Masyarakat Dibebani Biaya Tidak Sah: Rp2,95 Juta Dibayar, STNK dan BPKB Masih Hilang

Spread the love

Tangerang Selatan,13 Desember 2025 — Kasus praktek tambahan biaya yang diduga pungli di Samsat Cileduk semakin terungkap, menunjukkan bahwa tidak hanya satu orang yang terlibat. Situasi ini membutuhkan tindakan tegas dari pihak berwenang agar layanan publik yang seharusnya jujur dan teratur bisa kembali berjalan sesuai aturan.

Investigasi langsung awak media bersama PH Abdurrachman Syah Putra Negara, S.H., mendampingi korban mendatangi Kantor Samsat Cileduk pada Selasa (9/12/2025). Mereka tiba sejak jam 07:00 untuk bertemu seorang pegawai berinisial RS yang diduga terlibat — tapi tunggu sampai jam 09:00, orangnya masih belum muncul. Alasan yang diberikan: macet, jarak rumah jauh, dan ban bocor.

Padahal, SOP resmi Samsat menetapkan absen paling akhir jam 07:46. Artinya, RS terlambat setidaknya 1 jam 14 menit — bukti tingkat kedisiplinan yang kurang memadai yang merugikan masyarakat yang sudah datang pagi, merusak citra pelayanan Samsat Cileduk, dan merusak nama baik institusi. Yang menjadi perhatian: pimpinan Samsat tampaknya belum mengambil tindakan terhadap kinerja buruk tersebut.

“Sangat sering terjadi seperti itu,” konfirmasi salah satu petugas Samsat berinisial S saat diwawancara — seolah-olah praktek ini sudah menjadi hal yang biasa dan tidak tertutup.

Ketika akhirnya dihubungi dan diwawancara, RS mengakui kebenaran meminta uang kepada korban dengan bukti yang ada dan bersedia bertanggung jawab. Namun, sampai berita ini tayang, belum ada langkah penyelesaian yang diambil. Lebih jauh, ia membongkar bahwa praktek tambahan biaya sudah merajalela di berbagai bagian Samsat Cileduk:

– Pelayanan cek fisik dikenai biaya tambahan Rp30.000 (padahal seharusnya termasuk dalam biaya administrasi atau gratis)
– Hampir semua loket pelayanan meminta uang tambahan dengan jumlah yang berbeda-beda

Cerita korban yang memprihatinkan: Korban mengaku kecewa dengan janji-janji yang tidak terpenuhi. Pada 10 April 2025, ia diminta membayar Rp2.250.000 untuk proses pajak dan mutasi balik nama motor Honda Beat (yang hanya dalam satu kota di Tangerang Selatan). Selain itu, ia juga membayar Rp700.000 untuk pajak motor Scoopy. Total uang yang dikeluarkan: Rp2.950.000 — tapi sampai sekarang, STNK keduanya belum diterima.

Korban juga dijanjikan BPKB Honda Beat tapi tidak pernah ada. Dampaknya, ia tidak bisa bekerja selama 8 bulan karena motor tidak bisa digunakan tanpa STNK, mengalami kesulitan ekonomi, bahkan harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Saya tidak menyangka bayar pajak malah membuat saya lebih susah,” ujar korban.

Korban menegaskan akan bertindak hukum jika kasus tidak diselesaikan segera, sesuai peraturan yang berlaku:

– Pasal 423 KUHP: Penyalahgunaan kekuasaan untuk pemerasan (maksimal 9 tahun penjara)
– UU ASN dan PP No. 94 Tahun 2021: Pencaloan sebagai pelanggaran berat (sanksi disiplin hingga pidana)
– UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ: Konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang

Berdasarkan investigasi lapangan, awak media dengan tegas meminta kepada Kepala Samsat Cileduk, Dispenda/Bapenda Banten, Polres Metro Tangerang Kota, dan Walikota Tangerang untuk menindak tegas segera. Tidak cukup hanya menangkap RS; pihak berwenang juga harus meneliti pegawai lain yang disebutkannya dan memeriksa apakah ada kelalaian pimpinan yang membuat praktek ini berlangsung. Masyarakat berhak mendapatkan layanan publik yang jujur, tepat waktu, dan tanpa tambahan biaya yang tidak sah!

Sumber: Aknes

Tinggalkan Balasan