Tulungagung pelitakota.id – Keberhasilan Kejaksaan Negeri Tulungagung mengungkap korupsi permainan SKTM di RSUD dr. Iskak senilai Rp4,3 miliar bukan sekadar perkara hukum biasa. Kasus ini membuka tabir dugaan mafia anggaran rumah sakit yang nilainya jauh melampaui skala kabupaten.
Pasca penetapan dua tersangka, Kejaksaan mendapat limpahan dukungan publik. Tim Media Alap-Alap 9 dan Lembaga Pengawas Korupsi dan Pemantau Penegak Hukum Indonesia (LPKP2HI) memberikan ucapan selamat melalui karangan bunga hingga piagam penghargaan. Bagi mereka, ini adalah capaian besar dalam sejarah pemberantasan korupsi di Tulungagung.
Nominal Rp4,3 miliar menjadi sorotan. Angka ini dinilai luar biasa untuk modus manipulasi SKTM di level daerah. Fakta ini memunculkan pertanyaan serius: apakah hanya dua orang yang bermain, atau ada aktor lain di balik layar?
Ketua LPKP2HI, Sugeng Sutresno, mendesak agar Kejaksaan tidak berhenti di dua tersangka. Ia menilai dugaan adanya keterlibatan pihak lain sangat kuat, mengingat posisi Wakil Direktur yang kini jadi tersangka bukanlah pucuk pengambil kebijakan.
“Hierarki birokrasi jelas. Wadir punya atasan. Masak atasannya tidak tahu? Secara logika tidak mungkin. Itu pertanyaan besar yang harus dijawab Kejaksaan,” tegas Sugeng, Kamis siang (18/9/2025).
Sugeng menambahkan, pola korupsi seperti ini biasanya tidak berdiri sendiri. Ada indikasi aliran dana yang harus ditelusuri lebih jauh, termasuk kemungkinan masuk ke kantong pejabat lain maupun pihak eksternal rumah sakit.
Di sisi lain, Kajari Tulungagung, Tri Sutrisno, SH., M.H., melalui Kasi Intelijen Amri Rahmanto Sayekti, S.H., M.H., menegaskan pihaknya tetap profesional. Saat ini perkara sudah memasuki tahap pemberkasan dan sejumlah saksi dipanggil ulang untuk memperdalam penyidikan.
“Prinsip kami jelas: setiap perkara harus memenuhi dua alat bukti yang cukup. Dari tersangka yang ada, jika muncul fakta baru, tentu akan kami dalami secara serius,” ujar Amri.
Ketika ditanya soal kemungkinan tersangka tambahan, Amri tidak menutup peluang. Ia menyebut, dalam setiap perkara korupsi, fakta baru bisa terungkap kapan saja, bahkan di tengah persidangan.
“Potensi adanya pihak lain yang terlibat selalu terbuka. Kami mengedepankan profesionalitas, tanpa rekayasa maupun pemaksaan. Jika bukti cukup, siapapun bisa ditetapkan sebagai tersangka,” tegasnya.
Pernyataan itu menjadi sinyal penting. Artinya, kasus SKTM belum sepenuhnya selesai. Ada ruang besar bagi Kejaksaan untuk menelusuri jejak uang, mulai dari kebijakan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban anggaran.
Apalagi publik menaruh harapan agar Kejaksaan berani membongkar jaringan di balik permainan SKTM. Jika benar ada aliran dana yang lebih luas, kasus ini berpotensi menyeret nama besar lain dalam struktur birokrasi maupun pihak eksternal yang selama ini tak tersentuh hukum.
Amri menutup dengan ucapan terima kasih atas dukungan masyarakat dan media. Baginya, apresiasi ini menjadi energi tambahan untuk melanjutkan kerja keras Kejaksaan. “Kami terbuka terhadap kritik, saran, dan masukan demi peningkatan kinerja,” ujarnya.
Namun publik tampaknya belum puas. Mereka menunggu keberanian Kejaksaan dalam mengungkap bukan hanya pelaku lapangan, tapi juga “aktor intelektual” yang diduga menikmati aliran dana korupsi SKTM.(dn)