PN NIAGA PUTUSKAN AGNES MO DIDENDA 1.5 M,  BEGINI PENDAP “PATHI”

Spread the love

Jakarta – Putusan perkara hak cipta lagu yang dinyanyikan Agnes Mo kontra produktif bagi dunia musik Indonesia.” (Pathi)

Belum lama ini, Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat putuskan Agnes Mo melanggar hak cipta, karena tanpa izin dari Ari Bias telah menyanyikan lagu “Bilang Saja”. Akibatnya, Agnez Mo dihukum membayar denda kepada Ari Bias sebesar Rp 1,5 miliar.

Putusan tersebut mengundang berbagai pendapat dan komentar, di antaranya. Pergerakan Advokat Untuk Transformasi Hukum indonesia (“PATHI”). Kepada media Aktifis PATHI menyampaikan, bahwa:

Terkait Putusan Pengadilan Niaga No. 92/Pdt.Sus-HKI/2024 atas gugatan Hak Cipta dari Arie Bias (Penggugat) vs Agnes Mo (Tergugat) dan PT Aneka Bintang Gading (HW Group/Turut Tergugat) yang menyatakan Agnes Mo (Tergugat) melakukan pelanggaran Hak Cipta karena telah menyanyikan lagu “Bilang Saja” yang diciptakan oleh Ari Bias “TANPA IZIN” di Outlet HW tanggal 25, 26 & 27 Mei 2023, sehingga didenda 1,5 Milyar Rupiah dan juga dilaporkan ke polisi, dinilai berpotensi membatasi hak asasi dan kreatifitas dari pelaku pertunjukan, serta mendapat perlakuan yang adil (Pasal 28 C & Pasal 28 D ayat 2 UUD 1945), telah disampaikan oleh Marulam J. Hutauruk, SH. (Advokat & Konsultan Kekayaan Intelektual Terdaftar) yang tergabung dalam Pergerakan Advokat Untuk Transformasi Hukum indonesia (“PATHI”)

Menurut Marulam J. Hutauruk, SH., maksud diaturnya ketentuan Hak Cipta dalam UU di seluruh dunia adalah untuk mendorong perkembangan kreatifitas di bidang literasi dan kreatifitas seni, termasuk di dalamnya seni lagu dan/atau musik, sebagaimana pokok pikirannya diatur dalam Pasal 1, Pasal 5, Pasal 6 bis Berne Convention, serta dinyatakan secara eksplisit di dalam Pembukaan Konvensi WIPO Copyright Treaty (WCT), yaitu agar setiap negara dapat mengatur pelindungan hak cipta di negara masing-masing sehingga dapat memberikan insentif terhadap perkembangan kretifitas seni (artistic creation).

Untuk itu, selain melindungi hak pencipta lagu, konvensi-konvensi international juga memberikan pelindungan hukum kepada Pelaku Pertunjukan atau Performer (Penyanyi, pemain musik) ketika melakukan performance (Pertunjukan) di luar negara asalnya, sebagaimana Article 4 a International Convention for The Protection of Performers, Producers of Phonograms and Broadcasting Organizations (Rome Convention-1961), tegas Marulam Hutauruk.

Oleh karena itu, Pasal 9 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta tidak boleh ditafsirkan terlalu luas sehingga menjadi “alasan” untuk menyatakan bahwa Negara memberikan ‘hak kepada Pencipta untuk melarang orang lain’ untuk menyanyikan lagunya di dalam pertunjukan langsung (live), karena menyanyikan lagu orang lain itu adalah bagian dari hak asasi untuk berekspresi dan bagian dari pengembangan kreatifitas, tegas Marulam J. Hutauruk.

Mekanisme Licencrsing dan/atau Penerimaan Royalti bagi pencipta lagu juga telah diatur oleh UU Hak Cipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan/atau Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), sehingga Pencipta dan Performer (Penyanyi, pemain musik) dimungkinkan untuk terus saling berkontribusi dan berkolaborasi dalam pengembangan kreatifitas dari seni dan budaya, cetus Marulam J. Hutauruk.

Dihubungi secara terpisah Yudo Prihartono, SH, MH, MM, aktifis PATHI (Pergerakan Advokat Untuk Transformasi Hukum indonesia mengatakan, “PATHI menghormati keputusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat,  Namun PATHI berpendapat bahwa putusan tersebut dapat diperbaiki ditingkat Kasasi di Mahkamah Agung, agar mendapatkan putusan yang lebih baik bagi dunia seni dan memberikan ruang yang lebih luas dalam berekspresi tanpa takut kena masalah yang sama seperti perkara Agnes Mo.” Ujarnya lugas. (QQ)

Tinggalkan Balasan