Pelitakota.id
Alam semesta menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah seluruh alam. Secara umum, “alam semesta” merujuk pada keseluruhan ruang, waktu, materi, energi, dan fenomena yang ada di dalamnya. Mencakup segala sesuatu yang dapat diamati, diukur, dan dipelajari, baik yang terlihat maupun tidak meliputi galaksi, bintang, planet, asteroid, gas, debu, energi gelombang, serta segala macam fenomena fisika yang terjadi di alam semesta. Pada hakekatnya seluruh yang ada di alam semesta mengalami siklus terbentuk dan hancur, atau proses pembentukan dan kehancuran yang selalu berulang.
Pembentukan dan kehancuran alam semesta menurut Agama Buddha terjadi dalam waktu yang sangat panjang sekali, hingga beberapa Kappa (satuan waktu). Buddha Gautama menjelaskan satuan waktu satu Kappa dengan perumpamaan bongkahan suatu gunung besar, tanpa retak, tanpa celah, dan padat berukuran panjang 1 (satu) mil, lebar 1 (satu) mil yang setiap seratus tahun sekali digosok dengan sutra benares, maka akan lebih cepat bukit itu habis tergosok daripada masa kappa berlalu (Samyutta Nikaya II).
Menurut Agama Buddha dunia terdiri dari dua sistem, yaitu Dunia Tunggal (single word system) dan Dunia Beragam (multiple word system). Sistem Dunia Tunggal sering disebut Cakkavala dalam Bahasa Pali berarti bidang menyerupai roda yang selalu berputar. Pengertian Sistem Dunia Beragam (multiple word system) dijelaskan dalam Ananda Vagga, Anggutara Nikaya bahwa menunjukkan dunia atau alam lain yang beragam yaitu seribu tata surya kecil (sahassa culanika lokadatu), sistem dunia sejuta dunia menengah (dvisahassa majjhimanika loka datu), dan sistem dinia besar terdiri dari satu milyar tata surya (Tisahassa Mahasahassa Lokadatu). Penjelasan tersebut sangat relevan dengan ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini. Buddha Gautama telah menjelasakan sekitar 2500 tahun yang lalu tanpa bantuan teknologi, karena Beliau adalah orang yang telah tercerahkan dan memiliki sifat yang tersirat dalam paritta Buddhanusati salah satunya Sugato Lokavidu artinya “Sang Sugatta pengenal segenap alam” yang sangat terbukti kebenarannya.
Alam semesta muncul melalui proses yang sangat panjang dan bukan diciptakan oleh makhluk tertentu. Kemunculan dan kehancuran alam semesta diatur oleh Hukum kebenaran (pancaniyamadhamma) yaitu hukum tertib kosmis universal yang mengatur segala sesuatu yang ada di alam semesta. Muncul atau tidaknya Buddha, hukum ini tetap berlaku.
Pancaniyamadhamma terdiri dari: (1) Utuniyama yaitu hukum kosmis yang mengatur tentang energi, cuaca, musim, gempa bumi dan lainnya; (2) Bijaniyama yaitu hokum kosmis yang berkaitan dengan tumbuhan seperti biji, tunas, dan lainnya; (3) Kammaniyama yaitu hukum kosmis berkaitan dengan perbuatan; (4) Cittaniyama yaitu hukum kosmis berkaitan dengan batin; dan (5) Dhammaniyama yaitu hukum yang mengatur tentang kejadian khusus seperti saat kelahiran Pangeran Siddharta yang terjadi gempa bumi dan hujan air hangat.
Alam merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan makhluk yang hidup di dalamnya. Keberadaannya memberikan berbagai manfaat bagi siklus kehidupan, namun keberlangsungan alam semesta sangat dipengaruhi oleh moral manusia. Dalam Aganna Sutta dijelaskan bahwa perilaku manusia sangat berpengaruh terhadap kelangsungan alam semesta. Pada awalnya manusia tidak perlu memasak tanaman padi karena dapat dimakan langsung, namun karena keserakahan manusia yang mengumpulkan padi yang cukup banyak untuk makan pagi, siang, dan malam bahkan menyimpan untuk keperluan berhari-hari, maka tumbuhan padi mengalami perubahan yaitu ditutupi sekam dan dedak dan perlu dimasak sebelum dapat dikonsumsi.
Berdasarkan penjelasan Aganna Sutta, sangat jelas bahwa keserakahan manusia sangat mempengaruhi alam dan lingkungan. Seyogyanya manusia dapat merawat dan menjaga alam karena kehidupan manusia bergantung pada alam. Hal ini sejalan dengan Dhammapada IV:49 yang berbunyi: “Bagaikan seekor lebah yang hanya menghisap madu dari setangkai bunga, tanpa menimbulkan kerusakan pada bunga. Hukum sebab akibat berlaku bagi kelangsungan alam semesta, apabila saat ini manusia melakukan perusakan maka suatu saat akan menuai akibatnya. Sebagai umat Buddha kita berkewajiban menjaga alam supaya anak cucu kita mewarisi alam yang tetap lestari.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Kesit Sartono, S. Ag. (Penyuluhan Agama Buddha PNS Kab. Pesawaran, Provinsi Lampung)