Pelitakota.id Injil Kristus tidak pernah murah. Ia berharga nyawa seorang putera Allah. Injil Kristus juga tidak pernah mudah. Jalannya ialah: Via Dolorosa, Jalan Penderitaan, Jalan Salib. Karena itu seseorang yang hendak berpegang kepada Injil Kristus, juga tidak akan mengalami hidup yang murah dan mudah. Ada harga yang harus dibayar.
Orang Pertama secara spontan menyatakan tekad dan semangatnya untuk mengikut Yesus. Tetapi Yesus menyatakan, bahwa untuk mengikut Dia, semangat dan tekad saja tidak cukup. Karena mengikut Dia, berarti mengikut Mesias ke Kayu Salib. Mengikut Dia berarti mengikuti Dia yang tak ada tempat untuk meletakkan kepalaNya. Hidupnya hanya diwarnai oleh ketaatan yang penuh, tanpa kenangan manis di belakang, tanpa harapan memukau di depan. Ada harga yang harus dibayar.
Kini marilah kita lanjutkan percakapan antara Yesus dengan orang kedua. Orang yang kedua ini barangkali merasa yakin untuk dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi orang pertama. Ia sanggup menderita. Ia tidak mengharapkan fasilitas apapun juga. Ia sanggup mengikuti Yesus, bahkan sampai kepada kematian. Karena itu, ketika ia menerima undangan Yesus, ia barangkali mengatakan: Beres Tuan! Saya akan mengikutiMu. Saya tahu apa konsekwensinya, dan saya sudah siap untuk itu. Tetapi…..
Semuanya beres, tetapi…ia mengajukan permintaan yang kecil, ringan dan wajar! Ia ingin terlebih dahulu menguburkan bapanya. Ungkapannya ini artinya adalah : Ia ingin mengikut Yesus, tetapi toh ini tidak berarti ia harus meninggalkan tanggungjawab kekeluargaannya.
Saya katakan bahwa permintaan itu wajar dan tidak mengada-ada. Musa sendiri menekankan tanggung jawab seorang anak terhadap orang tuanya. Yesus sendiri mengatakan, bahwa Ia datang bukan untuk merombak hukum Taurat. Orang ini ingin mengikut Yesus, sambil memenuhi tugasnya untuk orang tua. Ia ingin memenuhi kedua-duanya.
Tetapi, apa jawab Yesus? Biarlah orang mati menguburkan orang mati! Adakah Yesus mengatakan, bahwa orang tidak usah bertangggung jawab lagi atas orangtuanya? Adakah mengikut Yesus harus berarti mengasingkan diri dari hidup kekeluargaan? Tetapi dapatkah kita laksanakan sekaligus?
Yesus tidak bermaksud demikian. Apa yang hendak Yesus katakan ialah: bahwa tanggung jawab terhadap keluarga yang penuh itu justru terjadi apabila orang mengikut Yesus secara penuh juga. Apa yang Yesus katakan ialah, bahwa tidak mungkin membagi ketaatan kepada Tuhan 50% dan ketaatan kepada keluraga 50%; atau ketaatan kepada Tuhan 90% dan ketaatan kepada keluraga 10%. Tidak!! Ketaatan kepada Tuhan harus merupakan ketaatan 100%! Karena hanya dengan begini orang dapat melaksanakan tangung jawab kemanusiaannya dan kekeluargaannya pula 100%!
“Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.” Sebenarnya Yesus hendak mengulangi apa yang pernah Ia katakan; Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkannya kepadamu. Tanggung jawab kemanusiaan memang tidak perlu hilang. Bahkan Yesus datang untuk mengokohkannya. Tetapi tanggung jawab kemanusiaan dan kekelurgaaan tak dapat dilaksanakan di samping tanggung jawab kepada Allah. Tanggung jawab itu harus dilaksanakan di dalam tanggung jawab kepada Allah! Tanggung jawab kemanusiaan-kekeluargaan tidak terletak di luar tanggung jawab kepada Allah, tetapi di dalamnya. Tanggung jawab kepada Allahlah yang harus melandasinya, mewarnainya dan mengisinya. Barulah di sini kita dapat berjumpa dengan tanggung jawab manusiawi yang sejati dan sesungguhnya.
Banyak orang telah memenuhi syarat untuk mengikut Yesus: tekadnya, semangatnya, kerelaannya berkorban dsb. Tetapi amat sedikit yang meletakkan segala segi kehidupannya di dalam rangka ketaatannya kepada Tuhan. Bukan dia tidak taat kepada Tuhan, Tetapi, selalu ada sesuatu di samping itu. Ia memilih ini dan itu. Ia memilih ini di samping itu. Ini adalah ciri Kristen setengah mateng alias Kristen part-time.
Kini percakapan Yesus dengan orang ketiga.
Orang ini barangkali memiliki kualifikasi yang lebih baik dari kedua orang yang mendahuluinya. Ia rela menderita dan berkorban. Ia memiliki tekad dan semangat. Keluarganya bukan rintangan dan halangan yang besar. Tetapi…..
Orang ini mau mengikut Tuhan, tetapi minta permisi sebentar. Saya mau mengikutMu Tuhan, tetapi jangan sekarang, saya akan berpamitan dulu dengan keluarga saya. Perhatikanlah: Keluarga bukan rintangan, bahkan ia mau mengucapkan selamat tinggal. Orang ini mau mengikut Tuhan, tetapi minta waktu. Masih ada sesuatu yang harus dibereskan dahulu.
Tetapi kali ini juga Yesus menolak alasan orang itu. Bukan karena alasan itu tidak kuat, tetapi karena Yesus melihat jauh ke dalam lubuk hati orang itu. Mau mengikut Yesus, tetapi nanti kalau semua beres. Mau maju, tetapi untuk sementara mundur dulu. Mau taat, tetapi untuk sekarang jangan dulu.
Orang yang siap membajak, tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Keraajan Allah dan orang ini menoleh ke belakang. Ada alasan dan tekad yang kuat untuk menatap ke depan, tetapi ada alasan kecil untuk harus menoleh ke belakang. Sementara ini, ia menjadi Kristen Setengah matang alias Kristen Part-timer dulu. Membajak sambil menoleh ke belakang. Aneh bukan?
Saudaraku, pada suatu ketika, waktu tentara Romawi menyerbu Inggris, terjadilah suatu peristiwa yang menarik. Komandan tentara Romawi memerintahkan untuk membakar semua kapal yang telah membawa mereka ke pantai Inggris. Tentu saja perintah ini mendapat protes, karena “setengah sinting,” membakar kapal-kapal berarti tidak punya kesempatan lagi melarikan diri jika bahaya mengancam. Tetapi, apa jawab komandan itu? Ia berkata: Bagi tentara Romawi tidak ada ingatan sedikit pun untuk melarikan diri!!! Ketika kita mulai berperang, ingatan kita hanya satu: maju dan menang.(Bnd. Wahyu 2: 10).
Memang benar. Orang tak mungkin dengan 90% berjuang dan 10% bersiap-siap untuk melarikan diri. Tetapi bagaimana dalam prakteknya? Kapal-kapal barangkali dibakar habis, namun rakit-rakit dibangun lagi. Bukan batu besar, tetapi kerikil kecil yang membuat kita menjadi Kristen Setengah mateng alias Kristen part-timer.
Jadilah seperti pemuda yang berkata demikian kepada kekasihnya: Kekasihku, betapa dalam cintaku padamu! Untukmu aku bersedia mengarungi samudera luas dan menuruni jurang-jurang terdalam. Untukmu aku bersedia memasuki lautan api dan mendaki gunung tinggi. Tetapi, kini perkenankanlah aku pulang dahulu. Besok pasti aku akan kembali, kecuali kalau hujan turun lebat.
Bersedia mengarungi samudera, menuruni jurang dan memasuki lautan api, tetapi tidak bersedia menempuh hujan lebat. Anehkah itu? Tentu. Tetapi itulah yang sering dalam kenyataannya. Bukan kita tidak punya tekad dan kesediaan yang besar di dalam mengikut Yesus, tetapi antara tekad dan praktek ada bedanya. Yang membuat perbedaan itu sering hanya kerikil kecil. Tetapi bagaimana pun itu, toh, yang menentukan adalah prakteknya, bukan tekadnya.
Soalnya ialah, kalau untuk kita, Yesus rela memberikan seluruh diriNya, 100%, kurang adilkah kalau Ia juga menuntut dari kita 100%, sebagai bukti kepercayaan kita? Ya. Seluruhnya atau tidak sama sekali.
Amen
Pdt Ezra Simorangkir