Membangun Karakter Anak Nakal dengan Pendekatan yang Tepat

Spread the love

Jakarta, 6 Juni 2025 – Dalam era pembangunan karakter dan pendidikan yang semakin kompleks, topik tentang disiplin ala militer untuk anak nakal menjadi perdebatan yang hangat di kalangan masyarakat. Apakah pendekatan ini dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi kenakalan remaja, ataukah justru berpotensi melanggar hak-hak anak?

Di lantai 3 Tower 3 Pasar Rumput, Jakarta Selatan, sebuah diskusi publik digelar untuk membahas isu ini secara mendalam. Diskusi ini menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, termasuk akademisi, pendeta, dan legislator, untuk memberikan perspektif yang beragam dan solutif.[05/06]

Polemik Disiplin Ala Militer

Pdt. Dr. Jeffri Lilobomba, MA.,M.Th.,akademisi dan dosen STT IKAT, menekankan bahwa anak nakal seringkali merupakan anak yang terluka dan bingung. “Jangan buru-buru menyebut anak itu nakal. Kadang mereka hanya terluka, bingung, dan tidak tahu cara bicara selain lewat perilaku,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa disiplin bukan berarti kekerasan, melainkan dapat dilakukan melalui dialog, bimbingan, dan teladan.

Lovely Bintaro, founder Akademi Suluh Keluarga, sependapat dengan Jeffri. Ia menyatakan bahwa orang tua harus hadir dan mendengarkan anak-anak mereka, bukan hanya menghukum. “Banyak orang tua ingin menyerahkan anak mereka ke tempat pelatihan keras karena merasa sudah tak sanggup. Tapi pertanyaannya: apakah kita pernah benar-benar hadir, mendengarkan, merangkul anak itu?” katanya.

Kritik dari Akademisi

Pdt. Harsanto Adi S., M.M., Ketua Umum Asosiasi Pendeta Indonesia (API), juga menekankan pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi. “Yesus tidak pernah menyerahkan anak-anak pada barak militer. Ia duduk bersama mereka, memberkati mereka. Tugas kita bukan menghakimi, tapi mendampingi,” ujarnya.

Tanggapan dari Legislator

August Hamonangan, S.H., M.H., anggota DPRD DKI Jakarta, menolak pendekatan militer untuk anak-anak di Jakarta. “Kita bukan kekurangan ruang. Jakarta punya taman, rusun ramah anak, DPT-APP yang aktif, dan sistem pengaduan. Kita hanya perlu lebih peduli,” ujarnya. Ia bahkan menyebut Kelurahan Cikoko di Jakarta Selatan yang sudah ditetapkan sebagai kelurahan ramah anak.

Oloan M. Manik, S.H., M.H., CLA., penasehat hukum Pewarna Indonesia, menambahkan bahwa disiplin harus dilakukan dengan cara yang legal dan bermartabat. “Kita harus tegas: jika pembinaan mengandung kekerasan, maka itu pelanggaran hukum. Anak-anak punya hak dilindungi, bukan dipecundangi,” katanya.

Diskusi ini menyimpulkan bahwa pendekatan disiplin ala militer untuk anak nakal bukanlah solusi yang tepat. Sebaliknya, para narasumber menekankan pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi, seperti dialog, bimbingan, dan teladan. Mereka juga menyoroti perlunya keterlibatan masyarakat dan negara dalam menciptakan sistem perlindungan anak yang adil dan beradab.

Peliput: Vickent
Editor: Romo Kefas

Tinggalkan Balasan