Dari Bayang-Bayang Kesedihan Menuju Cahaya Kemaafan

Spread the love

Pelita kota Dalam perjalanan hidup, kita seringkali dihadapkan pada situasi yang memerlukan keberanian untuk memaafkan dan menerima maaf. Memaafkan bukanlah tanda kelemahan, tapi keberanian untuk melepaskan beban emosi negatif dan membuka pintu bagi kedamaian dan kebahagiaan.

Bayangkan kita sedang membawa sebuah tas yang penuh dengan batu. Setiap kali kita memikirkan tentang kesalahan orang lain, kita menambahkan batu ke dalam tas itu. Semakin banyak batu yang kita bawa, semakin berat tas itu dan semakin sulit kita untuk berjalan. Namun, ketika kita memaafkan, kita dapat melepaskan batu-batu itu dan membuat tas kita menjadi ringan kembali. Dengan demikian, kita dapat berjalan dengan lebih mudah dan menikmati perjalanan hidup kita.

Memaafkan bukan berarti melupakan atau membiarkan orang lain berbuat salah, tapi memberi kesempatan pada diri sendiri untuk pulih dan melangkah maju. Dengan memaafkan, kita dapat mengurangi stres dan kecemasan, meningkatkan kualitas hidup, dan membangun hubungan yang lebih harmonis dengan orang lain. Seperti yang tertulis dalam Alkitab, “Karena itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan di sana ingat bahwa saudaramu mempunyai sesuatu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali dan persembahkanlah persembahanmu.” (Matius 5:23-24)

Menerima maaf juga memerlukan keberanian dan kerendahan hati. Ketika kita meminta maaf, kita mengakui kesalahan dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Menerima maaf dengan tulus dapat memperkuat hubungan dan membangun kepercayaan. Bayangkan kita sedang memperbaiki sebuah cermin yang pecah. Kita dapat memperbaiki cermin itu dengan menempelkan kembali pecahan-pecahan kaca, tapi ada kemungkinan bahwa cermin itu tidak akan sama seperti sebelumnya. Namun, jika kita menerima maaf dengan tulus, kita dapat memperbaiki hubungan kita dengan orang lain dan membuat cermin itu menjadi lebih indah daripada sebelumnya.

Seperti pepatah Jawa yang mengatakan, “Bisa mulur bisa mendut” (Dapat meregang dapat mengerut), kita perlu fleksibel dan bijak dalam mengelola emosi negatif. Dan seperti pepatah Minahasa yang mengatakan, “Torang samua manusia, torang samua basudara” (Kita semua manusia, kita semua bersaudara), kita perlu memandang orang lain dengan kasih sayang dan memaafkan.

Dengan memaafkan dan menerima maaf, kita dapat meninggalkan bayang-bayang kesedihan dan melangkah menuju cahaya kemaafan. Kita dapat membangun hubungan yang lebih harmonis dengan orang lain, meningkatkan kualitas hidup, dan mencapai kedamaian batin. Seperti yang tertulis dalam Alkitab, “Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” (Matius 6:12)

Mari kita melangkah menuju cahaya kemaafan dengan memaafkan dan menerima maaf. Dengan demikian, kita dapat menikmati perjalanan hidup kita dengan lebih bahagia dan harmonis.

Oleh Kefas Hervin Devananda

Tinggalkan Balasan