Pelitakota.id Hari itu, Minggu pagi 22 Juni 2025, saya melangkah masuk ke ballroom Hotel JS Luwansa Jakarta Selatan, bukan sekadar menghadiri pelantikan. Saya pulang ke rumah besar, ke pelukan kekeluargaan yang telah lama menjadi bagian dari hidup dan napas saya—Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan.
Di ruangan itu, saya melihat bukan hanya tokoh-tokoh bangsa, menteri, gubernur, akademisi, dan ulama, tapi juga wajah-wajah penuh semangat: para perantau yang membawa Sulawesi Selatan dalam semangat kerja dan dalam doa.
Pengukuhan pengurus BPP KKSS kali ini berlangsung penuh semangat, terarah, dan menyentuh hati. Saya diminta memberikan testimoni atas pelantikan Ketua Umum KKSS yang baru, DR. Ir. H. Andi Amran Sulaiman, M.P.
Dan saya tahu, saya tak sedang berbicara omong kosong. Saya sedang bicara untuk keluarga saya, kepada keluarga yang paham bahwa organisasi ini dibangun bukan dari anggaran konglomerat, maupun anggaran negara. Lebih jauh dari itu, organisasi ini dibangun dari keringat kebersamaan dan semangat untuk menjaga harga diri sebagai orang Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja di tanah rantau.
Saya sampaikan dengan jujur dan bangga bahwa saya mengenal beliau bukan sehari dua hari. Pada periode pertama saya bertugas di Kantor Staf Presiden, beliau adalah Menteri Pertanian yang sangat aktif dan intensif berkoordinasi dengan saya. Saya memahami kapasitas dan integritas beliau. Maka sangat pantas dan layak jika Pung Amran—begitu saya memanggilnya—memimpin KKSS. Kepemimpinannya tidak dibentuk dari kehendak elite, tapi dari jalan panjang perjuangan dan kerja keras yang tak pernah henti.
Seorang pemimpin memiliki tiga kekuatan utama.
Pertama, akhlak yang luhur dan kepemimpinan yang bersandar pada nilai moral. Kedua, pengalaman hidup yang tidak dibentuk di atas karpet merah, tetapi dari tanah, dari usaha mandiri yang membesarkan dan membuktikan. Ketiga, sikap rendah hati yang membuatnya dekat dengan siapa pun, dari tokoh nasional hingga orang kampung.
Inilah pemimpin yang “adanna na jaga’, akkalunna napajaga”, seperti dikatakan dalam falsafah Bugis—pribadinya tegas, akalnya cemerlang, dan langkahnya santun.
Pelantikan itu tidak sekadar mengukuhkan pengurus. Itu adalah pelantikan harapan. Sekitar 600 tokoh masuk dalam struktur: dari Dewan Kehormatan, Penyantun, Pembina, hingga 35 departemen tematik.
Kepengurusan harian pun sangat kuat: Abdul Kadir Karding sebagai Sekjen, Dzulfikar Ahmad Tawalla sebagai Bendahara, dan puluhan Wakil Ketua Umum yang mewakili spektrum luas: politisi, akademisi, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh pemuda, semua hadir. Ini bukan hanya organisasi, ini adalah republik kecil Sulawesi Selatan yang sedang menyusun kekuatan untuk Indonesia.
KKSS adalah organisasi yang paham sejarah dan tahu cara menghargai para pendahulu. Melalui video, Pak Jusuf Kalla menyampaikan nasihat: bahwa KKSS harus tetap menjadi penjaga kerukunan dan rumah silaturahmi. Amanah itu kini berada di pundak kita semua.
Tak kalah penting, pelantikan ini juga menjadi ruang spiritual. Ustaz Adi Hidayat dalam tausiyah singkatnya mengingatkan bahwa kehormatan organisasi bukan pada besar kecilnya, tetapi pada adab dan nilai yang dijaga. “Kalau kita menjaga nilai, Allah akan menjaga kita,” begitu kira-kira maknanya. Sebuah doa yang sederhana, tapi kuat untuk organisasi seperti KKSS.
Saya sendiri bukan kelahiran Sulawesi Selatan. Saya lahir di Papua, tepatnya di sebuah daerah sederhana bernama Fakfak. Namun hidup saya dibentuk oleh tanah Bugis dan Makassar. Saya menempuh pendidikan di Mualimin Muhammadiyah Makassar, lalu menyelesaikan S1 di IAIN Alauddin Makassar. Dari IPM ke PII, dari dakwah ke organisasi, dari kampus ke mimbar, saya dibesarkan dalam tradisi yang memuliakan ilmu, menghormati orang tua, dan menjaga amanah dalam beragama.
Dan sepanjang tiga kali pemilu legislatif saya mencalonkan diri dari dapil Sulawesi Selatan—2004, 2009, 2014—sebelum pada 2024 saya diminta bertugas dari Sulawesi Tenggara.
Sulsel tetap rumah batin saya. Maka apa yang saya sampaikan hari ini bukan sekadar pendapat, tapi ungkapan cinta kepada tanah yang telah membesarkan saya.
Saya percaya, di tangan Pung Amran, KKSS akan menjadi mitra aktif pemerintahan Prabowo–Gibran dalam menghadirkan republik yang lebih sejahtera. Seluruh perantau Bugis-Makassar, dengan ketulusan dan dedikasinya, akan menyertai perjalanan besar ini bersama-sama—mengawal pembangunan, memperkuat pendidikan, dan mengisi ruang-ruang strategis kebangsaan dengan penuh tanggung jawab dan semangat budaya. Kita tidak akan jadi organisasi yang hanya berkumpul saat perantau pulang kampung. Kita akan jadi organisasi yang hadir di tengah kebijakan negara, mengawal isu strategis, memperjuangkan SDM, dan membangun masa depan.
Penandatanganan MoU dengan Universitas Hasanuddin untuk pengembangan pendidikan adalah bukti nyata bahwa KKSS tidak tinggal diam.
Dan kepada saudara saya, sahabat saya, Ketua Umum kita semua—Dr. Ir. H. Andi Amran Sulaiman—mewakili banyak kawan dan sahabat, terutama generasi muda KKSS, saya titip harapan dan cinta dari ribuan perantau yang membawa Sulawesi Selatan dalam rindu dan kerja keras mereka. Jadilah pemimpin yang tidak hanya membesarkan organisasi ini, tetapi juga merawat jiwanya. Karena di tanganmu kini bukan hanya struktur, tapi harapan. Bukan hanya amanah, tapi marwah. Jadilah api yang menghangatkan, bukan yang membakar. Jadilah air yang menyuburkan, bukan yang menghanyutkan.
Karena dari tanah Bugis kita belajar bahwa pemimpin yang baik bukan yang ditakuti, tetapi yang dirindukan. Maka berjalanlah di depan kami dengan akhlak, berdirilah di tengah kami dengan kasih, dan pimpinlah dari belakang kami dengan keteladanan.
Saya akhiri dengan satu pepatah Bugis yang selalu saya ingat: “Siri’ emmi pesona to deceng”—rasa malu adalah pakaian orang baik. Maka mari kita jaga nama baik KKSS. Jangan biarkan obor ini padam. Mari nyalakan terus, agar dari timur Indonesia, kita menerangi Nusantara.
Resopa temmangingi, namalomo naletei pammase dewata. (Usaha yang sungguh-sungguh akan mengundang rahmat Tuhan.)
Oleh: Prof. Dr. H. Ali Mochtar Ngabalin, S.Ag., M.Si.
Guru Besar Hubungan Internasional, Busan University of Foreign Studies (BUFS), Korea Selatan
Ketua Umum Forum Kajian Mahasiswa Pascasarjana Asal Sulawesi Selatan (FKM-PASS) Pusat Jakarta 1997–2001