YESAYA 5:20-24: “(20) Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit.”
Pelitakota.id Arti ‘siding’ atau ‘take sides’ dalam Bahasa Indonesia ‘berpihak’, adalah menyetujui atau mendukung satu tujuan dan bukan yang lain. Kebenaran dan kejahatan selamanya tidak akan pernah bisa dipertemukan dan dikompromikan. Setiap orang harus memiliki sikap yang tegas terhadap salah satu dari kedua hal tersebut, berpihak pada kebenaran atau kepada kejahatan. Orang yang berakal tentu akan berpihak pada sebuah kebenaran.
Apakah bedanya orang yang berhikmat (cerdas) dengan orang yang bodoh? Salah satu perbedaannya bisa dilihat dari sikapnya terhadap kebenaran.
Seorang yang berhikmat (cerdas) tentu akan selalu mencari kebenaran, bukan pembenaran. Ia selalu berpegang teguh, mendukung, dan berpihak pada kebenaran. “Karena Tuhan akan selalu berpihak bagi setiap manusia yang berlaku adil dan benar. Menjadi pelaku keadilan dan kebenaran akan menjadikan kita pendamai manusia dengan Allah”,
Ada tiga hal penting terkait ini. Pertama, berpihak kepada kebenaran itu perlu keberanian dan ketegasan. Dalam Firman Tuhan ini, Yesaya mengecam keras orang yang memutarbalikkan kebenaran.
Bagaimana bisa orang mengganggap baik padahal merupakan kejahatan? Berarti nuraninya sudah mati, dan mata mereka sudah buta karena tidak bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang baik dan mana yang jahat.
Membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar adalah kejahatan dan celakalah orang yang menyebutkan kejahatan itu baik. Hal ini sangat berbahaya, dan sungguh merusak tatanan nilai-nilai. Jika ada orang yang sudah sampai membenarkan kejahatan dan menjahatkan yang baik, ini suatu sifat yang sangat buruk dan telah meniadakan nurani dengan menyangkal kebenaran.
Bagaimana pun manusia mengetahui apa yang baik dan yang jahat. Allah telah menciptakan hati nurani di dalam diri manusia sebagai hukum moral yang mengetahui apa yang baik dan apa yang jahat.
Maka jika ada orang yang sudah sampai menjahatkan kebaikan dan membaikkan kejahatan telah mematikan hati nuraninya sendiri. Allah itu adalah Roh, Roh yang berdiam di dalam hati manusia.
Jika manusia bisa membohong orang namun Tuhan tidak bisa dibohongi karena Allah mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati seseorang. Nas renungan ini mendorong kita hidup jujur, berkata benar jika benar dan salah jika salah.
Sebagaimana dikatakan oleh Yesus dalam Matius 5:37 (TB): Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.
Kebiasaan buruk akan merusak diri sendiri dan mencelakai kehidupan orang lain. Mari menjalani hidup kita masing-masing dengan jujur dan melakukan hal yang baik dan benar. Ada ungkapan, jangan membenarkan yang biasa, tetapi membiasakan yang benar. Itulah tugas dan tanggungjawab bersama orang percaya
Kedua, berdirilah dan berpihaklah pada kebenaran. Dalam hidup, terkadang kita harus memihak. Ada kalanya hal ini bisa membuat kita berada dalam dilema. Di satu sisi, jauh di dalam diri kita, kita tahu sisi mana yang benar.
Di sisi lain, ada pertimbangan yang mempengaruhi kita untuk memihak pihak yang salah; hubungan dekat, tekanan teman sebaya, kepentingan pribadi, ancaman, dan lain-lain. Konsekuensinya bisa sangat mengerikan jika kita memilih yang terakhir, belum lagi akan terjadi pemutarbalikan kebenaran.
Pilatus juga berada dalam situasi seperti itu. Dia berada di bawah tekanan publik yang luar biasa untuk menyalibkan Yesus. Namun, jauh di dalam lubuk hatinya ia tahu bahwa Yesus tidak bersalah, tetapi ia takut kepada orang banyak. Dia takut akan ancaman mereka. Ia takut kehilangan jabatannya. Ia berusaha keras untuk menghindari tanggung jawab.
Awalnya, ia menyerahkan Yesus kepada orang-orang Yahudi agar mereka yang memutuskan kasus ini. Akan tetapi, orang-orang Yahudi ingin terlihat bersih sebelum hari raya Paskah, jadi mereka menyerahkan Yesus kembali kepadanya.
Akhirnya, ia menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan, dan membasuh tangannya karena takut dihukum, tetapi Yesus menyatakan bahwa keputusan Pilatus itu adalah sebuah dosa: “Engkau tidak akan memiliki kuasa atas Aku jika tidak diberikan kepadamu dari atas. Oleh karena itu, orang yang menyerahkan Aku kepadamu, ia melakukan dosa yang lebih besar lagi” (Yohanes. 19:11).
Kita tidak akan pernah bisa menyembunyikan motif kita dari Tuhan. Setiap kali kita harus memihak pada suatu isu, komitmen kita terhadap kebenaran diuji. Sebagai orang Kristen, kita semua dipanggil untuk menjadi orang-orang yang hidup dalam kebenaran. Apakah kita bersedia menderita untuk berada di pihak kebenaran – atau apakah kita lebih suka melakukan hal yang sebaliknya dan mengikuti kerumunan orang banyak, menyelamatkan muka kita, menyelamatkan diri kita sendiri, atau mendapatkan dukungan dari orang lain?
Kapan pun kita harus memihak, marilah kita ingat bahwa pilihan yang salah dapat menempatkan kita pada posisi yang bertentangan dengan Tuhan.
Pilatus harus membayar mahal karena tidak memilih untuk berpihak pada kebenaran. Dalam Pengakuan Iman Rasuli, namanya dikaitkan dengan kematian Yesus. Selama berabad-abad, orang-orang Kristen di seluruh dunia mengucapkan hal yang sama, berulang kali: Menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus.
Saat kita memperingati kematian Yesus Kristus, semoga Tuhan memberi kita keberanian dan kekuatan untuk selalu berdiri sebagai penjaga gerbang kebenaran dengan berpihak pada kebenaran.
Ketiga, di akhir zaman, akan ada pemisahan domba dan kambing. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing – Baca Matius 25:32 -33
Pemisahan domba dan kambing berkaitan dengan perbedaan karakter mereka. Domba bisa ditaruh di tempat terbuka karena mereka akan saling menghangatkan satu dengan yang lain dengan cara saling berdempetan. Dengan cara ini, mereka menjadi hangat.
Akan tetapi kambing, hewan yang sangat individualis, tidak punya kebiasaan untuk saling berdempetan. Mereka baru mau melakukannya jika anda memaksa. Karena jika ada pilihan maka mereka lebih suka untuk bertindak semaunya sendiri, saling menjauhi.
Akibatnya, mereka tidak bisa saling menghangatkan dan perlu ditempatkan di dalam kandang pada malam hari. Itu sebabnya mengapa para gembala memisahkan domba dan kambing di petang hari.
Pdt. Steven Hutabarat,SE.,MPM (Gembala Sidang Gereja Kasih Anugerah – City Blessing Depok)