” Momentum Natal Perkuat Toleransi.”

Spread the love

Pelitakota.Id |Saya kutip Tema Natal 2019, “Hiduplah sebagai sahabat bagi semua orang”. Tema itu relevan dengan ajakan menjadikan Natal dan Tahun baru 2021 sebagai momentum mengikat kembali persatuan dan kesatuan bangsa.

Persatuan dan kesatuan bangsa memang sangat perlu diikat kembali karena sempat kusut selama tahun politik pemilu 2019. Natal dijadikan momentum untuk menguatkan semangat toleransi dan asa Tahun Baru mengantarkan bangsa ini kian dewasa menyelesaikan persoalannya.

Toleransi hakikatnya ialah menjadikan sesama anak bangsa sebagai sahabat, hidup berdampingan dalam perbedaan. Bersahabat dalam perbedaan itu membutuhkan rasa aman dan nyaman yang mesti dihadirkan oleh negara.

Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan seluruh aparatur negara untuk menghadirkan rasa aman dan nyaman di tengah-tengah masyarakat pada liburan panjang, termasuk menjelang Natal dan Tahun baru 2021 yang akan datang.

Bangsa Indonesia memiliki modal sosial yang kuat, sangat kuat, terkait toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Modal sosial itu bukanlah ilusi, tapi fakta berdasarkan hasil survei kementerian agama Republik Indonesia.

Ada tiga kategori yang dianalisis dalam survei yang diumumkan pekan lalu itu, yaitu toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Poin pertanyaan terkait toleransi ialah kesediaan responden memiliki tetangga yang berbeda agama.

Ada pula kesediaan untuk menerima di lingkungan tempat tinggal mereka ada rumah ibadah agama minoritas apabila sudah memenuhi persyaratan izin mendirikan rumah ibadah dari pemerintah daerah. Indeks kerukunan yang tinggi itu terkait persepsi masyarakat. Artinya, dalam benak masyarakat sudah ada kesediaan memiliki tetangga berbeda agama, bahkan menerima tempat ibadah agama minoritas sepanjang memenuhi persyaratan.

Apa yang ada dalam benak masyarakat itulah modal sosial membangun toleransi. Namun, modal ini tidak ada artinya tanpa perilaku nyata. Butuh tindakan nyata dari negara, utamanya Pemerintah daerah dan masyarakat untuk mempraktikkan hidup sebagai sahabat bagi semua orang dalam keseharian.

Elok nian bila pemerintah daerah terus-menerus menyampaikan narasi kerukunan warga dalam berpandangan dan bersikap. Perilaku intoleransi harus disingkirkan. Peradaban modern justru menerima orang lain sebagai sahabat, merawat persatuan di atas perbedaan.

Himbauan saya, Pemerintah daerah beserta segenap perangkatnya sampai tingkat paling rendah perlu terus-menerus mempromosikan sikap toleransi itu menjadi bagian dari gerakan rakyat yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah daerah.
Organisasi-organisasi keagamaan di akar rumput hendaknya didorong untuk dibiasakan bertemu dan berkegiatan bersama guna menghilangkan stigma. Bahkan, komunitas masyarakat di tingkat rukun tetangga juga didorong memelopori praktik toleransi.

Jika toleransi sudah menjadi tradisi di tingkat akar rumput, bahkan menjadi bagian dari gaya hidup peradaban modern mereka, niscaya tidak ada lagi cerita pelarangan kelompok umat masyarakat hari besar keagamaannya.

Toleransi di tingkat akar rumput secara umum sudah berjalan sangat baik. Bukankah keamanan gereja di banyak tempat justru dijaga saudara-saudara beragama lain? Pelarangan perayaan Natal, jika masih ada, itu hanyalah nilai setitik yang mesti di selesaikan secara bijak agar tidak merusak susu Sebelanga bernama ‘toleransi’.

Oleh Wartawan Media,
Pelita Nusantara,
Jujur, Cermat, Berani,
(P. Sirait). Pewarna Indonesia.

Tinggalkan Balasan