Pelitakota.id Di tengah hiruk-pikuk kehidupan yang seringkali kacau dan tidak pasti, kita sering merasa seperti kapal yang tersesat di lautan badai — hilang arah, lelah berjuang, bahkan kadang ingin menyerah. Tapi apa kalau aku katakan: kesulitan itu bukanlah penghalang yang harus dihindari, melainkan jendela yang membuka pandangan ke makna hidup yang lebih dalam, kebenaran yang lebih tegas, dan hubungan dengan Tuhan yang lebih erat? Yuk, kita jelajahi bersama, dengan kata-kata pribahasa Jawa yang tepat mengiringi setiap langkah perjalanan kita.
Manusia diciptakan dengan “lubang kosong” di dalam hati — sebuah kebutuhan mendalam yang tidak pernah bisa diisi sepenuhnya oleh harta, pangkat, kesuksesan dunia, atau bahkan hubungan manusia semata. Seperti yang dikatakan filsuf Kristen Blaise Pascal: “Hati manusia memiliki alasan yang akal tidak tahu” — lubang itu adalah kebutuhan akan Tuhan, yang menciptakan kita dan adalah tujuan hidup kita.
ini sesuai dengan ajaran tentang kekurangan manusia (sin) — bukan hanya kesalahan moral, tapi juga ketidaksempurnaan yang membuat kita tidak cukup sendiri. Kita akan terus terombang-ambing, kayak kapal yang tak punya kompas, kalau tidak mengenali target sesungguhnya: mendekati Tuhan. Pribahasa Jawa “Yen tak onok target, tak onok arah” menggambarkan ini dengan tepat: tanpa tujuan yang benar, hidup kita akan hampa dan tidak berarti.
Kapan terakhir kali kamu merasakan kosongkan yang dalam di hati? Apakah hal-hal yang kamu cari di dunia itu benar-benar membuatmu tenang, atau cuma menyembunyikan lubang itu sebentar?
Bayangkan seorang pengukir yang ingin menjadikan batu biasa menjadi patung yang indah dan berharga. Dia tidak akan memeluk batu itu dengan lembut — dia harus memukulnya dengan pahat, menggoresnya dengan pisau, dan mengasahinya sampai bentuk yang diinginkan muncul. Begitu juga Tuhan dengan kita: kesulitan adalah pahat yang Dia gunakan untuk membentuk kita menjadi orang yang lebih dekat dengan gambar-Nya.
hal ini tercantum jelas di Surat Ibrani 12:6-7: “Karena Tuhan mencintai orang yang Dia hukum, dan Dia menyayangi orang yang Dia timpa dengan cobaan. Kalau kamu menerima hukuman yang diberikan oleh Dia, berarti kamu dianggap sebagai anak-Nya. Siapakah anak yang tidak dikenai hukuman oleh ayahnya?” Kesulitan bukan tanda Tuhan meninggalkan kita — melainkan bukti bahwa Dia mencintai kita dan ingin membangun karakter yang kuat, sabar, dan bijak dalam diri kita.
Ini adalah konsep “kematangan melalui penderitaan” — bahwa kebijaksanaan dan keaslian tidak tumbuh dari zona nyaman, tapi dari kemampuan kita menghadapi, memahami, dan melewati kesulitan. Seperti pohon yang tumbuh tegak di tengah angin kencang, akarnya akan semakin kuat dan ia akan lebih tahan banting. Pribahasa “Yen arep dadi batu patung, harus siap dipahat” menggambarkan ini dengan tepat: untuk menjadi yang lebih baik dan berharga, kita harus siap menghadapi cobaan yang membentuk kita.
Setiap masalah yang kamu hadapi hari ini bukanlah kebetulan. Ia adalah langkah penting menuju versi dirimu yang lebih kuat, lebih bijak, dan lebih dekat dengan Tuhan besok. Jangan takut pahat itu — ia akan membuatmu indah.
Banyak orang salah paham: “bersandar pada Tuhan” berarti menyerah, tidak berusaha, atau biarkan segalanya terjadi. Padahal, bersandar pada-Nya adalah cara untuk menjadi lebih bebas dari beban keraguan, rasa bersalah, dan ketakutan yang menghambat kita bergerak maju.
Tuhan memberikan kita dua anugerah yang membuat bersandar itu berarti: pengampunan dan kekuatan Roh Kudus. Melalui Yesus, kita dibebaskan dari beban dosa (Roma 8:1) sehingga tidak perlu terbebani rasa bersalah masa lalu. Melalui Roh Kudus, kita diberi kekuatan untuk hidup dengan kebenaran dan menghadapi segala tantangan (Galatia 5:22-23). Bersandar bukan kelemahan — melainkan kekuatan terbesar yang kita bisa miliki, karena kita mengandalkan Yang Maha Kuasa dan Tidak Berubah.
Pribahasa Jawa “Yen onok saku, tak perlu rasa rugi” menggambarkan ini dengan sempurna: “saku” itu adalah Tuhan — tempat kita bisa menyimpan semua beban, keraguan, dan kesulitan. Kita masih harus berusaha, tapi kita tidak sendirian. Dia akan menopang kita, membimbing kita, dan memberiku kekuatan yang kita butuhkan pada waktunya.
Hari ini, coba tarik napas dalam-dalam dan lepas satu beban yang membuatmu lelah — entah itu kesalahan masa lalu, kekhawatiran masa depan, atau masalah sekarang. Serahkan ke Tuhan dan rasakan betapa ringannya hidup ketika kamu tidak perlu bawa semuanya sendiri.
Kita seringkali mengharapkan kemudahan datang dalam bentuk yang kita inginkan: masalah langsung hilang, semua jadi mulus, atau keberhasilan tiba-tiba. Tapi seringkali, kemudahan yang Tuhan berikan adalah sesuatu yang lebih dalam dan berharga: hati yang tenang meski dunia kacau, kekuatan untuk bertahan meski lelah, teman yang datang di saat paling butuh, atau pemahaman yang membuat kita melihat kehidupan dengan sudut pandang baru.
Yesus janji di Matius 11:28-30: “Datanglah kepadaku, semua yang lelah dan berbeban berat, dan aku akan memberimu ketenangan. Ambillah gagang ku dan pelajari dari ku, karena aku lemah lembut dan rendah hati hatiku, dan kamu akan menemukan ketenangan bagi hatimu. Sebab gagang ku ringan dan beban ku ringan.” “Gagang” itu adalah jalan Yesus — tidak selalu jalan yang mudah, tapi selalu jalan yang penuh kemudahan karena kita punya-Nya sebagai pelayaran.
Pribahasa “Yen sikap iku baik, rejeki iku muncul” berarti: kalau kita bersandar pada Tuhan dengan sikap yang patuh, bersyukur, dan percaya, kemudahan akan datang dengan cara yang Dia siapkan — bahkan yang tidak kita harapkan. Bisa jadi itu adalah kesadaran bahwa kita dilindungi, atau kebahagiaan yang muncul dari penderitaan yang kita lalui.
Sudahkah kamu melihat kemudahan kecil di tengah kesulitanmu hari ini? Mungkin itu adalah senyum dari orang yang kamu sayangi, waktu sebentar buat berdoa, atau keberhasilan kecil yang kamu raih. Semua itu adalah anugerah Tuhan yang menunjukkan Dia selalu ada di sampingmu.
Kesulitan akan selalu ada di kehidupan ini — itu adalah bagian dari kenyataan manusia. Tapi dengan bersandar di Tuhan — batu yang tegak, tidak goyah, dan tidak berubah — kita bisa menghadapinya dengan tenang dan keyakinan. Seperti yang dikatakan dalam pribahasa Jawa: “Yen tembok iku kaku, watu iku kuat, mesthi bisa berdiri”.
Hidup ini bukanlah perjalanan untuk menghindari badai, tapi perjalanan untuk belajar berlayar dengan Tuhan sebagai pelayaran kita. Dan di akhir perjalanan, kita akan melihat bahwa semua kesulitan yang kita lalui telah membentuk kita menjadi orang yang lebih dekat dengan-Nya — dan itu adalah hadiah terbesar di dunia, yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun.
“Bersyukurlah apa pun yang terjadi, karena itu adalah kehendak Tuhan dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (1 Tesalonika 5:18)
Oleh Kefas Hervin Devananda


