Jalan Kesunyian yang Menanti

Spread the love

Pelitakota.id – “Ingatlah suatu saat kita akan menyelusuri sebuah Jalan kesunyian, di mana kita tak lagi dilihat karena status, karena kehebatan, atau karena kekayaan atau juga mungkin jabatan dan kepintaran kita.”

Dalam perjalanan hidup, kita sering kali terjebak dalam perlombaan untuk mencapai status, kehebatan, kekayaan, jabatan, dan kepintaran. Namun, di tengah-tengah kesibukan itu, ada satu hal yang sering kali terlupakan: jalan kesunyian yang suatu saat akan kita tempuh semua.

Dalam kesunyian, kita akan menemukan diri kita yang sebenarnya, tanpa topeng dan tanpa atribut duniawi. Kita akan memiliki kesempatan untuk merefleksikan kehidupan kita, memahami apa yang benar-benar penting, dan menemukan makna yang sebenarnya.

Ketika kita berada di jalan kesunyian, kita akan dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan yang paling mendasar tentang kehidupan dan tujuan kita. Apa yang benar-benar penting dalam hidup? Apa yang kita tinggalkan sebagai warisan? Apa yang kita dapatkan dari semua yang kita capai?

“Karena apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya?” (Markus 8:36). Ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak ada artinya jika kita kehilangan jiwa kita.

“Karena kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut bagi yang telah diperbuatnya dalam hidupnya, baik ataupun jahat.” (2 Korintus 5:10). Ini mengingatkan kita bahwa kita semua akan diminta pertanggungjawaban atas segala yang kita lakukan dalam hidup ini.

Jalan kesunyian itu tidak hanya tentang meninggalkan atribut duniawi, tetapi juga tentang menemukan diri kita yang sebenarnya. Dengan memahami hal ini, kita dapat hidup dengan lebih bijak dan bermakna.

“Ajining dhiri dumunung ana ing lathi, ajining raga ana ing busana,” kata peribahasa Jawa, yang artinya “Harga diri seseorang terletak pada kata-katanya, dan keindahan tubuh terletak pada pakaiannya.” Namun, di jalan kesunyian, harga diri dan keindahan tubuh itu tidak lagi berarti.

“Dotu pepe ma ngana, tou pepe ma worou,” kata peribahasa Minahasa, yang artinya “Batu yang keras pun akan aus, manusia pun akan lemah.” Ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak kekal, termasuk kekuatan dan kekuasaan kita.

Mari kita semua mengambil pelajaran dari jalan kesunyian yang akan kita tempuh, dan mari kita hidup dengan lebih bijak dan bermakna. Selamat sore, semoga kita semua dapat menemukan kedamaian dan ketenangan dalam perjalanan hidup kita. Rahayu, semoga Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Salam santun, mari kita semua berjalan bersama dalam perjalanan hidup ini, dengan hati yang terbuka dan pikiran yang jernih.

Oleh Kefas Hervin Devananda

Tinggalkan Balasan