Ketika Bayang-Bayang Korupsi Menghantui Istana: Sebuah Refleksi atas Penangkapan Wamenaker Noel

Spread the love

Pelita kota – Dalam hiruk pikuk kehidupan politik dan pemerintahan, kita sering kali disuguhkan dengan janji-janji manis tentang integritas dan transparansi. Namun, realitasnya seringkali jauh dari harapan. Penangkapan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 20 Agustus 2025 malam menjadi pengingat keras bahwa tidak ada yang kebal dari godaan korupsi.

Seperti pribahasa Jawa yang mengatakan, “Ajining dhiri dumunung ana ing lathi, ajining raga ana ing busana,” yang berarti bahwa harga diri seseorang terletak pada kata-katanya, dan harga dirinya juga terletak pada perilakunya. Penangkapan Noel mengingatkan kita bahwa integritas bukanlah sekadar jargon, melainkan komitmen yang harus dijunjung tinggi oleh setiap penyelenggara negara.

Kasus ini menjadi refleksi bagi kita semua untuk selalu mengedepankan integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Berdasarkan *Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi*, Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

KPK perlu mengusut tuntas kasus ini dan memberikan hukuman yang setimpal jika terbukti bersalah. Ini penting untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga penegak hukum. Di sisi lain, publik juga perlu terus mengawal proses hukum ini agar transparan dan bebas dari intervensi apa pun.

Dalam *Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penanganan Laporan atau Pengaduan oleh KPK*, Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa “KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau orang lain yang terkait dengan jabatan atau tugasnya.”

Berdasarkan *Kode Etik Penyelenggara Negara*, integritas adalah salah satu prinsip utama yang harus dijunjung tinggi oleh setiap penyelenggara negara. Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah: Apakah Istana memiliki keberanian untuk memberantas korupsi yang telah menjadi kanker ganas di tubuh pemerintahan? Ataukah Istana hanya akan menjadi penonton diam ketika korupsi terus menggerogoti fondasi negara?

Kita menanti sikap tegas dari Istana untuk memberantas korupsi tanpa pandang bulu, tanpa kompromi, dan tanpa pembiaran. Karena hanya dengan keberanian dan ketegasan, kita bisa membangun pemerintahan yang bersih dan melayani. Mari kita kawal kasus ini hingga tuntas dan menjadi bagian dari solusi untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik.

Oleh Kefas Hervin Devananda

Tinggalkan Balasan