Pejuang Gayatri Gelar Aksi di DPRD Tulungagung, Usung 20 Tuntutan Rakyat

Spread the love

Pelitakota,Tulungagung – Ratussn massa dari gerakan Pejuang Gayatri menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Tulungagung pada Kamis, 11 September 2025. Sejak dimulai acara beberapa kordinator aksi membakar semangat dengan meneriakkan hidup masyarakat Tulungagung silih berganti.

Orator utama, Ahmad Dardiri di hadapan Bupati, Wakil Bupati, Ketua DPRD, Kapolres, Dandim menegaskan bahwa aksi ini membawa misi penegakan keadilan dan perubahan mendasar di Kabupaten Tulungagung.

Dalam orasinya, Dardiri menegaskan bahwa rakyat Tulungagung tidak boleh lagi diam atas berbagai persoalan hukum, birokrasi, ekonomi, dan sosial budaya yang selama ini membelenggu. “Hari ini kita hadir dengan 20 tuntutan, ini bukan sekadar aspirasi, tetapi suara rakyat yang wajib didengar,” serunya di hadapan demonstran.

Tuntutan pertama yang mereka suarakan adalah soal penegakan hukum. Massa mendesak pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset sebagai instrumen pemberantasan korupsi. Mereka juga menyoroti maraknya kejahatan lingkungan hidup akibat galian C di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas Tulungagung yang disebut sudah merusak ekosistem dan mengancam keselamatan warga.

Selain itu, Pejuang Gayatri juga meminta aparat hukum bertindak tegas terhadap pelaku alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan (LP2B). Mereka menilai kerusakan lahan pertanian hanya akan memperparah krisis pangan dan merugikan petani lokal.

Tuntutan lain yang menguat dalam aksi ini adalah desakan agar Dewan Pengawas (Dewas) bentukan Bupati Tulungagung segera dibubarkan. Menurut massa, keberadaan Dewas dianggap tidak sah dan hanya memperpanjang masalah di tubuh RSUD dr Iskak.

Di sisi lain, massa menyoroti permasalahan tanah objek reforma agraria (TORA) di Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggung Gunung yang hingga kini tak kunjung tuntas. Mereka menuding ada pihak-pihak tertentu yang justru mengambil keuntungan dari sengkarut tanah rakyat. Dardiri menekankan, “TORA bukan untuk konglomerat, tapi untuk petani kecil yang berhak atas tanahnya.”

Dalam aspek birokrasi, Pejuang Gayatri menuntut transparansi pengelolaan anggaran negara dan daerah, serta penghapusan pungutan liar yang kerap membebani rakyat kecil. Mereka juga mendorong rekrutmen aparatur negara dilakukan dengan sistem merit, bukan karena kedekatan politik atau relasi kuasa.

Sementara pada sektor ekonomi, massa meminta pemerintah lebih berpihak pada rakyat dengan membangun sistem ekonomi kerakyatan. Mereka menuntut adanya permodalan murah bagi UMKM, petani, dan nelayan, sekaligus stabilisasi harga kebutuhan pokok yang kini kian melambung.

Di bidang sosial budaya, massa menekankan pentingnya pelestarian nilai kearifan lokal serta penolakan terhadap segala bentuk diskriminasi. Mereka juga mendorong adanya kebebasan berekspresi, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, hingga perlindungan sosial yang layak bagi buruh dan kelompok rentan.

Aksi ini berlangsung damai dengan pengawalan ketat aparat kepolisian. Sepanjang demonstrasi, massa meneriakkan yel-yel “Hidup Rakyat!” dan mengibarkan poster berisi 20 tuntutan utama mereka. Para peserta aksi berharap DPRD Tulungagung berani menyuarakan aspirasi ini ke tingkat pusat.

Menutup orasinya, Ahmad Dardiri menyatakan bahwa perjuangan Pejuang Gayatri tidak berhenti di jalanan. “Kami akan terus mengawal, kami akan terus menekan, hingga 20 tuntutan rakyat ini benar-benar diwujudkan. Jika tidak, kami akan kembali turun dengan jumlah yang lebih besar,” tegasnya disambut sorak dukungan massa. (Dn)

Tinggalkan Balasan