Dari konsultasi WA hingga laporan ke Polda, kasus korban E mengungkap lubang keamanan yang mengkhawatirkan di rantai perbankan dan jasa notaris – dengan kerugian 5 juta yang menanti penjelasan.
Depok, 10 Desember 2025 – Pada Oktober 2024, ketika tim hukum Sembiring Kusaesi & Rekan (SK&Rekan) – dipimpin SJ Vatandra Sembiring, S.H. beserta advokat Hendra Keria Hentas, S.H. dan Amin Kusaesi, S.H. (Jl. Arif Rahman Hakim No. 83 Depok) – mulai mendengar cerita korban E via WhatsApp (pada 10 Oktober 2024), yang mereka dapatkan bukan hanya laporan masalah internal PT, melainkan gambaran tentang sistem yang tampaknya mudah disusupi.
Korban E adalah salah satu dari 4 pemegang saham PT (2 direktur, 2 komisaris) yang pada 2021-2022 sukses mengajukan pinjaman ke bank asing dengan jaminan ruko Jakarta Utara. Bisnis berjalan lancar – sampai awal September 2024, ketika dia menemukan keajaiban: pinjaman ulang telah diajukan ke bank yang sama, tanpa satu pun Rapat Umum Pemegang Saham yang diwajibkan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas.
Yang lebih parah: pada 25 Oktober 2024, setelah menelaah bukti, SJ Vatandra mengindikasikan bahwa tanda tangan korban E telah dipalsukan – dan kerugian yang ditimbulkannya mencapai 5 juta. Yang paling menggigit: narsum tersebut bahkan menduga keterlibatan pihak bank asing dan oknum notaris yang membuat akta – dua lembaga yang seharusnya menjadi “pintu gerbang keaslian” dokumen hukum dan perbankan.
Meskipun laporan telah diajukan ke Polda Metro Jaya pada 5 November 2024, tim SK&Rekan malah memprioritaskan penyuratan pada 10 November 2024 dan mekanisme non-litigasi kepada pemegang saham, notaris, dan bank. Alasan: “menyelesaikan dengan etika baik”. Tapi pertanyaan yang tidak bisa disembunyikan: apakah “etika baik” ini hanya cara untuk menghindari terjadinya penyelidikan yang mendalam tentang seberapa jauh lubang keamanan tersebut telah terjalani?
Bayangkan: seberapa mudahkah seseorang dapat mengajukan pinjaman dengan aset berharga tanpa persetujuan semua pemegang saham? Apakah bank tidak melakukan verifikasi tanda tangan yang memadai? Bagaimana notaris bisa membuat akta yang diduga tidak sah tanpa memeriksa keaslian identitas dan persetujuan? Ini bukan hanya masalah pemalsuan – ini adalah tanda bahwa sistem yang seharusnya melindungi korban justru berpotensi menjadi alat pelanggaran.
Jurnalis: Hervin
Editor: Romo Kefas


