Kutai Barat, 20 Agustus 2024 – Warga Kampung Intu Lingau, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, kembali memperjuangkan hak mereka atas tanah yang diklaim oleh PT Borneo Daya Lestari Raya (BDLR). Alasannya, perusahaan dianggap tidak memiliki dokumen resmi Hak Guna Usaha (HGU) untuk lahan yang diklaim.
Perusahaan dianggap tidak memiliki dokumen resmi Hak Guna Usaha (HGU) untuk lahan yang diklaim. Yayan Viktoria, perwakilan warga Intu Lingau, menegaskan bahwa kedatangan mereka ke BPN bukan untuk membuat kericuhan, melainkan untuk meminta kejelasan tentang dasar hukum perusahaan yang beroperasi di tanah mereka.
Warga menuding perusahaan menggunakan alat berat di malam hari untuk menghindari sorotan publik dan melakukan perambahan lahan tanpa izin. “Kalau mereka merasa benar, kenapa harus bekerja sembunyi-sembunyi di malam hari? Sementara rakyat disuruh diam dan menerima,” ujar Yayan.
Dalam konteks hukum agraria di Indonesia, beberapa peraturan yang relevan dengan kasus ini adalah:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA): Mengatur hak-hak atas tanah, termasuk hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997): Mengatur tentang pendaftaran tanah dan sertifikat tanah sebagai alat bukti yang kuat mengenai kepemilikan tanah.
DPRD Kutai Barat telah mengeluarkan keputusan penghentian aktivitas PT BDLR. Pemkab dan Gubernur Kaltim mendukung perjuangan masyarakat. Warga melangkah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kalimantan Timur untuk menuntut kejelasan hukum.
Warga menuntut pemerintah untuk mencabut izin PT BDLR dan meminta kejelasan hukum terkait lahan yang diklaim perusahaan. “Kami tidak minta apa-apa, selain satu: cabut izin PT BDLR dari kampung kami,” tegas Yayan.
Oleh: MM