HANOI, VIETNAM – Lupakan sejenak pesona batik, cita rasa kopi Nusantara, atau kekayaan rempah-rempah yang mendunia! Indonesia kini tampil dengan komoditas ekspor paling berharga: sebuah “resep rahasia” harmoni yang terbukti ampuh. Vietnam, negara yang dikenal dengan keteguhan ideologinya, kini secara resmi mengadopsi program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) ala Indonesia. Apa yang membuat terobosan ini begitu memukau hingga membuat negara tetangga tak segan menimba ilmu? Ini bukan sekadar pertukaran budaya, melainkan sebuah deklarasi pengaruh “soft power” Indonesia yang kian mengglobal!
Di tengah pusaran dunia yang kerap dilanda badai intoleransi dan perpecahan, Indonesia justru berdiri tegak sebagai mercusuar keberagaman yang damai. Kunci utamanya? Literasi! Bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, melainkan kapasitas mendalam untuk memahami perbedaan agama dan budaya, meruntuhkan prasangka, dan merajut jembatan persaudaraan yang kokoh. Sebuah investasi kemanusiaan jangka panjang yang kini membuahkan hasil luar biasa.
Pelatihan bertajuk “Cross-Cultural Religious Literacy in Diversity Towards Building a Harmonius and Sustainable Society” yang berlangsung di Hanoi (29 September – 1 Oktober 2025) menjadi saksi bisu ketertarikan mendalam Vietnam. Sebanyak 50 pejabat dan akademisi terkemuka dari Akademi Nasional Politik Ho Chi Minh rela “berguru” langsung ke Indonesia, menyerap esensi LKLB dari para pakar. Sebuah fenomena langka yang menegaskan posisi Indonesia sebagai pionir dalam diplomasi perdamaian.
Vietnam Terpikat, Indonesia Banjir Apresiasi: Pengakuan Historis dari Panggung Global!
Hoang Phuc Lam, Wakil Sekretaris Komite Partai Komunis Vietnam, tak segan melontarkan apresiasi setinggi langit untuk Indonesia. Ia menyebut LKLB sebagai “acara yang signifikan” untuk merayakan 70 tahun hubungan bilateral yang kian erat antara kedua negara. Apresiasi ini bukan sekadar formalitas diplomatik, melainkan pengakuan tulus atas efektivitas program LKLB.
“Indonesia dan Vietnam memiliki banyak kesamaan budaya dan agama. Kami dapat bersama-sama mempromosikan peran agama dalam membangun masyarakat yang harmonis,” ujarnya dengan nada penuh kekaguman. Sebuah pernyataan yang menggarisbawahi potensi kolaborasi lintas batas yang tak terbatas.
Lam bahkan secara eksplisit mengakui bahwa Institut Leimena (Indonesia) telah mencapai banyak prestasi melalui LKLB, mulai dari memperkuat toleransi hingga membangun jembatan budaya. Pengakuan ini sangatlah krusial, datang dari pejabat tinggi negara yang secara historis memiliki pendekatan berbeda terhadap isu agama. Apakah ini sinyal pergeseran paradigma, di mana nilai-nilai harmoni dan toleransi kini menjadi prioritas utama?
LKLB: Tameng Tangguh di Era Disrupsi Global?
Hoang Phuc Lam juga menyoroti sisi gelap globalisasi. Menurutnya, globalisasi dapat memicu atau memperburuk konflik etnis dan agama. Oleh karena itu, literasi agama menjadi sangat vital untuk mencegah prasangka dan menghilangkan stigma. Di era disrupsi informasi yang rentan terhadap polarisasi, LKLB menawarkan diri sebagai tameng tangguh untuk menjaga kohesi sosial.
“Peningkatan pengetahuan agama (literasi agama) membantu setiap individu dan komunitas kepercayaan memiliki pandangan objektif dan ilmiah tentang agama, dengan demikian mengurangi prasangka, menghilangkan stigma, mencegah konflik, dan mempromosikan semangat ‘menghormati perbedaan untuk hidup bersama’,” tegasnya. LKLB bukan hanya teori, melainkan praktik nyata untuk menciptakan masyarakat yang lebih beradab.
Indonesia: Bukan Sekadar Inspirasi, Tapi Solusi Konkret!
Matius Ho, Direktur Eksekutif Institut Leimena, dengan bangga menyatakan bahwa LKLB telah menginspirasi banyak negara, termasuk Vietnam yang mayoritas penduduknya mungkin tidak menganut agama secara formal.
“Terlepas perbedaan antara Indonesia dan Vietnam, kedua negara memiliki banyak kesamaan dalam hal tantangan kemajemukan untuk membangun masyarakat kohesif, harmonis, dan damai. Agar berhasil, kita perlu memiliki kemampuan ‘literasi’ untuk berinteraksi dan berkolaborasi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang budaya dan agama,” jelasnya.
Matius juga menegaskan bahwa Indonesia siap memperkuat kemitraan strategis komprehensif dengan Vietnam sebagai fondasi kuat untuk tidak hanya bekerja sama di bidang politik dan ekonomi, tetapi juga mempromosikan pendidikan untuk membangun toleransi dan kerja sama.
LKLB: Pilar Utama Visi ASEAN 2045!
Pengaruh LKLB ternyata meluas hingga ke tingkat regional. Program ini telah diakui sebagai pendekatan penting untuk masyarakat ASEAN yang inklusif dan kohesif, bahkan tertuang dalam Visi dan Strategi ASEAN 2045 yang diadopsi pada KTT ASEAN di Malaysia.
“Salah satu strategi ‘melaksanakan serangkaian program literasi agama lintas budaya’ untuk mencapai tujuan Komunitas ASEAN yang inklusif dan kohesif. Strategi lainnya, memperkuat kerja sama ASEAN melalui ‘literasi antarbudaya dan antaragama’, sehingga ASEAN dapat berkontribusi pada pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional,” kata Matius Ho, menegaskan LKLB sebagai fondasi masa depan ASEAN.
Dua Tokoh Kunci Indonesia Jadi Duta Harmoni di Vietnam!
Untuk memastikan transfer ilmu berjalan optimal, Indonesia mengirimkan dua tokoh penting sebagai narasumber di Vietnam: Amin Abdullah (Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila/BPIP) dan Farid F. Saenong (Koordinator Staf Khusus Menteri Agama RI). Kehadiran mereka menunjukkan komitmen serius Indonesia dalam berbagi pengalaman dan keahlian.
Dengan diadopsinya LKLB oleh Vietnam, Indonesia sekali lagi membuktikan diri sebagai pemain kunci di kancah internasional. Bukan hanya soal kekuatan ekonomi atau politik, melainkan juga tentang kepemimpinan moral dan nilai-nilai kemanusiaan. “Made in Indonesia” kini bukan sekadar label produk, tapi juga simbol perdamaian dan harmoni yang menginspirasi dunia!
Kontributor: Hanoi
Editor: Romo Kefas