Lebak – Aroma kayu yang seharusnya membawa kesejahteraan bagi Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, kini berubah menjadi bau busuk nepotisme dan pelanggaran aturan ketenagakerjaan. PT Wild Wood, perusahaan yang diharapkan menjadi oase lapangan kerja, justru diduga kuat melakukan praktik rekrutmen diskriminatif yang membuat warga setempat gigit jari.
Pengakuan blak-blakan dari HRD PT Wild Wood, Jumiko, menjadi bom waktu yang meledak di tengah masyarakat. Ditemui awak media pada Sabtu (18/10/2025), Jumiko tanpa tedeng aling-aling mengakui bahwa perusahaan telah memboyong 12 pekerja dari luar daerah atas dasar rekomendasi pribadinya.
“Benar, 10 dari warga desa dan 12 dari anak buah saya yang di Cikande. Karena pabrik gitar itu tidak sama dengan konveksi, menjahit baju atau sepatu, jadi perlu pekerja profesional yang sudah paham proses pengamplasan,” ujarnya dengan nada merendahkan. Alasan ini jelas mengindikasikan bahwa PT Wild Wood meragukan kompetensi warga Mekarsari, sebuah penghinaan yang sulit diterima.
Pernyataan Jumiko ini bukan hanya sekadar blunder, tetapi juga tamparan keras bagi Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK/04/V/2025 yang secara gamblang melarang diskriminasi dalam rekrutmen tenaga kerja. Aturan ini menjamin hak setiap warga negara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, tanpa memandang asal daerah atau koneksi pribadi. Lantas, mengapa PT Wild Wood seolah kebal terhadap aturan ini?
Ironisnya, pelanggaran demi pelanggaran terus berlanjut. Jumiko dengan enteng mengakui bahwa perusahaan belum melaporkan lowongan kerja ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). “Oh belum, mungkin nanti besok atau lusa. Senin lah saya ke Disnaker. Walaupun rekrutmen 22 orang sudah dilakukan, nanti saya tetap ke sana,” ungkapnya, menunjukkan arogansi dan ketidakpedulian terhadap prosedur yang berlaku. Apakah PT Wild Wood merasa lebih tinggi dari hukum?
Namun, cerita pilu ini tidak berhenti di situ. Seorang warga Desa Mekarsari yang enggan disebutkan namanya mengungkap fakta yang lebih mencengangkan: proses rekrutmen di wilayah tersebut diduga dikuasai oleh keluarga Kepala Desa (Jaro).
“Susah, Pak. Lowongan kerja di Mekarsari itu dikuasai keluarga Jaro. Padahal mereka bukan warga sini, asalnya dari Kabupaten Serang. Semua rekrutmen mereka yang koordinir,” ungkapnya dengan nada penuh kekecewaan. Jika benar demikian, ini adalah praktik nepotisme yang menjijikkan, di mana kesempatan kerja hanya diberikan kepada orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan penguasa.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Mekarsari, Iwan Sopiana, belum memberikan klarifikasi. Upaya konfirmasi melalui beberapa nomor WhatsApp miliknya hanya berbuah centang satu, menimbulkan spekulasi bahwa ia sengaja menghindar dari tanggung jawab. Ketidaktransparanan ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik kotor di balik rekrutmen PT Wild Wood.
PT Wild Wood harus segera berbenah diri. Jangan jadikan Desa Mekarsari sebagai ladang eksploitasi dan praktik nepotisme. Jika perusahaan ini masih memiliki hati nurani, segera buka pintu kesempatan yang sama bagi seluruh warga, tanpa diskriminasi dan tanpa pandang bulu. Jika tidak, PT Wild Wood hanya akan dikenang sebagai pabrik gitar yang menghasilkan nada sumbang ketidakadilan.
Penulis: ANGGA.R
Editor: DS


