Pimpinan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Nadratuzzaman Hosen menjelaskan, saham tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan tetap menjadi objek zakat bagi pemiliknya.
“Saham adalah bukti kepemilikan seseorang atas perusahaan. Secara konsep, saham tidak bertentangan dengan prinsip syariah karena saham merupakan surat berharga yang mencerminkan penyertaan modal dari investor ke perusahaan, kemudian investor mendapatkan bagi hasil berupa dividen,” ujar Nadratuzzaman dalam kegiatan Ngaji Zawa, Kamis (15/8/2024).
Nadratuzzaman mengutip QS. Al-Baqarah: 267, yang menjelaskan bahwa ada kewajiban bagi umat Islam untuk mengeluarkan zakat dari hasil usaha yang baik, termasuk dari keuntungan yang diperoleh dari kepemilikan saham.
Saat ini, lanjut Nadratuzzaman, kepemilikan harta bisa berbentuk fisik, virtual, hingga lembar pernyataan informasi kepemilikan tertentu. Contohnya adalah saham yang diperjualbelikan di bursa efek. Karenanya, saham bisa dimaknai sebagai dokumen bukti kepemilikan atas barang/aset perusahaan dan tanda keikutsertaan dalam permodalan suatu perusahaan/unit bisnis.
Meski demikian, Nadratuzzaman menjelaskan beberapa ketentuan dan kondisi saham yang harus dikeluarkan zakatnya. Dari sisi ketentuan saham sebagai objek zakat: pemilik saham harus seorang Muslim, saham dimiliki dengan kepemilikan sempurna, serta mencapai nisab dan batas haul.
“Persyaratan mencapai haul tidak berlaku untuk pemegang saham perusahaan: bidang pertanian, peternakan, dan harta karun (rikaz),” terangnya
Sementara terkait dengan kondisi saham sebagai objek zakat, terdapat beberapa ketentuan. Pertama, pemegang saham adalah pihak yang wajib mengeluarkan zakat saham yang dimilikinya. Kedua, pemegang saham boleh mewakilkan kepada perusahaan untuk mengeluarkan zakat saham atas namanya.
“Ketiga perusahaan yang telah mengeluarkan zakat, kewajiban zakat atas para pemegang saham telah gugur; keempat, penentuan haul zakat saham mengacu kepada perhitungan kalender hijriah,” jelasnya.
Nadratuzzaman juga menjelaskan cara mengeluarkan zakat saham. Menurutnya, terdapat dua ketentuan dan tata cara mengeluarkan zakat saham. Jika saham yang dimiliki itu dimaksudkan untuk diperjualbelikan (trading/mutajarah), ketentuan zakatnya mengikuti aturan zakat perdagangan, baik nisab maupun kadarnya yang perhitungannya sesuai nilai pasar saham saat haul.
Sementara, lanjut Nadratuzzaman, jika saham yang dimiliki dimaksudkan untuk investasi jangka panjang, cara mengeluarkannya adalah sebagai berikut:
1. Saham perusahaan industri, jasa dan ekstraktif, zakatnya mengikuti zakat al-mustaghallat, dengan ketentuan: Nishab dan kadarnya mengikuti ketentuan zakat emas, dan penghitungannya dari keuntungan bersih saham.
2. Jika sahamnya adalah saham perusahaan pertanian, ketentuannya mengacu kepada zakat pertanian.
3. Jika sahamnya adalah saham perusahaan perdagangan, zakatnya mengikuti ketentuan zakat perdagangan (urudh al-tijarah).
Ba/Mr