Suara Rakyat, Arah Bangsa: Menemukan Integritas di Tengah Badai Politik Indonesia

Spread the love

Oleh: Kefas Hervin Devananda (Romo Kefas)

Bogor  – Jika sejarah adalah guru kehidupan, maka rekam jejak adalah kompas penentu arah bangsa. Di tengah badai korupsi yang mencengkeram Indonesia, mungkinkah jawaban atas pencerahan sejati justru terletak pada fakta sederhana: tak ada satu pun kader partai Kristen yang terjerat noda?

Kekecewaan terhadap para kader partai yang korup kini mencapai puncaknya. Bukan hanya korupsi, gaya hidup mewah, janji palsu, dan pengkhianatan amanah menjadi santapan sehari-hari. Ironisnya, partai-partai yang melahirkan kader-kader bermasalah ini tetap eksis dan mendominasi panggung politik.

Ambil contoh mantan Ketua Umum Partai X yang dipenjara karena suap proyek infrastruktur, atau mantan Menteri Y dari Partai Z yang tega mengorupsi dana bantuan sosial. Lebih aneh lagi, para kolega mereka tetap berjaya, bahkan mungkin meraup lebih banyak suara. Sungguh ironi yang menggelikan!

Namun, di tengah kegelapan ini, ada secercah harapan yang mungkin selama ini terabaikan: partai-partai Kristen. Seringkali dipandang sebelah mata dan terpinggirkan, mereka menyimpan potensi besar untuk membawa perubahan positif bagi bangsa. Mungkinkah kehadiran mereka adalah jawaban atas kerinduan kita akan politik yang bersih, berintegritas, dan melayani rakyat?

Korupsi adalah luka menganga bagi bangsa. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat triliunan rupiah melayang setiap tahunnya. Dana yang seharusnya membangun sekolah, rumah sakit, dan jalan, justru masuk ke kantong pribadi. Mengapa kita seolah membiarkan para koruptor ini terus berkuasa? Jawabannya tentu lebih kompleks dari sekadar “krisis moral”.

Partai-partai besar sangat piawai dalam menciptakan pesona semu melalui tim kampanye hebat, juru bicara piawai, dan anggaran iklan besar. Partai A, misalnya, selalu menampilkan tokoh muda energik dan “kekinian”. Sementara Partai B jago membuat jargon populis yang menyentuh emosi rakyat. Bagi sebagian pemilih, citra ini lebih penting dari rekam jejak sebenarnya.

Selain itu, partai-partai besar memiliki mesin politik canggih dengan organisasi kuat hingga tingkat desa, kader militan, dan logistik memadai. Mereka menjangkau pemilih dengan berbagai cara, mulai dari membagikan sembako, menggelar konser musik gratis, hingga sekadar mengobrol di warung kopi. Kekuatan mesin politik ini seringkali mengalahkan akal sehat.

Di Indonesia yang beragam, identitas juga menjadi kompas politik yang kuat. Seorang Muslim mungkin lebih memilih partai berbasis Islam meski ada kadernya yang korup, karena merasa lebih mewakili nilai dan keyakinannya. Begitu pula dengan kelompok etnis atau golongan lainnya. Ikatan identitas ini seringkali mengalahkan logika dan pertimbangan rasional.

Pilihan politik kita juga dipengaruhi masalah lokal seperti jalan rusak, pengangguran, dan biaya pendidikan mahal. Partai yang menjanjikan solusi konkret cenderung lebih disukai, meski janji seringkali hanya tinggal janji. Terkadang, kita merasa terjebak dalam pilihan yang itu-itu saja, karena partai alternatif kurang dikenal, kurang dana, atau kurang meyakinkan.

Di tengah gurun pasir politik Indonesia, partai-partai Kristen seringkali muncul sebagai oase yang menyegarkan. Mereka dikenal dengan nilai moral yang kuat, komitmen melayani masyarakat, dan rekam jejak yang relatif bersih dari korupsi. Namun, potensi mereka seringkali terabaikan. Mungkinkah mereka lebih dari sekadar oase? Mungkinkah mereka adalah mata air yang bisa menghidupi kembali demokrasi kita?

Sejarah pemilu di Indonesia mencatat keterlibatan aktif umat Kristen dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Maklumat Pemerintah No. X/Th. 1945 menjadi titik awal pembentukan partai politik, termasuk partai Kristen, sebagai respons terhadap aspirasi masyarakat dan pengakuan dunia internasional.

Salah satu yang cukup dikenal adalah Partai Kristen Indonesia (Parkindo) yang berdiri sejak 10 November 1945. Basis wilayah Parkindo umumnya berada di daerah dengan populasi Kristen signifikan, seperti Tapanuli, Nias, Toraja, dan wilayah lainnya di Indonesia Timur.

Dalam sejarah pemilu, partai-partai Kristen pernah meraih kursi di parlemen, meski jumlahnya tidak selalu besar dan cenderung fluktuatif. Pada Pemilu 1955, Parkindo berhasil meraih 8 kursi DPR. Setelah era Reformasi 1998, muncul kembali partai-partai berbasis Kristen yang mencoba peruntungan di panggung politik nasional.

Di awal era Reformasi, Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB) berhasil meraih 5 kursi di DPR RI. Salah satu yang cukup dikenal adalah Partai Damai Sejahtera (PDS). Pada Pemilu 2004, PDS berhasil meraih 13 kursi di DPR RI, menunjukkan adanya ceruk pemilih yang merindukan representasi nilai integritas dan pelayanan. Namun, pada Pemilu 2009, PDS gagal meraih kursi di DPR RI, mencerminkan tantangan besar yang dihadapi partai minoritas dalam sistem politik Indonesia yang semakin kompetitif.

Menariknya, sejarah mencatat bahwa tak ada satu pun kader partai Kristen yang terjerat kasus korupsi di Indonesia. Ini menjadi bukti nyata komitmen mereka terhadap integritas dan tata kelola pemerintahan yang bersih. Meski tak selalu mendapatkan banyak kursi, kehadiran partai Kristen tetap penting dalam menjaga keberagaman dan menyuarakan kepentingan kelompok minoritas. Mereka juga berperan dalam memberikan perspektif moral dan etis dalam perdebatan kebijakan publik.

Salah satu kekuatan utama partai Kristen adalah integritas. Mereka memiliki komitmen kuat untuk menjunjung tinggi nilai moral dan etika dalam politik. Di tengah maraknya korupsi dan skandal, integritas adalah modal berharga untuk membangun kepercayaan publik. Partai-partai Kristen juga memiliki tradisi pelayanan yang kuat, aktif terlibat dalam kegiatan sosial, membantu masyarakat yang membutuhkan, dan memperjuangkan hak kaum minoritas. Pelayanan adalah bukti nyata komitmen mereka untuk melayani rakyat, bukan sekadar mengumbar janji.

Meskipun berbasis agama Kristen, partai-partai ini memiliki potensi untuk menjadi inklusif dan merangkul semua golongan masyarakat. Mereka bisa menawarkan platform politik yang adil, setara, dan menghormati keberagaman. Inklusivitas adalah kunci untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa. Partai-partai Kristen berpegang pada nilai universal seperti keadilan, kasih, perdamaian, dan kebenaran. Nilai-nilai ini relevan bagi semua orang, tanpa memandang agama, etnis, atau golongan. Nilai-nilai universal adalah landasan kokoh untuk membangun masyarakat yang adil dan sejahtera.

Demokrasi bukan sekadar mencoblos, tapi tentang revolusi mental. Mari kita hancurkan pesona semu dan fokus pada substansi yang hakiki. Maka, di tengah badai korupsi yang menggurita, saatnya kita membuka mata: kehadiran partai Kristen adalah jawaban, solusi nyata bagi bangsa. Sejarah telah membuktikan, tak ada satu pun kader mereka yang terjerat noda. Ini adalah panggilan untuk revolusi integritas, demi pencerahan sejati Indonesia!

Kefas Hervin Devananda (Romo Kefas) adalah seorang jurnalis senior di Pewarna Indonesia, aktivis, dan juga rohaniwan pada satu sinode Gereja di Indonesia.

Tinggalkan Balasan