Sleman, 06/11/2025 – Pemahaman dan pengamalan sikap toleransi menjadi kunci utama dalam menjaga keharmonisan masyarakat yang majemuk. Sikap ini diakui secara global sebagai pilar penting untuk menciptakan dunia yang damai dan inklusif.
Toleransi dapat dipahami sebagai sikap menghormati dan membiarkan adanya perbedaan pandangan, keyakinan, atau kebiasaan yang dimiliki orang lain, meskipun berbeda atau bahkan bertentangan dengan milik sendiri.
Menurut panduan UNESCO, yang tertuang dalam Deklarasi Prinsip-Prinsip Toleransi, toleransi bukanlah sekadar bersikap acuh tak acuh. Sebaliknya, ia merupakan penghargaan yang aktif dan tulus terhadap kekayaan ragam budaya, bentuk-bentuk ekspresi, dan berbagai cara hidup yang ada pada umat manusia. Singkatnya, ia adalah pengakuan atas hak asasi manusia dan kebebasan mendasar setiap individu.
Toleransi penting karena merupakan prasyarat untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat yang beragam di seluruh dunia. Tanpa toleransi, keragaman rentan memicu konflik, ekstremisme, dan kebencian. Oleh karena itu, toleransi adalah instrumen vital untuk mencapai perdamaian global, mendorong inklusivitas, dan membentengi diri dari segala bentuk diskriminasi.
Hari Toleransi Internasional diperingati setiap tahun pada tanggal 16 November. Tanggal ini dipilih untuk menandai momen bersejarah ketika pada 16 November 1995, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) mengesahkan Deklarasi Prinsip-Prinsip Toleransi.
Setahun setelah itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi resolusi (51/95), yang secara resmi mengajak semua negara anggota untuk merayakan 16 November sebagai hari perayaan toleransi.
PBB mengadopsi deklarasi prinsip-prinsip toleransi sebagai bagian dari upaya besar mereka dalam mengukuhkan perdamaian dan saling pengertian antarbudaya, sebagaimana yang tertuang dalam Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Adopsi ini sangat diperlukan karena maraknya konflik dan ekstremisme kekerasan global yang menunjukkan pengabaian serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Indonesia, sebagai negara yang kaya akan keragaman, menjadikan toleransi beragama sebagai pilar fundamental dalam menjaga harmoni, stabilitas sosial, dan perdamaian . Sikap toleran tidak diartikan sebagai pengubahan atau penyerahan keyakinan pribadi, namun lebih kepada menghargai hak setiap warga negara untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang diyakini tanpa diskriminasi. Dengan menjunjung tinggi sikap ini, berbagai potensi konflik sosial yang seringkali berakar dari ketidakmampuan menerima perbedaan dapat diminimalisir. Toleransi memungkinkan masyarakat untuk membangun ruang dialog dan kolaborasi antar kelompok agama, sehingga energi bersama dapat difokuskan pada pembangunan nasional dan kemajuan berkelanjutan.
Penerapan toleransi yang tinggi sangat krusial karena ia secara langsung mendukung dan melestarikan kekayaan keberagaman yang dimiliki bangsa. Sikap saling menghormati, menerima, dan menghargai perbedaan agama menciptakan masyarakat yang inklusif dan damai, jauh dari perpecahan. Dengan demikian, toleransi beragama adalah kunci untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang rukun, nyaman, dan sejahtera bagi seluruh umat beragama di Indonesia.
Dalam rangka menyambut Hari Toleransi Internasional, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama (Kemenag) menyiapkan rangkaian 18 agenda nasional bertajuk “The Wonder Of harmony 2025” yang digelar hingga awal desember.
Dilansir dari kemenag.go.id, Staf Khusus Menteri Agama Bidang kebijakan Publik, Media, dan Pengembangan Sumber Daya manusia, Ismail Cawidu menjelaskan bahwa Giat ini sebagai upaya menguatkan nilai kerukunan, toleransi, dan cinta kemanusiaan di tengah masyarakat yang majemuk. The Wonder of Harmony dirancang sebagai gerakan sosial dan kultural yang menghadirkan pesan-pesan kebersamaan melalui pendekatan dakwah-edutainment atau dadutainment.
“Kemenag ingin menampilkan wajah Islam yang damai, sejuk, dan penuh kasih sayang dengan pendekatan yang bisa diterima oleh semua kalangan, termasuk generasi muda,” ujarnya dalam Konferensi Pers di Jakarta, Rabu (5/11/25).
Lebih lanjut Ismail menjelaskan, rangkaian kegiatan ini merupakan bentuk nyata dari komitmen Kemenag untuk terus menanamkan nilai-nilai moderasi beragama dan harmoni sosial sebagai pondasi kebangsaan. “Toleransi itu bukan sekadar wacana, melainkan praktik hidup sehari-hari. Karena itu, setiap agenda dirancang agar publik bisa merasakan langsung pengalaman kebersamaan lintas iman.”
Jurnalis : S_HaNu
Foto : Kemenag.go.id


