LBH Tangerang desak APH usut tunjangan perumahan DPRD dan Walikota Tangerang
KOTA TANGERANG,— Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tangerang mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan tunjangan perumahan dan transportasi bagi pimpinan serta anggota DPRD Kota Tangerang.
Direktur LBH Tangerang, Rasyid Hidayat, SH, mengungkapkan bahwa kasus serupa sebelumnya sudah terjadi di sejumlah daerah, antara lain Kabupaten Bekasi, Indramayu, dan Kota Banjar. Di wilayah tersebut, perkara tunjangan DPRD bahkan telah masuk dalam penanganan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Kejaksaan Negeri setempat sejak 2022. Terbaru, Kejaksaan Negeri Purwokerto juga mulai melakukan penyelidikan kasus serupa.
Menurut Rasyid, akar persoalan biasanya terletak pada penetapan besaran tunjangan yang tidak sesuai ketentuan PP Nomor 18 Tahun 2017. Khususnya, terkait pelaksanaan survei harga pasar yang seharusnya dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). “BPK menemukan ada penetapan besaran tunjangan tanpa didahului survei harga pasar, atau KJPP yang ditunjuk tidak kredibel dan bahkan tidak memiliki izin dari Kementerian Keuangan. Akibatnya, besaran tunjangan tidak sesuai harga pasar maupun standar satuan harga, dan hal ini jelas merugikan keuangan daerah,” tegas Rasyid, Jumat (19/9/2025).
Sorotan ke Kota Tangerang
Hal serupa, kata Rasyid, diduga terjadi di Kota Tangerang. Ia menyoroti Peraturan Wali Kota (Perwal) Tangerang Nomor 14 Tahun 2025 yang menetapkan tunjangan perumahan dan transportasi DPRD. Dalam perwal tersebut, tunjangan perumahan ditetapkan sebesar Rp49 juta per bulan untuk Ketua, Rp45 juta untuk Wakil Ketua, dan Rp42,5 juta untuk anggota. Sementara itu, tunjangan transportasi ditetapkan sebesar Rp29 juta untuk Ketua, Rp28,75 juta untuk Wakil Ketua, dan Rp28,5 juta untuk anggota.
Rasyid menilai, dasar penetapan tunjangan tersebut tidak jelas. “Dalam konsideran Perwal tidak ada satu pun regulasi yang dijadikan acuan terkait standar sewa rumah maupun kendaraan. Seolah ditetapkan sesuka hati, asal lebih rendah dari Provinsi Banten,” ujarnya.
Ia juga menyinggung Standar Satuan Harga Belanja (SSHB) Kota Tangerang Tahun 2025 yang hanya mencantumkan luasan bangunan dan tanah, tanpa angka nominal sewa rumah. “Ini janggal. Namanya standar satuan harga semestinya mencantumkan angka. Bisa jadi nominalnya sengaja tidak dimunculkan karena lebih tinggi atau setara dengan tunjangan perumahan DPRD. Fakta ini menguatkan dugaan bahwa survei harga pasar memang belum dilakukan,” tambahnya.
Tunjangan Transportasi Diduga Melampaui Batas
Tak hanya tunjangan perumahan, LBH Tangerang juga menyoroti tunjangan transportasi DPRD Kota Tangerang. Besaran yang ditetapkan dalam Perwal dinilai jauh melampaui standar nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Masukan Tahun 2025, tarif tertinggi sewa kendaraan untuk wilayah Banten hanya Rp13.950.000 per bulan. Angka ini juga ditegaskan dalam Perwal Kota Tangerang Nomor 9 Tahun 2025 tentang SSHB, yang menyebutkan biaya sewa kendaraan roda empat operasional kepala daerah, wakil kepala daerah, dan pejabat eselon II sebesar Rp13,95 juta per bulan.
“PP Nomor 1 Tahun 2023 Pasal 17 ayat (4) sudah jelas menyebutkan bahwa besaran tunjangan transportasi harus sesuai standar satuan harga sewa kendaraan yang berlaku, tidak termasuk biaya perawatan dan operasional. Maka, jika DPRD menerima Rp28–29 juta per bulan, sementara kepala daerah hanya Rp13,95 juta, ini tidak masuk akal dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” tegas Rasyid.
Ia menambahkan, regulasi daerah tidak boleh bertentangan dengan aturan pusat. Apalagi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menegaskan bahwa kedudukan kepala daerah dan DPRD adalah setara. “Bagaimana mungkin tunjangan DPRD justru lebih tinggi daripada kepala daerah? Ini pelanggaran serius,” kata Rasyid.
Desakan Penyelidikan
Atas dasar temuan dan dugaan pelanggaran tersebut, LBH Tangerang mendesak APH segera turun tangan. “Kami meminta agar penyelidikan terhadap tunjangan perumahan dan transportasi DPRD, termasuk juga tunjangan perumahan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, dilakukan sejak tahun 2023 hingga saat ini. Karena dugaan kami, prosedur penetapan dan pelaksanaannya bermasalah sejak awal,” tutup Rasyid.