Jakarta, Pelitakota.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional mengenalkan metode deteksi penyakit hewan Nested-Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit Infeksi Bovine Herpes tipe 1 (IBH-1) pada hewan dan dapat menajaga kesehatan hewan.
Hal itu disampaikan Peneliti Pusat Riset Veteriner, Muharam Saepullo dan mengatakan bahwa deteksi virus yang menyerang ternak sapi ini dapat dilihat melalui sampel semen hewan.
“Kegagalan deteksi virus sering dialami dengan hasil negatif. Padahal deteksi melalui sampel urin hasilnya positif. Ini yang menjadi tantangan kami untuk mencari faktor kegagalan tersebut. Melalui riset yang kami lakukan metode Nested PCR dapat menjawab kegagalan tersebut,” ujar Saepulloh dikutip dari www.brin.go.id, Jumat (3/5/2024).
Menurutnya, kandungan polyamined dalam semen dapat menghambat deteksi infeksi IBH. Sehingga, deteksi IBH-1 pada semen beku dan cair dapat dilakukan dengan melakukan pengenceran sampel 20 sd 50 kali, sehingga mengurangi kandungan polyamine dan hasil deteksi menjadi lebih akurat.
“Hal ini yang membuat metode Nested-PCR dapat mendeteksi IBH-1 pada semen cair, beku dan swab mukosa hidung. Sedangkan deteksi IBH-1 pada sampel usap mukosa, darah, dan urin dapat langsung dilakukan tanpa harus dilakukan pengenceran,” ujarnya.
Informasi deteksi cepat penyakit hewan menarik lainnya disampaikan oleh Peneliti PRV, Uni Purwaningsih, menurut Uni, deteksi cepat penyakit Enteric Septisemia (ES) pada ikan patin dan jenis ikan lainnya dapat dilakukan melalui PCR, sehingga PCR menjadi standar metode deteksi infeksi ES pada patin.
“Penyakit ini dapat menyerang ikan yang dibudidayakan pada air tawar dan air laut. Untuk pemeriksaan penyakit ini dapat dilakukan dengan isolasi dan karakterisasi pada bakteri dengan kultur pemurnian. Sedangkan untuk metode PCR diawali dengan ekstraksi DNA,” ujar Uni.
Ia juga menambahkan pemeriksaan infeksi ES dengan Whole Genome Sequensing tidak disarankan untuk deteksi cepat, karena memakan biaya yang cukup besar. Deteksi akan jauh lebih efektif dan efisien jika menggunakan kit wizard HMW.
“Dalam upaya deteksi dini, kita juga harus memperhitungkan faktor lain yang berperan dalam penentuan patogenitas, jadi tidak bertumpu pada jumlah atau jenis gen virulen. Identifikasi banyaknya gen virulen yang kami cek dengan PCR tidak berbandig lurus dengan tingkat kematian ikan,” kata Uni.
Kepala PRV, Harimurti Nuradji selaku berharap semoga webinar ini dapat menajdi wadah untuk sharing pengetahuan bagi seluruh peserta. Menurutnya, upaya penanggulangan penyakit hewan perlu dilakukan secara bersama, sehingga pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan secara optimal.
“Tantangan menjaga kesehatan hewan semakin besar, perlu penerapan deteksi yang akurat dan cepat, sehingga strategi untuk pengendalian penyakit dapat dilakukan,” ujarnya.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), NLP. Indi Dharmayanti mengatakan bahwa diagnosa dan deteksi ini adalah langkah penting untuk mencegah efek yang lebih besar dari penyebaran penyakit hewan.
“Saat ini perkembangan teknologi untuk metode deteksi penyakit hewan sudah sangat berkembang. Menurutnya, riset molekuler telah mampu mendeteksi secara cepat dan spesifik, sementara itu biomolekuler untuk karakterisasi organisme agen patogen secara umum dan rekayasa genetik juga sudah banyak diaplikasikan. Semakin cepat deteksi dini dilakukan, maka semakin besar upaya pencegahan untuk menekan penularan penyakit lebih lanjut”, ujar indi.
Dalam webinar tersebut selain terdapat narasumber dari internal BRIN, juga menghadirkan narasumber lain yaitu Ryoko Uemura dari Departement Veterinary Science University Miyazaki Jepang dan Yudhi Ratna Nugraheni dari Departemen Pasitologi Universitas Gadjah Mada.
Ryoko dalam paparanya menyampaikan materi bertajuk penyakit Mycoplasma Disease in Cattle and Important of Examination. Sedangkan Ratna dengan materi berjudul Deteksi Ungulate Malaria Parasite.