16 Desa di Tulungagung Gagal Cairkan Dana Desa Tahap II 2025, Total Rp 1,979 Miliar Hangus.Kok Bisa?

Spread the love

Tulungagung,pelitakota. Enam belas desa di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, tidak dapat mencairkan Dana Desa (DD) tahap II tahun anggaran 2025. Nilai total dana yang hangus mencapai Rp 1,979 miliar dan tidak dapat dianggarkan kembali pada tahun berikutnya, Rabu (10/12/2025).

Menurut data Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Tulungagung, desa dengan nilai dana tidak cair terbesar adalah Desa Sobontoro, Kecamatan Boyolangu, sebesar Rp 251,3 juta. Berikut daftar lengkap desa yang gagal mencairkan DD tahap II:

Desa Plosokandang, Kedungwaru – Rp 229,1 juta
Desa Suruhan Kidul, Bandung – Rp 192,2 juta
Desa Tanggung, Campurdarat – Rp 181,4 juta
Desa Gilang, Ngunut – Rp 175,2 juta
Desa Boyolangu, Boyolangu – Rp 131,9 juta
Desa Tanggulturus, Besuki – Rp 127,7 juta
Desa Junjung, Sumbergempol – Rp 113,5 juta
Desa Bendilwungu, Sumbergempol – Rp 111,7 juta
Desa Kalidawir, Kalidawir – Rp 100 juta
Desa Bangoan, Kedungwaru – Rp 93,4 juta
Desa Selorejo, Ngunut – Rp 87,2 juta
Desa Kradinan, Pagerwojo – Rp 76,4 juta
Desa Kedungwaru, Kedungwaru – Rp 50,3 juta
Desa Sumberingin Kulon, Ngunut – Rp 37,1 juta
Desa Gandong, Bandung – Rp 20,7 juta (paling kecil)

Plt. Kepala DPMD Tulungagung, Hari Prastijo, S.Sos., menjelaskan bahwa kegagalan pencairan disebabkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) tahap I yang tidak memenuhi persyaratan. Batas akhir penyerahan LPJ ditetapkan 17 September 2025,desa yang tidak melengkapi laporan otomatis tidak dapat mencairkan DD tahap berikutnya dan dana tersebut hangus.

Beberapa desa mengalami kendala karena kepala desa sedang berhadapan dengan proses hukum, seperti di Desa Tanggung (Campurdarat) dan Desa Kradinan (Pagerwojo). “Kondisi kepemimpinan yang tidak stabil berujung pada tersendatnya proses penyusunan dan pengumpulan LPJ,” kata Yoyok sapaan akrab Hari Prastijo.

Yoyok menambahkan bahwa kasus ini belum pernah terjadi pada tahun sebelumnya. Ia menilai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2025, yang sempat diprotes APDESI, menambah ketatnya persyaratan administrasi. “Sebagian desa belum mampu beradaptasi dengan perubahan regulasi, sehingga penyusunan LPJ menjadi terlambat,” ujarnya.

Mengenai dana yang hangus, DPMD menegaskan tidak dapat mengubah keputusan pusat, namun tetap berkomunikasi dengan Kementerian terkait untuk mencari solusi, meski peluangnya kecil. “Kami tetap menjalin komunikasi dengan pemerintah pusat, tetapi regulasinya memang ketat dan tidak bisa dinegosiasikan,” kata Yoyok.

Kehilangan hampir Rp 2 miliar Dana Desa ini menjadi peringatan bagi seluruh pemerintahan desa agar lebih disiplin dalam administrasi, terutama penyusunan LPJ yang menjadi syarat utama pencairan anggaran.(dian)

Tinggalkan Balasan