat untuk KAPOLRI antaranya

Pertama, Rujukan ke lembaga rehabilitasi yang dilakukan oleh pihak penyidik kerap dilakukan dengan merujuk Ke lembaga rehabilitasi swasta berbayar dengan biaya yang sangat mahal dengan justifikasi bahwa hanya lembaga tersebut yang memiliki perjanjian kerjasama dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia.
Kedua, Penunjukan lembaga rehabilitasi yang dilakukan oleh institusi POLRI masih dirasakan inkonstitusi dengan undang – undang 35 tahun 2009 dan juga Peraturan Pemerintah ( PP ) nomor 25 tahun 2011 tentang pelaksana Wajib Lapor Pecandu Narkotika.

Ketiga, Tidak dilakukannya asesmen oleh tim asesmen terpadu ( TAT ) sesuai kriteria dan persyaratan – penanganan tindak pidana pidana bedasarkan keadilan restorative sesuai dengan Parpol nomor 8 tahun 2021 yang secara spesifik tertulis di Pasal 9 ayat (1) huruf d. Hasil rekomendasi dari tim TAT tidak secara trasfaran diinformasikan kepada pihak keluarga pecandu dan penyalahguna NAPZA.

Keempat Belum adanya Petunjuk Teknis atau Petunjuk Pelaksanaan yang jelas sehingga bisa menimbulkan misintepretasi dalam implementasi Perpol nomor 8 tahun 2021 tersebut.

Kelima, Pihak keluarga tersangka tidak mendapatkan informasi yang transfaran dan jelas mengenai semua ops- opsi lembaga rehabilitasi yang tersedia lebih terjangkau bahkan bisa gratis gengan kualitas layanan yang terstandarisasi ketika pihak keluarga mengajukan haknya agar tersangka dapat di dilakukan rehabilatasi

KeenamPenegakan hukum yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia mulai bergeser arahnya dari upaya mengurangi demand reduction yang harusnya berfokus pada para pengedar beskala besar dalam prakteknya semakin sering kami mendapatkan laporan mengenai tindakan penegakkan hukum dengan menargetkan pecandu,penyalahgunaan NAPZA yang notaben adalah merupakan korban dari peredaran gelap NAPZA tersebut

Sealin itu Reinhard Siagian yang juga merupakan Direktur dari Yayasan Jabesz, sebuah lembaga yang menyediakan layanan rehabilitasi llepada korban penyalahgunaan narkotika juga menyampaikan beberapa poin rekomendasi kepada KAPOLRI.

Beberapa poin yang disampaikan mengacu undang-undang nomor 2 tahun 2022 tentang Kepolisian Republik Indonesia bahwa fungsi Kepolisian harus memenuhi semangat pemenuhan Hak asasi manusia (HAM), hukum dan keadilan.

Untuk mereka meminta kepada Jendral polisi Sigit Listyo Wibowo selaku kepala kepolisian RI untuk meningkatkan kualitas pengawasan internal, khususnya dalam implemtasi dari penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restorative pada kasus-kasus NAPZA

Kemudian perlunya melibatkan lembaga-lembaga layanan rehabilitasi yang lebih terjanghkau dengan standarisasi nasional. Termasuk layanan rehabilitasi milik negara seperti kemenkes, kemensos sebagai lembaga yang menerima rujukan keadilan restorative bagi para pecandu dan penyalagunaan NAPZA dari kepolisian

Tak kalah pentingnya kepolisian melakukan peninjauan kembali terkait kerjasama dengan lembaga-lembaga rehabilitasi swasta berbayar dan memasukan lembaga-lembaga rehabilitasi yang lebih terjangkau sebagai pilihan solusi demi meningkatkan kualitas dan kuantitas program rehabilitasi sesuai dengan program percepatan rehabitasi POLRI yang sedang berjalan di 10 propinsi saat ini

Rehard Siagian juga meminta pelibatan organisasi masyarakat sipil berbasiskan korban dari peredaran gelap NAPZA secara lebih bermakna untuk dapat memberikan kontribusi positif dan membangun dalam upaya mendukung program pemerintah dalam pemberatasan narkoba di Indonesia.

Sementara Hendrik Wowor direktur Panti Rehabilitasi Agape yang berbasis di Puncak Bogor ini menambakan korban penggunaan narkoba yang oleh UU No. 35 tahun 2009 diarahkan untuk menjalankan rehabilitasi namun praktek di lapangan justru terbalik, mereka yang ditangkap oleh aparat hukum karena penyalahgunaan narkoba seringkali justru disidik lalu diarahkan kepengadilan tragisnya sebagian besar diantara para korban tersebut vonis nya bukan di rehab tetapi malah dipenjara.

Maka tak heran kalau penjara-penjara di Indonesia ini penghuninya para korban penyalanggunaan narkoba. Hendrik melanjutkan kalau KAPOLRI sekarang katanya menekankan pada penanganannya menekankan pada restorasi justice artinya penyidik dengan haknya mengarahkan para korban pengguna narkoba itu bukan diadili di pengadilan tetapi diarahkan ke rehabilitasi.

Tentu imbuh Hendrik kita penggiat rahabilitasi anti narkoba menyambut baik niat Kapolri itu, pertanyaan yang mengemuka apakah praktek dilapangan sama seperti yang disampaikan Kapolri itu, mari kita lihat bersama-sama ajak, Hendrik serius.

Maka di momet memperingati hari anti NAPZA ini Kapolri memberi suvervisi yang ketat terhadap anak buahnya, agar restoratif justice ini lebih banyak diterapkan oleh para penyidik dalam menangani korban dan para pencandu narkoba.

Para pencandu narkoba itu secara internasional lanjut Hendrik dikelmpokan sebagai orang sakit, sehingga yang cocok bagi mereka bukan di penjara tetapi ya rumah sakit, nah kalau rumah sakitnya para pecandu narkoba ya di panti rehabilitasi tersebut.Lagi pula orang tidak akan berhenti sebagai pencandu karena gegara di penjara tetapi justru mereka sembuh di tempat rehab karena mereka dibina dan dilatih akan dibantu agar mereka bisa bisa lepas dari narkoba, salam cinta anak bangsa, pungkas Hendrik semangat.

Untuk itu dikesempatan memepringati hari anti narkoba ini para anggota Aliansi Masyarakat Peduli Rehabilitasi sangat berharap KAPOLRI dapat memperhatikan semua masukan dan mengharapkan KAPOLRI terbuka untuk melakukan dialog langsung dengan seluruh anggota Aliansi. Hal inis ejalan dengan statemen KAPOLRI mengenai himbauan agar masyarakat beranu mengkritik pedas POLRI maka akan menjadi SAHABAT KAPOLRI.

Kembali apa kata Zaenal dipemerintahan yang baru ini agar benar-benar pemerintah menerapkan yang baik dengan menindak panti panti rehab yang nakal, dan terus mengawal pihak kepolisian menegakan sesuai aturan yakni restoratif justice, tutupnya.(YM)

Tinggalkan Balasan