SENGKETA LAHAN KEMBALI MEMANAS, KUASA HUKUM MENUDING PT BOGORINDO CEMERLANG KUASAI TANAH TANPA ALAS HAK

Spread the love

SUKABUMI,18 Desember 2025– Konflik agraria lama kembali mencuat ke permukaan. Di Kabupaten Sukabumi, sengketa lahan yang melibatkan ahli waris almarhumah Tjio Soei Nio dan PT Bogorindo Cemerlang memasuki babak baru.

Somasi kedua telah dilayangkan pada Kamis, 18 Desember 2025, oleh Kantor Advokat Ahmad Matdoan & Rekan. Somasi tersebut dikirim setelah PT Bogorindo Cemerlang dinilai bungkam dan mengabaikan somasi pertama yang telah dilayangkan tiga hari sebelumnya, 15 Desember 2025.
“belum ada tanggapan resmi. Tidak ada itikad baik. Ini bukan sekadar sengketa perdata biasa, tetapi persoalan penguasaan lahan tanpa dasar hukum yang jelas,” kata Ahmad Matdoan kepada wartawan.

Sengketa ini berakar pada tanah di Blok Cikembang, Desa Cimanggu, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi. Menurut pihak ahli waris, lahan tersebut berikut dua bangunan rumah permanen di atasnya adalah harta peninggalan sah Tjio Soei Nio yang hingga kini belum pernah dialihkan kepada pihak mana pun.
“Tjio Soei Nio maupun para ahli warisnya tidak pernah menandatangani jual beli, pelepasan hak, hibah, atau bentuk pengalihan hukum apa pun kepada PT Bogorindo Cemerlang ataupun pihak ketiga,” tulis Matdoan dalam somasinya.

Jika klaim itu benar, maka pertanyaan mendasar adalah: atas dasar apa PT Bogorindo Cemerlang menguasai dan beraktivitas di atas lahan tersebut?

Hingga somasi kedua dikirimkan, PT Bogorindo Cemerlang belum memberikan klarifikasi publik maupun bantahan tertulis. Sikap diam ini justru memperkuat kecurigaan pihak ahli waris bahwa penguasaan lahan dilakukan tanpa alas hak yang sah.

Ahmad Matdoan,S.H.

Dalam konflik agraria, pola semacam ini bukan hal baru. Perusahaan kerap memanfaatkan kaburnya administrasi pertanahan, lemahnya pengawasan, atau absennya ahli waris di lapangan untuk menguasai lahan secara de facto. Ketika konflik mencuat, warga atau ahli waris justru dipaksa membuktikan hak atas tanah yang telah mereka miliki puluhan tahun.
“Ini tipikal penguasaan sepihak. Tanah dikuasai dulu, urusan hukum belakangan,” ujar seorang praktisi hukum pertanahan yang enggan disebutkan namanya.

Foto Lokasi Lahan

Tak berhenti pada somasi, Kuasa Hukum ahli waris melangkah lebih jauh. Mereka mengirim surat resmi kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi, meminta agar lahan sengketa tersebut ditetapkan sebagai Zona Merah atau Location Overlapping Claim (LOC).

Status zona merah akan membekukan segala bentuk perbuatan hukum atas tanah tersebut—mulai dari jual beli, pengalihan hak, hingga penggunaan sebagai agunan kredit perbankan.

“Tujuannya jelas: mencegah kerugian yang lebih besar dan mengamankan objek sengketa dari transaksi-transaksi terselubung,” kata Matdoan.

Permintaan ini sekaligus menjadi ujian bagi BPN. Apakah lembaga pertanahan negara itu akan bertindak cepat dan tegas, atau justru membiarkan konflik berlarut hingga memicu eskalasi sosial di lapangan.

Dalam somasi kedua, kuasa hukum ahli waris secara eksplisit menuding PT Bogorindo Cemerlang telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

Hingga berita ini diturunkan, Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi telah menerima surat permohonan penetapan zona merah dari pihak ahli waris. Proses tindak lanjut masih menunggu keputusan internal.

Kasus ini kembali menyorot problem klasik pertanahan di Indonesia: yaitu minimnya perlindungan terhadap pemilik hak lama. Di tengah ambisi investasi dan ekspansi korporasi, tanah kerap menjadi arena konflik.

Sumber:  Ahmad Matdoan ,S.H.,(Kantor Advokat Ahmad Matdoan & Rekan).

Tinggalkan Balasan