Pelita kota – Sahabatku, izinkan aku berbagi sebuah pengalaman yang mungkin bisa menjadi obor penerang dalam pelayaran kehidupanmu. Aku, seperti halnya kamu, adalah seorang nahkoda kehidupan yang ditakdirkan untuk menaklukkan samudra kehidupan ini. Kita sama-sama pernah dicambuk gelombang ganas, dihantam badai tanpa ampun, dan mungkin, nyaris ditelan oleh palung terdalam yang terasa begitu nyata.
Dulu, aku pun seringkali meraung di haluan kapal, “Tuhan, mengapa laut ini begitu kejam? Kapan mentari kemenangan akan bersinar untukku?”. Awan mendung bagaikan layar gelap yang menghalangi pandanganku, merampas arah tujuanku. Aku melihat kapal-kapal lain melaju dengan gagah di bawah langit yang biru, dan bertanya-tanya, “Apakah aku juga bisa seperti mereka?”. Aku merasa remuk, tak berdaya, seolah ditakdirkan untuk menjadi santapan samudra yang tak pernah puas.
Namun, samudra adalah guru kehidupan yang ulung. Ia mengajarkanku bahwa hidup ini adalah pelayaran yang penuh tantangan, dan kita tidak bisa menghadapinya sendirian. Kita membutuhkan jangkar keberanian untuk melawan arus, cahaya mercusuar keteguhan untuk menghadapi badai, dan kompas keyakinan untuk menemukan mutiara di dasar samudra. Seperti kata pepatah Jawa, “Yen pengen mutiara kudu nyemplung ing jero segara” (Kalau ingin mutiara, harus menyelam ke dalam laut). Kita harus berani menyelam ke dalam kesulitan untuk meraih pulau impian kita. Aku selalu ingat bahwa “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.” (2 Timotius 1:7)
Suatu ketika, badai terganas dalam sejarah pelayaranku mengamuk. Ombak yang tingginya seperti gunung menggulung perahuku, merobek layar-layarku, menghancurkan kemudiku. Aku merasa kehilangan segalanya: arah, harapan, dan bahkan alasan untuk terus berenang. Aku terlempar ke tengah lautan yang mengamuk, berjuang untuk tetap bertahan, menantang maut yang mengintai. Aku tahu persis bagaimana rasanya saat itu. “Ujilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, periksalah aku, dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” (Mazmur 139:23-24) Aku hampir saja menyerah, namun kemudian teringat peribahasa Sunda, “Sakali Ragat, Terus Manggat” (Sekali Berlayar, Terus Berangkat). Aku tidak boleh menyerah di tengah jalan.
Di tengah kegelapan yang pekat, aku melihat secercah cahaya. Cahaya itu berasal dari bintang-bintang yang berkerlap-kerlip di angkasa, mengingatkanku bahwa ada harapan di atas sana. Cahaya itu juga berasal dari kisah para nahkoda legendaris yang pernah menaklukkan badai yang jauh lebih mengerikan dariku. Kisah mereka menjadi inspirasiku. Aku belajar tentang arti ketangguhan, tentang bagaimana membangun kembali kapal yang hancur, tentang bagaimana membaca pertanda samudra. Aku belajar bahwa setiap air mata adalah bahan bakar untuk terus berjuang, bahwa setiap kegagalan adalah anak tangga menuju puncak kejayaan. Dan yang terpenting, aku belajar untuk mencintai diriku sendiri, dengan segala luka dan kekuatan yang kumiliki. “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Roma 12:1)
Dengan kobaran api di jiwa, aku mulai memperbaiki perahuku. Aku mempelajari peta bintang, mengatur layar dengan gagah berani, dan mengarahkan kemudi dengan keyakinan penuh. Aku berlayar kembali, menantang badai dengan senyuman di bibir dan tekad membaja di dada. Aku tahu, aku bisa melakukannya.
Keajaiban pun terjadi! Awan kelabu itu perlahan tersingkir, digantikan oleh mentari yang menyinari setiap langkahku. Aku melihat daratan yang menjulang di cakrawala. Daratan itu adalah pulau kemenanganku! Pulau itu adalah kebahagiaan abadi, kedamaian sejati, dan cinta yang tak terpadamkan.
Sahabatku, jika saat ini kamu sedang berjuang di tengah samudra yang bergejolak, jika perahumu sedang dihantam badai dan nyaris tenggelam, ingatlah: kamu tidak sendirian! Para nahkoda legendaris bersamamu! Bintang-bintang selalu menjadi saksi bisu perjuanganmu! “Sebab Aku ini, TUHAN, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: ‘Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.'” (Yesaya 41:13)
Kamu adalah nahkoda sejati yang ditakdirkan untuk menaklukkan samudra kehidupan, untuk menghadapi setiap badai dengan gagah berani, dan untuk menemukan pulau kemenanganmu! Jangan biarkan rasa takut merenggut semangatmu! Jangan biarkan keraguan meruntuhkan tekadmu! Kamu dilahirkan untuk menjadi pemenang! Jadi, sahabatku, kibarkan layar setinggi-tingginya, kuatkan kemudi, dan berlayarlah dengan gagah berani menuju takdirmu yang gemilang! Jadilah mercusuar yang memandu kapal-kapal lain menuju harapan, dan ukir namamu dalam sejarah sebagai nahkoda terhebat yang pernah ada! Ingatlah, badai pasti berlalu, dan pelangi akan selalu hadir setelahnya. Teruslah berlayar, teruslah berjuang, dan jangan pernah berhenti bermimpi! Aku percaya padamu, dan aku tahu, kamu akan mengubah dunia!
Kisah ini diceritakan oleh Kefas Hervin Devananda (Romo Kefas)
Semoga kisah ini bisa membangkitkan semangatmu dan memberimu kekuatan untuk terus berlayar. Ingatlah, kamu adalah seorang nahkoda kehidupan, dan dengan kobaran api di jiwa, kamu mampu meraih apapun yang kamu impikan! Aku percaya padamu, sahabatku!
Sahabatku, aku tahu badai kehidupan bisa terasa sangat berat. Jangan ragu untuk mencari bantuan jika kamu merasa kewalahan. Ada banyak orang yang peduli padamu dan ingin membantumu melewati masa-masa sulit ini. Ingatlah, kamu tidak sendirian.