Ketika Keluarga Menjadi Obat: Kisah tentang Kekuatan Ikatan Persaudaraan di Ruang IGD

Spread the love

Bogor,09 November 2025 Semalam ketika saya di Ruang IGD RSUD Kota Bogor, tempat yang seringkali dipenuhi kecemasan dan ketidakpastian, tiba-tiba terasa lebih hangat dan penuh harapan. Di tengah hiruk pikuk peralatan medis dan wajah-wajah khawatir, hadir sekelompok orang yang membawa serta cinta dan dukungan tanpa batas: keluarga.

Kisah ini bermula ketika saya, anak sulung dari tujuh bersaudara, duduk di kursi roda di ruang IGD, mencoba melawan rasa sakit dan cemas. Di saat itulah, pintu ruangan terbuka, dan dua adik saya, bersama dengan keponakan-keponakan tercinta yang masih kecil-kecil, berusia 5 dan 3 tahun, melangkah masuk. Senyum mereka adalah mentari yang menerangi hari yang kelabu. Tawa anak-anak kecil itu adalah melodi yang menenangkan jiwa yang gelisah. “Lihatlah, betapa baiknya dan betapa indahnya, bila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!” (Mazmur 133:1)

Kehadiran mereka bukan sekadar kunjungan biasa. Itu adalah bukti nyata dari kekuatan ikatan persaudaraan. Di mata mereka, saya melihat cinta, dukungan, dan harapan. Mereka datang bukan hanya untuk melihat kondisi saya, tetapi juga untuk memberikan kekuatan dan semangat agar saya bisa segera pulih. “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” (Amsal 17:17)

Sebagai anak sulung, saya terbiasa menjadi sosok yang kuat dan diandalkan. Namun, di saat itu, saya merasa rapuh dan membutuhkan dukungan. Adik-adik saya datang dengan tangan kosong, tidak membawa apa-apa selain diri mereka sendiri. Namun, kehadiran mereka sudah lebih dari cukup. Mereka berjongkok di depan kursi roda saya, menggenggam tangan saya, dan menatap saya dengan penuh kasih. Keponakan-keponakan saya yang masih kecil, dengan celotehan polos dan tingkah laku lucu mereka, membuat saya sejenak melupakan rasa sakit. Sentuhan dan perhatian sederhana itu, ternyata, memiliki kekuatan yang luar biasa. “Sedumuk bathuk, senyari bumi.” (Artinya: Sekecil apapun masalah, harus diselesaikan dengan baik demi menjaga persatuan dan kesatuan).

Saat itu, saya menyadari betapa beruntungnya saya memiliki keluarga seperti mereka. Di saat-saat sulit, mereka selalu ada, memberikan bahu untuk bersandar, telinga untuk mendengar, dan hati untuk mencintai. Ikatan persaudaraan kami adalah fondasi yang kokoh, yang mampu menahan badai kehidupan. “Karena itu, hiburkanlah seorang akan yang lain dan saling membangunlah, seperti yang memang kamu lakukan.” (1 Tesalonika 5:11)

Kunjungan mereka di ruang IGD mengajarkan saya banyak hal tentang arti penting keluarga. Keluarga adalah tempat kita pulang, tempat kita merasa aman dan dicintai tanpa syarat. Keluarga adalah sumber kekuatan, inspirasi, dan motivasi untuk terus berjuang. “Kasihilah seorang akan yang lain dengan kasih persaudaraan; dahulukanlah untuk memberi hormat kepada yang lain.” (Roma 12:10)

Kisah ini adalah pengingat bagi kita semua untuk selalu menghargai dan menjaga ikatan persaudaraan. Jangan biarkan kesibukan dan jarak memisahkan kita dari keluarga. Luangkan waktu untuk berkumpul, berbagi cerita, dan saling mendukung. Karena keluarga adalah harta yang tak ternilai harganya. “Memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara.” (Artinya: Berbuat baik bagi dunia dan memberantas angkara murka). “Tetapi jika seorang tidak memelihara sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, ia sudah murtad dari iman dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman.” (1 Timotius 5:8)

Semoga kisah ini bisa menginspirasi dan menggugah hati kita semua untuk lebih mencintai dan menghargai keluarga. Ingatlah, di saat-saat sulit, keluarga adalah obat terbaik. “Bertekunlah dalam doa, dan berjaga-jagalah sambil mengucap syukur.” (Kolose 4:2)

Di Kisahkan oleh Kefas Hervin Devananda alias Romo Kefas pada 09 November 2025 pada Pukul 08 : 05 WIB di Ruang Inap RSUD kota Bogor Kamar Pahio 3 

Tinggalkan Balasan