Bandung Barat – Di tengah hiruk pikuk upaya pemerintah memerangi stunting, anemia, dan malnutrisi kronis, program Makan Bergizi Gratis (MBG) muncul sebagai secercah harapan. Namun, harapan itu kini diuji oleh serangkaian insiden keracunan massal yang mengguncang Kabupaten Bandung Barat, memicu pertanyaan krusial tentang kesiapan dan tata kelola program vital ini.
Pada tanggal 22 dan 24 September 2025, dua kecamatan, Cipongkor dan Cihampelas, menjadi saksi bisu kegagalan sistem. Ratusan anak-anak, ibu menyusui, dan ibu hamil yang seharusnya menerima asupan gizi, justru terpaksa dilarikan ke fasilitas kesehatan akibat keracunan makanan MBG. Sebuah “noktah hitam” yang mengancam kredibilitas program yang berlandaskan niat mulia ini.
Kontras mencolok terlihat di lapangan. Di satu sisi, ada SD Negeri 2 Cimareme, Kecamatan Ngamprah, di mana program MBG berjalan relatif mulus. Aleyshia, murid kelas 3, dengan polosnya bercerita, “Tadi sudah makan pakai burger, enak.” Senyumnya merefleksikan kegembiraan sederhana yang ditawarkan program ini. Zainudin, sang penjaga sekolah, dengan bangga menyatakan, “Alhamdulillah selama ini aman, nggak ada murid yang ngeluh atau sakit setelah makan,” sembari merapikan ratusan ompreng yang ia anggap berharga.
Namun, di balik kepuasan itu, ada kekhawatiran yang tak terucap. Ibu Siti, salah satu wali murid, mengakui, “Kalau dengar dari berita ya khawatir (keracunan).” Namun, ia menaruh kepercayaan pada guru-guru yang melakukan pengecekan ketat. “Sebelum dikasih ke murid, dicoba dulu sama gurunya. Kalau ada yang basi, ya nggak dikasih ke murid. Itu yang membuat saya yakin makanan untuk anak saya aman,” jelasnya. Kepercayaan ini, bagaimanapun, adalah hasil inisiatif lokal, bukan jaminan sistemik.
Para wali murid seperti Ibu Linda, Ibu Marsanda, Ibu Rina, dan Ibu Siti berharap program ini terus berjalan. Bagi mereka, MBG adalah “tidak memberatkan beban keluarga untuk makan anak di sekolah. Sangat membantu.” Namun, Ibu Linda juga memberikan masukan krusial: “Upami ngadamel makanan tabuh tilu teras dibagiken murang kalih tabuh 10 atau tabuh 11, eta makanan jadi tiis (kalau membuat makanan mulai pukul tiga dan disajikan pukul 10 atau pukul 11, makanan jadi dingin).” Ini adalah celah kecil yang bisa berujung pada masalah besar jika tidak ditangani dengan baik, terkait pengolahan dan pengemasan makanan.
Kesenjangan juga terlihat. Sementara siswa SMK Negeri 4 Padalarang, seperti Farid, sudah menikmati dan merasakan manfaat MBG – “makanannya enak dan kami habiskan,” bahkan membantu mereka menabung uang jajan – siswa SMP Negeri 1 Padalarang masih bertanya penuh harap, “Mau, kapan Om ada MBG di sekolah kami?” Ini menunjukkan bahwa implementasi program belum merata dan masih banyak yang menanti uluran tangan.
Eki Baehaki, pakar kebijakan publik dari Universitas Pasundan, tidak meragukan urgensi MBG. “Indonesia tengah menghadapi masalah serius dari stunting, anemia, hingga malnutrisi kronis yang menggerogoti kualitas generasi muda. Sepiring makan bergizi gratis di sekolah adalah intervensi negara yang sangat dibutuhkan,” tegasnya.
Namun, ia memberikan peringatan keras: “Niat mulia bisa runtuh oleh tata kelola yang rapuh. Program MBG harus terus dilanjutkan tetapi dengan perbaikan tata kelola yang radikal.” Kasus keracunan yang berulang adalah “tanda lampu merah” yang menunjukkan prinsip keamanan pangan – kebersihan, pemisahan pangan mentah/matang, memasak benar, penyimpanan suhu aman, bahan baku bersih – belum berjalan konsisten.
“Program MBG adalah investasi besar tetapi tanpa tata kelola yang disiplin, investasi itu justru bisa menghasilkan kerugian kesehatan, hilangnya kepercayaan publik, dan kegagalan politik,” pungkas Eki. “Agar Program MBG harus tetap jalan maka harus ada jalan selamat bagi revitalisasi Program MBG itu sendiri.”
Masa depan generasi bangsa tidak boleh digantungkan pada tata kelola yang rapuh. Kasus keracunan di Bandung Barat adalah alarm keras bagi semua pihak. Program MBG harus segera berbenah, bukan hanya demi kesehatan fisik anak-anak, tetapi juga demi menjaga kepercayaan publik dan memastikan investasi negara ini benar-benar mencapai tujuannya: menciptakan generasi yang sehat dan cerdas.
[Red]