pelitakota,Tulungagung,-Sebuah video viral di media sosial memunculkan dugaan adanya praktik pungutan liar (pungli) di kawasan parkir Jalan Teuku Umar, tepatnya di utara warung sate kambing Pak Kuat. Dalam video tersebut, seorang juru parkir berinisial JM, warga Ringinpitu, mengaku sudah lebih dari dua tahun menyetorkan uang setoran rutin kepada oknum berinisial YS, yang disebut-sebut sebagai pegawai Dinas Perhubungan (Dishub) Tulungagung.
JM menyebut, ia bersama jukir lain dipatok target setoran Rp400 ribu per bulan dengan kewajiban setor mingguan antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu. Selain itu, setiap kendaraan dikenai iuran, yakni Rp1.000 per motor dan Rp2.000 per mobil. Yang menjadi sorotan, seluruh setoran itu dilakukan tanpa kuitansi resmi, sementara para jukir tidak memiliki SK pengangkatan maupun gaji tetap.
“Setor ke Mbak YS, tapi tidak pernah ada kuitansi. Semua begitu, semua orang setor ke dia,” ujar JM dalam pengakuannya di video yang kini ramai diperbincangkan.
Menanggapi isu tersebut, Iswahyudi, S.IP., M.Si., Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Tulungagung, menegaskan bahwa pihaknya belum pernah menerapkan sistem parkir berlangganan sebagaimana disebut dalam video viral.
Perlu diketahui, sebelum menjabat Kadishub, Iswahyudi merupakan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Tulungagung. Ia baru saja dilantik dalam mutasi pejabat pimpinan tinggi pratama oleh Bupati Tulungagung.
“Perlu saya tegaskan bahwa informasi tentang adanya penerapan sistem parkir pelangganan itu tidak benar. Saat ini Tulungagung belum menerapkan parkir pelangganan,” kata Iswahyudi, Senin (29/9/2025).
Iswahyudi menjelaskan, besaran kewajiban jukir dihitung berdasarkan target PAD yang ditetapkan pemerintah daerah. Misalnya target Rp1,6 miliar di tahun 2025, kemudian dibagi ke 18 ruas jalan dengan 217 titik parkir. Lokasi yang ramai otomatis memiliki kewajiban lebih besar dibanding lokasi sepi.
Sebagai pengendalian, Dishub mendistribusikan bonggol karcis resmi dengan tarif Rp2.000 untuk roda dua dan Rp3.000 untuk roda empat. Seluruh distribusi karcis dipantau melalui dashboard sistem real time, sehingga keluar-masuk karcis tercatat jelas dan transparan.
“Dengan sistem dashboard, keluar masuknya karcis tercatat secara real time. Jadi, jukir yang sudah menerima bonggol akan terpantau berapa besar kewajiban setoran mereka. Mekanisme ini sudah berlaku, dan kita pastikan lebih akuntabel,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Ronald Soesatyo, Kabid Parkir Dishub Tulungagung. Ia menekankan, mekanisme pengendalian jukir selama ini bukan melalui kuitansi, melainkan berbasis karcis.
“Kalau dalam satu bulan karcis belum habis, kami tidak memberikan karcis baru karena setoran sebelumnya belum lunas. Sebaliknya, kalau karcis habis sebelum satu bulan, jukir bisa minta tambahan. Itu berarti mereka melebihi target, dan hal tersebut justru positif karena otomatis terakumulasi dalam setoran PAD,” terangnya.
Ronald Soesatyo juga meluruskan isu tentang seragam jukir. Menurutnya, jukir kontrak memang difasilitasi seragam melalui pengadaan resmi APBD. Namun, untuk jukir binaan tidak ada anggaran seragam karena mereka bukan penerima gaji APBD.
“Kalau jukir binaan butuh seragam, mereka harus membeli sendiri. Itu bukan pungutan, tapi konsekuensi karena mereka tidak masuk daftar gaji APBD,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ronald Soesatyo menerangkan bahwa status jukir memang terbagi dua. Jukir kontrak memiliki SK resmi dan mendapat jasa kerja dari APBD, sedangkan jukir binaan hanya mengantongi surat tugas tanpa gaji bulanan.
Ia menegaskan, sistem parkir di Tulungagung hingga saat ini masih non-berlangganan. Rencana sistem parkir berlangganan baru akan diterapkan tahun depan setelah mendapat izin dari Gubernur Jawa Timur.
“Jadi jelas, informasi di video viral itu tidak benar. Narasi yang beredar berasal dari jukir binaan, bukan jukir kontrak. Faktanya Dishub belum pernah menerapkan parkir berlangganan sampai hari ini,” pungkas Ronald Soesatyo.(dian)