Lebak – Proyek revitalisasi SDN 1 Sangkanwangi senilai Rp976.988.268 dari APBN 2025, yang seharusnya menjadi tonggak peningkatan mutu pendidikan, justru diwarnai dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta abainya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Mungkinkah ada permainan di balik proyek ini?
Fakta di lapangan berbicara lain. Pantauan langsung di lokasi proyek menunjukkan bahwa sejumlah pekerja konstruksi tidak dilengkapi Alat Pelindung Diri (APD) yang standar. Padahal, dalam setiap proyek konstruksi, apalagi yang didanai oleh uang rakyat, K3 adalah aspek krusial yang tak bisa ditawar.
Ketua Ormas GPN 08, Dede Suhardi, dengan nada prihatin mengungkapkan: “Proyek pemerintah seharusnya menjadi barometer penerapan K3. Jika pekerja tidak difasilitasi APD yang layak, ke mana alokasi anggaran K3? Jangan sampai ada indikasi penggelembungan anggaran atau praktik korupsi! Bagaimana jika terjadi insiden yang merenggut nyawa pekerja? Siapa yang bertanggung jawab?”
Ancaman Sanksi Hukum Menghantui
Pengabaian K3 ini bukan hanya melanggar etika profesi, tetapi juga berpotensi melanggar sejumlah regulasi, antara lain UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, serta Permen PUPR No. 10 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK).
Jika terjadi kecelakaan kerja akibat kelalaian, pihak sekolah dan panitia proyek dapat dijerat Pasal 359 dan 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian atau luka berat, dengan ancaman pidana maksimal lima tahun penjara. Apakah pihak terkait siap menghadapi konsekuensi hukum jika terjadi hal yang tidak diinginkan?
Kemendikdasmen Jangan Hanya Jadi “Mesin ATM” Proyek!
Dede Suhardi mendesak Kemendikdasmen untuk tidak hanya berperan sebagai “mesin ATM” yang menyalurkan dana, tetapi juga melakukan pengawasan intensif terhadap implementasi proyek di lapangan. “Kemendikdasmen jangan hanya mengandalkan laporan di atas kertas! Mereka wajib turun langsung mengevaluasi pelaksanaan proyek. P2SP juga harus dievaluasi kinerjanya karena terkesan membiarkan pelanggaran K3. Jangan-jangan ada praktik transaksional yang melibatkan oknum-oknum tertentu!”
Kepsek Bungkam Seribu Bahasa, Pelaksana Lempar Badan
Ironisnya, Kepala Sekolah SDN 1 Sangkanwangi, Ady Sumarno, memilih untuk tidak memberikan komentar saat dikonfirmasi oleh awak media. Mengapa ada sikap bungkam? Apakah ada fakta yang sengaja ditutupi?
Sementara itu, pelaksana proyek sekaligus komite sekolah, Anta, justru mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab dengan menyatakan bahwa pihaknya telah berulang kali mengingatkan pekerja untuk menggunakan APD, namun mereka enggan karena merasa tidak nyaman. “Kami sudah sering mengimbau pekerja untuk memakai APD, tetapi mereka merasa ribet dan tidak terbiasa. Padahal itu adalah keharusan,” kilahnya. Alasan yang sangat absurd! Apakah kenyamanan pekerja lebih diprioritaskan daripada keselamatan jiwa mereka?
Potensi Kerugian Negara di Depan Mata
Kasus ini menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan di Kabupaten Lebak. Minimnya pengawasan terhadap proyek-proyek pendidikan yang didanai oleh negara bukan hanya melanggar ketentuan hukum dan membahayakan keselamatan pekerja, tetapi juga mencoreng akuntabilitas pemanfaatan dana publik. Jika K3 saja diabaikan, bagaimana dengan mutu bangunan dan fasilitas yang dibangun? Jangan sampai dana revitalisasi sekolah yang hampir mencapai 1 miliar ini justru menjadi proyek mangkrak yang merugikan kepentingan masyarakat.
Kemendikdasmen, jangan bersembunyi di balik birokrasi! Segera lakukan investigasi mendalam, dan tindak tegas oknum-oknum yang terlibat dalam dugaan penyimpangan ini! Jangan biarkan uang rakyat dikorup oleh segelintir pihak yang tidak bertanggung jawab! (M. Juhri)