Polda Sultra di Titik Nadir: Ratusan Massa Tuntut Copot ‘Penyidik Pesanan’ Brigadir SH, Integritas Institusi Dipertanyakan!

Spread the love

Kendari, 2 Oktober 2025 – Badai kritik menerjang Markas Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) hari ini, ketika ratusan massa dari Aliansi Pemuda Peduli Hukum Sulawesi Tenggara (AP2H Sultra) menggelar aksi demonstrasi besar-besaran. Mereka dengan tegas menuntut pencopotan seorang oknum penyidik berinisial Brigadir SH dari Subdit IV Unit III Ditreskrimum Polda Sultra, yang dituding sebagai “penyidik pesanan” dan telah mencederai integritas penegakan hukum.

Aksi ini bukan sekadar protes biasa, melainkan puncak kekecewaan mendalam terhadap dugaan pelanggaran etik dan ketidakprofesionalan yang sistematis. AP2H Sultra menyoroti pola penanganan kasus yang mencurigakan, di mana Brigadir SH secara berulang kali menangani laporan-laporan yang melibatkan pelapor yang sama atau memiliki keterkaitan erat.

Pola Janggal yang Mengusik Keadilan:

AP2H Sultra membeberkan serangkaian kasus yang mengindikasikan adanya praktik “penyidik pesanan”:

– Tahun 2016: Laporan inisial H.AI dkk terhadap “M” terkait dugaan Tindak Pidana Penyerobotan. Brigadir SH menjadi penyidik, kasus berujung penetapan tersangka dan penahanan.
– Tahun 2023: Laporan inisial H.AI di Polda Sultra terhadap Saf dkk terkait dugaan Tindak Pidana Penipuan atau Penggelapan hak atas barang tidak bergerak. Lagi-lagi, Brigadir SH yang menangani, tersangka ditetapkan, ditahan, namun kemudian divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Pasarwajo.
– Tahun 2025: Laporan inisial “Ir” (yang diketahui merupakan anak buah H.AI) terhadap “Ar” terkait dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Surat. Brigadir SH kembali ditunjuk sebagai penyidik, dan telah menetapkan tersangka.

“Ini bukan kebetulan! Pola penanganan kasus yang berulang dengan pelapor yang sama atau di lingkarannya selalu ditangani oleh Brigadir SH, memunculkan dugaan kuat bahwa oknum ini adalah ‘penyidik pesanan’ yang hanya melayani kepentingan pihak pelapor tertentu,” tegas Jusmanto, SP, salah satu Koordinator AP2H Sultra, dalam orasinya yang membakar semangat massa. “Seharusnya ada rotasi penyidik atau penunjukan penyidik lain yang independen untuk menghindari konflik kepentingan!”

Menggugat Asas Imparsialitas dan Profesionalisme:

Massa aksi menuding Brigadir SH telah melanggar Asas Imparsialitas karena penanganan kasus berulang oleh penyidik yang sama menimbulkan potensi konflik kepentingan yang serius. Selain itu, dugaan Pelanggaran SOP Penyidikan juga disuarakan, mencakup pemeriksaan saksi yang tidak menyeluruh, bukti yang tidak akurat, serta minimnya transparansi dalam proses penyelidikan. Potensi adanya Intervensi Eksternal dari pihak tertentu terhadap Brigadir SH juga menjadi sorotan tajam.

Tuntutan Tegas untuk Pemulihan Kepercayaan Publik:

Dalam aksi yang berlangsung tertib namun penuh tekanan, AP2H Sultra menyampaikan tiga tuntutan utama kepada Kapolda Sulawesi Tenggara:

1. Menindak Tegas oknum Penyidik inisial Brigadir SH yang diduga telah mencoreng nama baik institusi Polda Sultra dan mencederai kepercayaan publik.
2. Melakukan Pencopotan oknum Penyidik inisial Brigadir SH dari tugas penyidik atas dugaan ketidakprofesionalan, ketidakobjektifan, dan minimnya transparansi dalam penanganan beberapa kasus.
3. Melakukan Evaluasi Menyeluruh dan Penyegaran personel penyidik di Ditreskrimum Polda Sulawesi Tenggara guna menjamin integritas, objektivitas, dan keadilan dalam penanganan perkara.

“Kami akan terus mengawal proses penegakan hukum yang adil, transparan, dan berpihak pada kebenaran. Ketika hukum dipermainkan, maka demokrasi dan hak asasi manusia ikut terancam,” pungkas Jusmanto. “Kami menuntut agar institusi kepolisian tidak menjadi alat kepentingan segelintir pihak, dan tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan, transparansi, serta profesionalisme dalam setiap proses hukum.”

Aksi ini menjadi alarm keras bagi Polda Sultra. Pertaruhan integritas institusi penegak hukum di Bumi Anoa kini berada di tangan Kapolda Sulawesi Tenggara. Akankah tuntutan publik dipenuhi untuk mengembalikan kepercayaan, ataukah praktik “penyidik pesanan” akan terus menjadi bayang-bayang keadilan? Publik menanti jawaban tegas. (CH)

Tinggalkan Balasan