SP3 Sengketa Tanah Lilisanti PT Bumi Indah Raya, Kuasa Hukum Pertanyakan Kejanggalan Polda Kalbar
Pontianak, Kalimantan Barat | 15 September 2025 –
Keputusan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalimantan Barat menghentikan penyidikan sengketa tanah antara Lilisanti Hasan dan PT Bumi Indah Raya menuai sorotan tajam. Pasalnya, perkara yang sebelumnya telah menetapkan tersangka melalui gelar perkara bersama Mabes Polri itu mendadak dihentikan dengan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor: SPPP/3-4/IX/2025/Ditreskrimum tertanggal September 2025.
Kuasa hukum Lilisanti, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai keputusan tersebut sarat kejanggalan. Pada Senin (15/9), ia resmi menyerahkan surat keberatan kepada Direktur Ditreskrimum Polda Kalbar.
“Ini hal yang sangat aneh. Kok bisa ada penghentian perkara padahal proses sudah panjang, bahkan sudah sampai gelar perkara di Mabes Polri,” ujar Herman.
Herman menegaskan bahwa penerbitan SP3 hanya dapat dilakukan dengan tiga alasan sebagaimana diatur Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP):
1.Bukti tidak cukup,
2.Peristiwa bukan tindak pidana, atau
3.Tersangka meninggal dunia.
“Ketiganya tidak terpenuhi. Bukti sudah jelas, peristiwa pidananya terang benderang, tersangka pun sudah ditetapkan. Kenapa tiba-tiba dihentikan? Ada apa ini?” tegasnya.
Ia juga menyinggung peran Kejaksaan Negeri Mempawah yang disebut menolak hasil penyidikan meski berkas perkara sempat dinyatakan lengkap (P21). Menurutnya, hal ini memperkuat dugaan adanya intervensi atau kejanggalan serius dalam proses hukum.
“Kalau memang dianggap tidak ada pidananya, ayo debat terbuka. Publik berhak tahu kenapa kasus sebesar ini bisa dihentikan,” lanjutnya.
Dalam proses sebelumnya, penyidik telah menetapkan seorang mantan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai tersangka. Namun Herman meyakini, pejabat tersebut bukanlah aktor tunggal.
“Tidak mungkin orang BPN bekerja sendiri tanpa ada perintah. Ada pihak yang memiliki akses kekuasaan dan akses ekonomi lebih besar di balik kasus ini,” ujarnya.
Mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 Pasal 31, tim kuasa hukum Lilisanti resmi mengajukan permintaan gelar perkara khusus. Mereka mendesak agar Polda Kalbar segera menjadwalkannya untuk menjamin transparansi penanganan perkara.
“Kalau hukum terus dimainkan begini, negara bisa hancur. Hukum jangan hanya tajam ke bawah, tapi juga harus tegas ke atas,” tutur Herman.
Kuasa hukum berharap Polda Kalbar segera menindaklanjuti keberatan tersebut. Selain mengembalikan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum, langkah itu juga dinilai penting untuk membuka tabir dugaan mafia tanah yang selama ini menjerat Lilisanti Hasan.
Pengamat hukum agraria dan pertanahan nasional, Dr. Bambang Suryadi, menilai penghentian perkara tanah dengan SP3 harus mendapat pengawasan ketat. Menurutnya, praktik mafia tanah kerap melibatkan kolaborasi antara pemilik modal, oknum pejabat, dan aparat penegak hukum.
“Jika tersangka sudah ditetapkan, apalagi kasus ini sempat melalui gelar perkara Mabes Polri, maka penghentian penyidikan jelas mengundang tanda tanya. SP3 tidak boleh menjadi alat untuk melindungi kepentingan kelompok tertentu,” tegas Bambang.
Ia menambahkan, negara melalui aparat penegak hukum wajib menjamin kepastian hukum dan melindungi masyarakat kecil dari praktik mafia tanah. “Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jika hukum dipermainkan, maka yang dikorbankan adalah rakyat kecil seperti Ibu Lilisanti,” ujarnya.
Bambang mendesak agar Kapolri dan Komisi III DPR RI turun tangan memantau kasus ini. “Transparansi adalah kunci. Jangan sampai hukum tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” pungkasnya.