Jurnalisme HAM: Bukan Sekadar Profesi, Melainkan Panggilan Jiwa untuk Keadilan!

Spread the love

Bogor – Seruan Staf Khusus Menteri Hukum dan HAM agar jurnalis aktif dalam pembangunan HAM adalah alarm yang menggugah. Ini bukan sekadar ajakan untuk meliput berita, melainkan panggilan untuk menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak asasi setiap manusia. Pertanyaannya, apakah kita, para jurnalis, siap menjawab panggilan ini dengan segenap jiwa dan raga?

Kita sering mendengar bahwa jurnalisme adalah pilar demokrasi. Namun, jurnalisme HAM adalah lebih dari itu. Ia adalah pilar peradaban, fondasi bagi masyarakat yang adil dan beradab. Ia adalah suara bagi mereka yang dibungkam, harapan bagi mereka yang terpinggirkan, dan kekuatan bagi mereka yang tertindas.

Namun, jalan menuju keadilan tidak pernah mudah. Jurnalisme HAM seringkali berhadapan dengan tembok kekuasaan, kepentingan ekonomi, dan budaya impunitas yang mengakar. Jurnalis yang berani mengungkap kebenaran harus siap menghadapi risiko: intimidasi, kriminalisasi, bahkan kekerasan.

Di sinilah letak ujian bagi kita. Apakah kita akan memilih untuk diam dan aman, ataukah kita akan berani bersuara dan berjuang? Apakah kita akan menjadi corong kekuasaan, ataukah kita akan menjadi pembela kebenaran? Becik ketitik, ala ketara – yang baik akan kelihatan, yang buruk akan tampak. Kebenaran pada akhirnya akan terungkap, meski tersembunyi rapat. Tugas kita sebagai jurnalis adalah memastikan kebenaran itu sampai ke telinga publik.

Analisis kritis dari LKBH Pewarna mengingatkan kita bahwa peningkatan kapasitas jurnalis dalam isu HAM tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada perubahan sistemik dalam penegakan hukum dan perlindungan kebebasan pers. Kita tidak bisa hanya berharap pada pelatihan dan workshop. Kita harus menuntut negara untuk menjamin keamanan dan kebebasan kita dalam menjalankan tugas, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kemerdekaan pers dan hak wartawan untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.

Ambil contoh kasus pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulon Progo. Jurnalis lokal, dengan segala keterbatasan, berani mengungkap dampak penggusuran yang dialami oleh ribuan warga, serta dugaan pelanggaran HAM dalam proses pembebasan lahan. Akibatnya, mereka menghadapi intimidasi dan stigmatisasi. Namun, berkat keberanian mereka, isu ini mendapat perhatian nasional dan internasional, mendorong dialog antara pemerintah dan masyarakat terdampak. Ini adalah bukti nyata bahwa jurnalisme HAM dapat mengubah keadaan.

Lebih dari itu, kita juga bisa melihat bagaimana jurnalisme HAM berperan penting dalam mengungkap kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan keagamaan, praktik perburuhan anak di sektor informal, serta diskriminasi terhadap kelompok minoritas di berbagai daerah di Indonesia. Dalam menjalankan tugas ini, kita dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjamin hak setiap orang untuk menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi.

Namun, perjuangan ini tidak bisa hanya dilakukan oleh jurnalis. Kita membutuhkan dukungan dari masyarakat. Masyarakat harus cerdas dalam memilih informasi, kritis terhadap media yang hanya mencari sensasi, dan berani membela jurnalis yang berjuang untuk kebenaran. Jer Basuki Mawa Beya – untuk meraih kebahagiaan diperlukan pengorbanan. Membela kebenaran dan keadilan memang membutuhkan pengorbanan, tetapi hasilnya akan jauh lebih berharga.

Jurnalisme HAM adalah panggilan jiwa untuk keadilan. Ia adalah tugas suci yang harus kita emban dengan penuh tanggung jawab. Mari kita jadikan ajakan Stafsus Menkumham sebagai momentum untuk membangkitkan semangat jurnalisme HAM di seluruh pelosok negeri.

Mari kita berani mengungkap kebenaran, membela yang lemah, dan melawan segala bentuk ketidakadilan. Mari kita jadikan jurnalisme HAM sebagai senjata untuk membangun Indonesia yang lebih berkeadilan dan berkeadaban.

Jangan pernah ragu akan kekuatan pena kita! Dengan keberanian dan integritas, kita bisa menjadi pelita yang menerangi kegelapan, obor yang membakar semangat perubahan, dan pahlawan yang memperjuangkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia! Kita memiliki landasan hukum yang kuat, mari kita gunakan untuk membela kebenaran dan keadilan!

Oleh Kefas Hervin Devananda (Romo Kefas) Jurnalis Senior Pewarna Indonesia, Kordinator Nasional LSM Gerakan Rakyat untuk Keadilan (LSM – GERAK)

Tinggalkan Balasan