Pelitakota.id | Suara Kebenaran Injil Hari Ini | 2 Samuel 18:33, Maka terkejutlah raja dan dengan sedih ia naik ke anjung pintu gerbang lalu menangis. Dan beginilah per-kataannya sambil berjalan: “Anakku Absalom, anakku, anakku Absalom! Ah, kalau aku mati menggantikan engkau, Absalom, anakku, anakku!”
*LARUT DALAM DUKA MELUMPUHKAN SENDI KEHIDUPAN*
Dalam drama keluarga Daud ini Absalom adalah yang menjadi pelaku utama. Ia membunuh kakaknya, Amnon dan mem-berontak terhadap ayahnya. Drama keluarga itupun menyebabkan serangkai-an kemelut politik yang memperlihatkan keterangan yang ada dalam kerajaan Daud dan yang membahayakan masa depan kerajaan itu.
Kematian Absalom melahirkan kepedihan yang begitu dalam di hati Daud (2 Samuel 18:33). Sedemikian berdukanya Daud sehingga tentaranya yang pulang dari medan perang masuk kota diam-diam, seperti baru saja kalah perang (2 Samuel 18:19:3). Padahal tentara yang menang perang biasanya akan disambut dengan sorak sorai oleh warga kota. Sungguh ironis.
Mengapa Daud begitu sedih? Karena Daud hanya terfokus pada fakta bahwa Absalom, anaknya, mati. Ia tidak melihat sisi lain, yaitu realitas bahwa Absalom adalah pemberontak dan pengkhianat, yang ingin merebut takhta ayahnya sendiri. Daud juga begitu bersedih karena dia tahu bahwa kematian anaknya merupakan bagian dari hukuman Allah terhadap dia karena telah berzinah dengan Batsyeba dan kemudian membunuh suaminya, Uria. Daud tentu masih ingat perkataan nabi Natan, “Pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya” (2 Samuel 12:9-10).
Memperhatikan fenomena itu, Yoab tidak segan menegur Daud dengan keras, karena kesedihan Daud berarti memper-malukan orang-orang yang telah menye-lamatkan nyawanya. Padahal mereka sendiri mem-pertaruhkan nyawa mereka untuk membela Daud. Teguran Yoab menyadarkan Daud untuk bangkit dari kedukaan (2 Samuel 19:8). Daud harus mengendalikan diri karena dia adalah pemimpin. Banyak hal yang harus diatur dan banyak orang yang membutuhkan kepemimpinannya (2 Samuel 19:8).
Saudaraku, bersedih adalah sesuatu yang normal, yang sangat mungkin dialami oleh setiap orang. Namun membiarkan diri dilanda kesedihan dapat melum-puhkan kita sehingga kita kehilangan kesempatan untuk melihat bahwa Allah, hadir dalam kasih karunia-Nya dan berkenan mengangkat kesedihan kita. Haleluyah, amen. Pst.harts
