BENIH KEBAIKAN ATAU LUKA KEKEJAMAN: PILIHAN DI PERSIMPANGAN JALAN

Spread the love

Pelitakota.id Di tengah pusaran kehidupan yang serba cepat dan seringkali kejam, kita kerap dihadapkan pada persimpangan jalan. Di satu sisi, terbentang jalan kemurahan hati, kepedulian, dan kebenaran. Di sisi lain, membentang jalan kekejaman, keserakahan, dan ketidakadilan. Amsal 11:17-18, bagaikan kompas moral, mengingatkan kita bahwa pilihan yang kita ambil akan menentukan nasib kita sendiri. Lebih dari sekadar petuah agama, ayat ini adalah sebuah observasi tajam tentang hukum sebab-akibat yang tak terhindarkan dalam kehidupan.
Banyak dari kita tergoda untuk mengejar keuntungan sesaat, tanpa peduli dampaknya bagi orang lain. Kita mungkin berpikir bahwa dengan menindas, mengeksploitasi, atau berbohong, kita akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Namun, Amsal 11:18 membongkar ilusi ini. Keuntungan yang diperoleh dengan cara yang tidak benar adalah “laba yang sia-sia”. Ia mungkin tampak menggiurkan di permukaan, tetapi di dalamnya kosong dan tidak akan memberikan kepuasan yang sejati. Bahkan, seringkali keuntungan semacam itu justru membawa masalah dan penyesalan di kemudian hari. Seperti kisah seorang petani yang menanam benih di tanah yang tandus, berharap panen melimpah. Usahanya sia-sia, karena tanah itu tidak dapat memberikan kehidupan. Sama halnya, keuntungan yang diperoleh dengan cara yang curang tidak akan membawa kebahagiaan yang langgeng.

Sebaliknya, “orang yang kejam menyiksa badannya sendiri” (Amsal 11:17). Kekejaman tidak hanya menyakiti orang lain, tetapi juga merusak jiwa pelakunya. Orang yang hidup dalam kekejaman cenderung dipenuhi dengan kebencian, ketakutan, dan kecemasan. Mereka mungkin merasa berkuasa untuk sementara waktu, tetapi pada akhirnya mereka akan terisolasi dan menderita karena perbuatan mereka sendiri.
Di sisi lain, Amsal 11:17 menyatakan bahwa “orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri”. Ini bukan berarti bahwa kita harus berbuat baik hanya karena ingin mendapatkan imbalan. Namun, ayat ini menegaskan bahwa tindakan baik dan murah hati memiliki dampak positif bagi diri kita sendiri. Ketika kita membantu orang lain, kita juga merasa bahagia, damai, dan bermakna. Kita membangun hubungan yang kuat dan menciptakan lingkungan yang positif di sekitar kita. Bayangkan seorang pelukis yang dengan hati-hati menggoreskan warna-warna indah di kanvas. Setiap goresan adalah ungkapan cinta dan kebaikan, yang pada akhirnya menghasilkan sebuah karya seni yang mempesona. Sama halnya, setiap tindakan kebaikan yang kita lakukan akan memperindah kehidupan kita dan orang lain.

Lebih jauh lagi, Amsal 11:18 menjanjikan bahwa “siapa menabur kebenaran, mendapat pahala yang tetap”. Menabur kebenaran berarti hidup dengan integritas, kejujuran, dan keadilan. Ini berarti melakukan apa yang benar, bahkan ketika sulit atau tidak populer. Pahala yang tetap adalah berkat yang langgeng dan bernilai sejati. Ini termasuk reputasi yang baik, hubungan yang harmonis, dan rasa kepuasan yang mendalam.
Amsal 11:17-18 bukan hanya sekadar nasihat moral, tetapi juga panggilan untuk bertransformasi. Ini adalah undangan untuk merenungkan pilihan-pilihan kita dan mengubah arah hidup kita jika perlu. Marilah kita memilih jalan kemurahan hati, kepedulian, dan kebenaran. Marilah kita menabur benih kebaikan di setiap kesempatan, sekecil apapun itu. Dengan demikian, kita tidak hanya akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik, tetapi juga menuai kehidupan yang lebih bermakna dan memuaskan bagi diri kita sendiri.

Pertanyaan Reflektif:

– Dalam kehidupan sehari-hari, tindakan apa yang mencerminkan kemurahan hati dan kekejaman?
– Keuntungan sesaat apa yang seringkali menggoda kita untuk mengabaikan kebenaran?
– Benih kebenaran apa yang dapat kita tabur hari ini untuk menuai pahala yang tetap di masa depan?

Semoga Renungan ini dapat menginspirasi dan memotivasi Anda untuk memilih jalan yang benar dan hidup dengan penuh makna.

Tuhan Yesus Memberkati

Kefas Hervin Devananda

Tinggalkan Balasan